Program Kartu Prakerja Diusul Dihentikan, Anggarannya untuk Bansos
Reporter Jakarta
Sabtu, 20 Juni 2020 / 1:35 pm
JAKARTA, TELISIK.ID - Program kartu prakerja yang dicanangkan Presiden Jokowi sebagai salah satu janji politiknya terus menuai sorotan, bahkan sejumlah anggota parlemen menyuarakan agar program tersebut sebaiknya dihentikan.
“Dari awal, saya telah menyuarakan agar kartu prakerja dihentikan. Anggarannya, bisa direalokasi untuk kebutuhan bantuan sosial di masa pandemi ini. Dengan begitu, masyarakat dapat merasakan manfaatnya lebih luas,” kata Anggota Komisi XI DPR-RI yang membidangi masalah ketenagakerjaan, Saleh Partaonan Dauly saat berbincang dengan Telisik.id di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Menurut Wakil Ketua Fraksi PAN ini, apa yang disampaikan KPK sudah menjawab sebagian pertanyaan masyarakat. Hal tersebut adalah bagian dari program pencegahan yang dilakukan KPK. Walaupun sudah terlaksana tiga angkatan, namun temuan KPK ini tetap aktual dan layak untuk ditindaklanjuti.
Dikatakan, kalaupun kartu prakerja ini tetap dilanjutkan, sebaiknya seluruh masukan yang disampaikan DPR, KPK dan masyarakat perlu dijadikan sebagai referensi. Pandangan, masukan, dan kritikan yang disampaikan dinilai sangat penting.
Baca juga: Kuatkan Ekonomi Rakyat, Len Industri dan Unpas Kucurkan Dana Kembangkan UMKM
Tidak hanya dari sisi rekruitmen peserta, tetapi juga menyangkut penunjukan platform, materi dan kurikulum, modul pelatihan, metode dan sistem pembelajaran, link and match dengan dunia usaha, dan hal-hal lain yang bersifat teknis.
“Program ini sebetulnya juga menyisakan masalah dari sisi pengawasan. Sebab, pelaksananya diberikan kepada PMO (program managment officer) yang berada di bawah Menko Perekonomian. Sementara, PMO tersebut tidak memiliki mitra kerja di DPR. Agak kesulitan jika diundang untuk rapat,” ungkapnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek program kartu prakerja mulai dari proses pendaftaran, kemitraan dengan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah, konflik kepentingan, kapasitas penyedia pelatihan yang tidak memadai dan materi pelatihan banyak tersedia secara gratis di berbagai situs internet, serta program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.
Reporter: Marwan Azis
Editor: Haerani Hambali