Jangan Mencinta dan Membenci Selain karena Allah

Haerani Hambali

Reporter

Kamis, 30 Desember 2021  /  5:52 pm

Mencintai karena Allah akan melanggengkan kecintaan hingga ke akhirat. Foto: Repro thayyibah.com

KENDARI, TELISIK.ID - Menurut syariat, yang dimaksud dengan mencintai karena Allah (al-hubbu fillah) adalah mencurahkan kasih sayang dan kecintaan kepada orang–orang yang beriman dan taat kepada Allah Ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.

Sedangkan yang dimaksud dengan benci karena Allah (al-bughdu fillah) adalah mencurahkan ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukan-Nya dan kepada orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada-Nya, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kita.

Asas cinta dan benci haruslah karena Allah. Kita mencintai seseorang, benda, juga aktivitas haruslah karena Allah, bukan karena asas manfaat semata.

Yang dilakukan bukan karena Allah akan bersifat sementara. Maksimal sebatas umur di dunia. Sementara yang dilakukan atas dasar karena Allah, akan abadi sampai akhirat nanti. 

Cinta dan benci karena Allah, dengan kecintaan semacam itulah seorang hamba akan bisa meraih manisnya iman.

Konsekuensi dari kecintaannya kepada Allah adalah dia akan mencintai apa yang Allah cintai dan membenci apa yang Allah benci. Maka, dia akan mencintai keimanan, ketaatan, dan sunnah. Sebagaimana dia akan membenci kekafiran, kemaksiatan, dan bid’ah.

Baca Juga: Baca Doa dan Zikir Ini untuk Menangkal Santet atau Ilmu Hitam

Allah Ta’ala dalam surah Al-Mujadalah berfirman:

“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling kasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang orang itu bapak-bapak, anak-anak sauadara-saudara ataupun saudara keluarga mereka.” (Al-Mujadalah: 22).

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At Tirmidzi).

Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:

“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadis ini hasan).

Dari dua hadis di atas kita bisa mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai sesuatu yang dicintai Allah, membenci segala yang dibenci Allah, rida kepada apa yang diridai Allah, tidak rida kepada yang tidak diridai Allah.

Para sahabat, tabi'in, tabi’ut tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru dunia adalah orang-orang yang lebih berhak untuk kita cintai (meskipun kita tidak punya hubungan apa-apa dengan mereka), dari pada orang-orang yang dekat dengan kita seperti tetangga kita, orang tua kita, anak-anak kita, saudara-saudara kita, apabila mereka itu membenci, memusuhi dan menentang Allah dan Rasul-Nya, tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Melansir amaljariah.org, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Bahwasanya seorang Mukmin wajib dicurahkan kepadanya kecintaan dan kasih sayang meskipun menzalimi dan menganggu kamu, dan seorang kafir wajib dicurahkan kepadanya kebencian dan permusuhan meskipun selalu memberi dan berbuat baik kepadamu.”

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah, marilah kita berlindung kepada Dzat yang membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri dengan kecintaan dan kebencian yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga: Agar Lisan Membawa Kita ke Surga, Ini Tipsnya

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Himar yang saat itu sedang minum khamr, maka dibawalah dia ke hadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, tiba-tiba sorang laki-laki melaknatnya kemudian berkata: “betapa sering dia didatangkan ke hadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam keadaan mabuk.” Rasulullah bersabda: “janganlah engkau melaknatnya. Sesungguhnya dia adalah orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya (Shohih Al-Bukhari kitab Al-Hudud).

Padahal dalam kitab Al-Asyribah juz 4 yang dishahihkan oleh Al-Bani dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadis nomor 4967 Rasulullah melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menjualnya, orang yang memerasnya dan orang yang minta diperaskan, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan khamr kepadanya.

Dilansir dari republika.co.id, Umar bin khattab sebelum berislam sangat membenci Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Bahkan ingin membunuh beliau SAW. Namun semua berbalik 180 derajat kala Umar sudah berislam. Sangat besar cintanya pada Rasul. Bahkan ia termasuk orang yang paling dekat dengan Rasulullah. 

Umar rela melakukan sesuatu yang tidak ia sukai karena melihat Rasul melakukannya. Dari ‘Abis bin Robi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al Khattab) mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu” (HR. Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270).

Inilah kekuatan cinta dan benci. Aktivitas yang dilakukan atas dasar cinta akan ringan dijalankan walaupun sebenarnya berat. Buktinya banyak sahabat Rasul yang semangat berjihad dan menjadi syahid. Mereka rela kehilangan harta, sanak keluarga bahkan nyawa, demi kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya. (C)

Reporter: Haerani Hambali