Gelap Tanpa Listrik, Warga Gaza Bertahan Hidup di Tengah Reruntuhan Perang
Reporter
Selasa, 11 November 2025 / 10:42 pm
Seorang wanita Palestina sedang beraktivitas setelah kembali ke area Sheikh Radwan yang telah hancur, di sebelah utara Gaza City. Foto: Xinhua/Rizek Abdeljawad
GAZA, TELISIK.ID - Di tengah reruntuhan yang menyelimuti Gaza, warga terpaksa mengandalkan tenaga fisik, lilin, dan ponsel untuk menjalani hari-hari mereka, karena listrik yang dulu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kini hilang total akibat perang berkepanjangan.
Di dekat reruntuhan Rumah Sakit Al-Shifa, Shorouq Abu Naji (22) terlihat mencuci pakaian anak-anaknya secara manual. Jari-jemarinya memerah dan membengkak akibat terus mengucek pakaian.
“Kami tidak bisa lagi menggunakan mesin cuci karena pemadaman listrik yang berkepanjangan. Saya terus merasakan kesakitan di tangan. Kadang saya menangis karena rasa sakit itu," tuturnya, seperti dikutip dari Xinhuanews, Selasa (11/11/2025).
Baca Juga: Kursi Administrator NASA Kembali Diperebutkan, Trump Pilih Orang Dekat Elon Musk
Listrik telah menjadi kenangan samar bagi Shorouq dan ketiga anaknya. “Selama lebih dari dua tahun, kami tidak merasakan listrik di area kami. Semua hal yang kami lakukan kini bergantung pada tenaga fisik kami,” jelasnya.
Putra sulungnya menyerahkan selembar kertas bernomor “15” sebagai token untuk mengambil ponsel yang diisi dayanya di stasiun tenaga surya. Ponsel itu berfungsi sebagai alat komunikasi sekaligus sumber cahaya di malam hari.
Di seluruh Gaza, tenda-tenda darurat tetap gelap setelah matahari terbenam, hanya diterangi lilin, api kecil, atau cahaya redup dari layar ponsel. Suami Shorouq menyalakan api kecil di luar tenda sebelum tidur, lalu memadamkannya agar tidak menimbulkan bahaya kebakaran.
Sejak Israel melancarkan operasi militer berskala besar pada 7 Oktober 2023, setelah serangan Hamas di Israel selatan, wilayah Gaza berada di bawah “pengepungan total” yang memutus pasokan listrik, air, dan bahan bakar. Mayoritas dari dua juta warga kini hidup dengan sedikit atau tanpa listrik sama sekali.
Shaker Murtaja (42), warga Khan Younis, menceritakan bagaimana keluarganya ketakutan menghadapi kegelapan. “Siapa yang dapat hidup tanpa listrik selama dua tahun? Kami manusia dan berhak hidup seperti lainnya,” ujarnya.
Kelangkaan listrik juga melemahkan perekonomian Gaza. Pemilik pabrik Samer Afana (53) mengandalkan generator berbahan bakar plastik yang dicairkan untuk menjalankan sebagian pabrik permennya, meski biaya operasional meningkat tiga kali lipat.
Baca Juga: Bumi Makin Panas, 2025 Disebut Masuk Tiga Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
Menurut Gaza Electricity Distribution Company, sekitar 1,2 miliar kilowatt-jam listrik hilang sejak perang, dengan nilai kerusakan jaringan listrik mencapai lebih dari 728 juta dolar AS.
“Kini, pembangkit listrik hampir sepenuhnya tidak beroperasi,” kata juru bicara Mohammed Thabet.
Tanpa jadwal perbaikan yang jelas, warga Gaza tetap hidup mengandalkan lilin, lampu tenaga surya, dan bahan bakar darurat. (Xinhua)
Penulis: Ahmad Jaelani
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS