Peneliti Dunia Temukan Wabah Baru Flu Kucing dengan Potensi Kematian 70 Persen

Ahmad Jaelani

Reporter

Sabtu, 24 Mei 2025  /  9:53 am

Wabah flu kucing baru mengancam dunia dengan tingkat kematian tinggi. Foto: Repro iStockphoto.

MOSCOW, TELISIK.ID - Dunia saat ini berada dalam ancaman serius menyusul temuan wabah flu baru yang menyebar melalui kucing. Virus yang diduga merupakan varian mutasi dari flu burung H5N1 ini dinilai memiliki potensi mematikan hingga 70 persen dan bisa menular ke manusia.

Ancaman wabah flu baru yang berasal dari hewan peliharaan kembali mengguncang dunia kesehatan global. Kali ini, virus H5N1 yang dikenal sebagai flu burung dilaporkan telah menyebar secara aktif di antara populasi kucing.

Temuan ini memunculkan kekhawatiran besar terkait risiko penyebaran lintas spesies yang dapat berdampak pada manusia.

Kepala Lembaga Penelitian Gamaleya, Alexander Gintsburg, menyampaikan peringatan penting kepada media Rusia, Izvestia. Ia menyebutkan bahwa varian virus H5N1 telah menunjukkan kemampuan menyebar di antara kucing dan berisiko tinggi menular ke manusia.

"Virus ini berpotensi memicu pandemi yang mematikan," ungkap Gintsburg seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu (24/5/2025).

Ia menekankan bahwa mutasi virus ini bisa mengarah pada penyebaran antar manusia yang jauh lebih luas dan cepat dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Dalam pernyataannya, Gintsburg menjelaskan bahwa pengembangan vaksin harus segera dilakukan dan melewati tahapan uji klinis Fase I dan II.

Ia menambahkan bahwa ancaman dari virus ini sangat serius, terutama jika mutasi selanjutnya memungkinkan penularan melalui udara antar manusia.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Kembali Merebak di Negara Tetangga, Begini Situasi Terkini Tanah Air

"Angka kematiannya adalah 50-70%, dan jika ditularkan melalui udara, cacar akan tampak seperti permainan anak-anak dibandingkan dengan apa yang dapat terjadi setelah satu atau dua mutasi," jelas Gintsburg.

Saat ini, prototipe vaksin memang telah dikembangkan, namun belum tersedia untuk produksi massal maupun penggunaan publik. Gintsburg menegaskan pentingnya kesiapan sistem kesehatan untuk memproduksi vaksin dalam waktu singkat.

"Prototipe yang siap pakai seharusnya sudah tersedia untuk meningkatkan produksi dalam tiga hingga empat minggu dan memperkenalkannya untuk penggunaan publik," tambahnya.

Namun, ia juga mengakui bahwa belum ada program konkret yang dijalankan saat ini. Temuan ini diperkuat oleh studi lain yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Maryland pada awal Mei.

Mereka menemukan lonjakan signifikan kasus flu burung di kalangan kucing peliharaan. Dalam penelitian yang mencakup data selama dua dekade terakhir, ditemukan lebih dari 600 kasus infeksi H5N1 pada kucing di 18 negara.

Menurut laporan tersebut, tingkat kematian pada kucing akibat infeksi ini melampaui angka 50 persen. Peneliti menyatakan bahwa kucing menjadi hewan yang sangat rentan dan berpotensi menjadi penghubung antara hewan liar dan manusia.

"Kucing peliharaan rentan terhadap (flu burung) dan menyediakan jalur potensial untuk penularan zoonosis ke manusia," ungkap tim peneliti Universitas Maryland dalam laporannya.

Penularan virus ini kepada kucing terjadi melalui berbagai cara, seperti konsumsi burung yang terinfeksi, produk unggas mentah, atau susu dari ternak yang belum dipasteurisasi.

Bahkan, ada juga kasus penularan yang tidak dapat dijelaskan karena kucing tidak menunjukkan paparan langsung terhadap sumber infeksi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sejak tahun 2003, telah ada 974 kasus flu burung H5N1 yang terkonfirmasi pada manusia di 24 negara. Dari jumlah tersebut, 470 kasus berujung pada kematian.

Baca Juga: Terbesar Sepanjang Sejarah, Saudi Nego Amerika Rp 2,35 Kuadriliun Akses Persenjataan

Data ini menjadi pengingat bahwa H5N1 bukanlah ancaman baru, namun terus berevolusi dengan pola penyebaran yang semakin kompleks.

Munculnya infeksi di antara kucing domestik menambah dimensi baru pada risiko penyebaran virus ini.

Para pakar kesehatan menyarankan agar pemilik kucing meningkatkan kewaspadaan, terutama dalam hal pemberian makanan dan kebersihan lingkungan.

Selain itu, pengawasan ketat terhadap kemungkinan mutasi virus juga dianggap penting untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS