Erdogan Kembali Umumkan Perang
Reporter
Rabu, 24 November 2021 / 11:52 am
ANKARA, TELISIK.ID - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan negaranya tengah menghadapi perang.
Bukan baku tembak yang ia maksud tapi perang perekonomian. Dalam rapat kabinet Erdogan membela kebijakannya saat ini yang mengkampanyekan pemotongan suku bunga. Padahal langkah itu membebani mata uang negeri tersebut dan membuat lira terus ambruk terhadap dolar Amerika.
"Kita melihat permainan yang dimainkan oleh mereka atas mata uang, bunga dan kenaikan harga dan menunjukkan keinginan kita untuk melanjutkan rencana permainan kita sendiri," katanya, dikutip AFP, Rabu (23/11/2021).
"Kami akan muncul sebagai pemenang dari 'perang kemerdekaan ekonomi' ini dengan bantuan Allah dan rakyat kami."
Baca Juga: Viral: Suara Merdu Polisi Kanada Kumandangkan Azan, Nitizen: Damai Rasanya
Penurunan tajam terbaru dimulai Kamis pekan lalu ketika bank sentral memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin menjadi 15%. Suku bunga telah dipangkas sebesar 400 basis poin sejak September.
Lira jatuh ke rekor terendah Selasa hingga 15%, 13 lira terhadap dolar. Lira telah kehilangan lebih dari 40 persen nilainya terhadap dolar sejak awal tahun.
Di saat yang sama inflasi di Turki sendiri kini mendekati 20%. Harga barang-barang kebutuhan pokok di negeri berpenduduk 85 juta itu terus melonjak.
Sementara gaji dengan mata uang lokal sangat terdevaluasi. Upah minimum Turki bernilai sekitar US$ 380 pada Januari dan dengan volatilitas kemarin menyusut menjadi US$224.
Sebenarnya, mata uang Turki sendiri sudah mengalami penurunan sejak 2018. Bukan hanya penolakan kenaikan suku bunga untuk mendinginkan inflasi, tapi juga akibat ketegangan geopolitik dengan Barat, defisit transaksi berjalan, dan utang yang meningkat.
Dilansir dari Cnbcindonesia, Erdogan sejak lama menggambarkan suku bunga sebagai 'musuh'. Ia bersikeras bahwa menaikkan suku bunga sebenarnya justru memperburuk inflasi bukan sebaliknya.
Semasa menjabat, Erdogan memecat tiga kepala bank sentral dalam dua tahun karena perbedaan kebijakan. Ini membuat investor makin khawatir melihat independensi bank sentral Turki.
Menurut lembaga pemeringkat Fitch, pada Agustus 57?ri utang pemerintah pusat Turki terkait dengan mata uang asing atau dalam denominasi. Ini artinya membayar utang itu akan menjadi lebih menyakitkan karena lira terus turun nilainya.
"Kami melihat eksperimen ekonomi yang salah tentang apa yang terjadi ketika bank sentral tidak memiliki kebijakan moneter secara efektif," kata Tim Ash, ahli strategi pasar negara berkembang senior di Bluebay Asset Management, dikutip Reuters dalam sebuah catatan.
"Erdogan telah mengambil kemampuan CBRT (Bank Sentral Turki) untuk menaikkan suku bunga kebijakan." (C)
Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Haerani Hambali