Ganjar Sebut Kudatuli Penyerangan Kantor PDIP Sebagai Pembungkaman Demokrasi

Mustaqim

Reporter

Sabtu, 27 Juli 2024  /  6:56 pm

Para kader PDIP meramaikan peringatan tragedi Kudatuli di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024). Foto: Ist.

JAKARTA, TELISIK.ID – Mantan calon presiden Ganjar Pranowo mengingatkan partai politik lain terkait pembungkaman demokrasi oleh rezim pemerintah seperti era Orde Baru dalam peristiwa kudeta dua puluh tujuh Juli (Kudatuli) tahun 1996 di kantor PDIP, Jakarta Pusat.

Ganjar tak menginginkan peristiwa yang sama terulang karena bisa merusak tatanan demokrasi yang sedang diperjuangkan oleh bangsa dan negara. Dia menilai peristiwa 27 Juli 1996 sebagai tragedi politik dalam kehidupan berdemokrasi.

“Kudatuli bukan peristiwanya PDI Perjuangan saja, tetapi ini peristiwa yang bisa mempengaruhi siapa pun, bahkan dalam bentuk lain, ditindas, tidak boleh bersuara, diciptakan ketakutan, dan harus tunduk,” tegas Ganjar di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024).

Peristiwa Kudatuli, menurut Ganjar, sudah dilaporkan oleh PDIP ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI sebagai pelanggaran berat selain ke pengadilan.

“Sudah lama kami ajukan. Setiap tahun kami mengajukan, terus menerus, tetapi itu butuh perjuangan. Ketika penguasa menolak itu, ya, kami berjuang terus-menerus,” jelas Ganjar, sambil mengajak publik untuk ikut memberi dukungan.

Baca Juga: Kilas Balik Peristiwa Kudatuli, Lima Orang Tewas dan Puluhan Hilang Misterius di Masa Orde Baru

Peringatan tragedi Kudatuli di kantor PDIP ini tidak dihadiri langsung oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Dia hanya menghadiri secara daring. Megawati meminta para kader partainya tidak melupakan semangat perjuangan mereka yang membela kebenaran saat peristiwa Kudatuli.  

“Ibu Megawati Soekarnoputri menitipkan salam, khususnya kepada Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124 yang telah mengalami penderitaan, tetapi semangatnya tetap berkobar,” ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto.

Peristiwa Kudatuli pecah ketika terjadi dualisme kepengurusan di tubuh PDI, sebelum berubah menjadi PDI Perjuangan.

Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan, Soerjadi, bersama pendukungnya pada 27 Juli 1996 menyerbu dan menguasai Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, yang diduduki Ketua Umum PDI Kongres Surabaya, Megawati Soekarnoputri.

Penyerangan untuk mengambil alih kantor PDI itu mengakibatkan jatuhnya beberapa korban. Komnas HAM mencatat 5 orang tewas, 149 luka-luka, 23 orang hilang, dan 124 orang ditahan. Sebanyak 22 bangunan terbakar dan 91 kendaraan bermotor hangus.

Hasto pun berharap peristiwa penyerangan yang berupaya merusak tatanan berdemokrasi dan melanggar konstitusi tidak terulang. Dia juga meminta rakyat tidak diperlakukan semena-mena.

“Kita tidak bisa diperlakukan sembarangan seakan-akan kita bukan warga negara Indonesia, seakan-akan kita bukan pemilik Republik Indonesia,” tegasnya.

Peringatan Kudatuli di kantor DPP PDIP diwarnai tabur bunga, pembacaan puisi karya Wiji Tukul, dan aksi teatrikal mengenang peristiwa yang terjadi pada 28 tahun lalu di kantor tersebut.

Baca Juga: Izin Praktek RS-Dokter Terlibat Mendongkrak Jumlah Tagihan JKN Bakal Dicabut

Kepala Badan Sejarah PDIP, Bonnie Triyana, menceritakan bahwa teatrikal yang dipertunjukan merupakan kilas balik atau reka ulang tragedi Kudatuli penyerangan kantor DPP PDIP.

Dalam aksi teatrikal itu mereka memeragakan penyerangan ke kantor DPP PDIP dengan menggoyang-goyangkan pagar dan melempari kantor menggunakan batu. Di antara mereka juga ada yang mempersenjatai diri dengan kayu.

“Kami tidak ingin membangkitkan luka, hanya merawat ingatan yang mungkin masih traumatik bagi sebagian orang,” tutur Bonnie.

Peristiwa Reformasi 1998 dan pemilihan presiden secara langsung, menurut Bonnie, tidak terlepas dari rentetan sejarah peristiwa Kudatuli.

Turut hadir dalam peringatan tragedi Kudatuli antara lain Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly; Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning; Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Adhie; Djarot Saiful Hidayat, dan beberapa elit PDIP. (A)

Reporter: Mustaqim

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS