Kejahatan Seksual pada Anak di Konsel Meningkat, Berawal dari Medsos

Ibnu Sina Ali Hakim

Reporter

Kamis, 04 November 2021  /  8:16 am

Pendampingan kasus kekerasan seksual pada anak di Konsel. Foto: Ist.

KENDARI, TELISIK.ID - Kasus yang menimpa anak di bawah umur di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) mengalami peningkatan.

Pada tahun 2020 telah terjadi 36 kasus sedangkan tahun ini Januari hingga Oktober 2021 tercatat 55 kasus.

Pendamping Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial RI bersama Dinas Sosial Kabupaten Konawe Selatan menangani 55 kasus anak sepanjang tahun 2021, dan paling mendominasi adalah kasus kejahatan seksual pada anak.

“Hingga November 2021 ada 55 kasus anak dan paling mendominasi adalah kasus kejahatan seksual pada anak. Peningkatan kasus ini sangat mencemaskan kita semua,” ungkap Pendamping Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Wilayah Konsel, Helpin, S.Sos, Kamis (4/11/2021).

Helpin menjelaskan, dari Januari hingga September tahun 2021 dirinya telah mendampingi 50 kasus anak. Namun di Oktober hingga September ini ada tambahan 5 kasus sehingga dengan mencuatnya kasus baru, angka kasus kejahatan pada anak bertambah menjadi 55 kasus.

Salah satunya adalah kasus pemerkosaan dua gadis di bawah umur yang diduga telah dilakukan oleh 12 orang pelaku yang kini ditangani Polsek Ranomeeto dan Polres Kendari.

Saat ini Pendamping Resos Anak bersama Dinnas Sosial Konawe Selatan tengah melakukan assesment kepada 5 orang anak korban kejahatan seksual yang hasil assesment nantinya menjadi dasar penentuan intervensi atau aktivitas lanjutan kepada para korban.

Pendamping Resos Anak Kemensos RI Desti Felani, S.Sos., M.Ap mengatakan, mayoritas anak yang mengalami kejahatan ini berawal dari penggunaan media sosial dan pergaulan tanpa adanya pengawasan orang tua.

“Melalui penggunaan media sosial ini teman atau lawan bicara tidak dapat dikontrol secara langsung. Sementara korban yang masih di bawah umur memiliki rasa penasaran tinggi untuk mengenal orang asing di media sosial,” ungkapnya.

Terlebih, ketika pelaku di medsos ini mendengarkan curahan hati si korban yang masih sangat polos. Setelah korban merasa nyaman, pelaku mengajak berpacaran sehingga pelaku dengan leluasa merayu dan membujuk korban untuk mengajak bertemu. Setelah itu pelaku melancarkan aksinya dan melakukan pemerkosaan.

Kejahatan seksual pada anak dapat terjadi kapanpun dan dimana saja. Banyak ruang yang dapat memberikan kesempatan bagi para pelaku untuk melakukan kejahatan. Untuk itu, orang tua perlu memberikan edukasi dan pengawasan dalam berinteraksi baik dunia nyata maupun dunia maya.

“Peran orang tua disinilah menjadi poin penting. Mulai dari penggunaan media sosial maupun pergaulan di dunia nyata oleh anak-anak yang perlu diawasi," jelasnya.

Baca Juga: Kapolda Jateng Jamin Keamanan Rakernas I JMSI di Semarang

Baca Juga: Akibat Lampu Motor Tidak Menyala, Dua Kendaraan Bermotor Saling Tabrakan

Sementara itu Pendamping Resos Anak masih terus melakukan pendampingan terhadap anak dan keluarga mulai dari tahap pemeriksaan di kepolisian, kejaksaan hingga proses persidangan.

Berdasarkan pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak No 11 tahun 2012, Pendamping Resos Anak Kementerian Sosial RI mendorong pemerintah daerah untuk lebih aktif lagi dalam melindungi anak-anak. Salah satunya dengan bersinergi dengan pihak-pihak lain. Sebab dengan begitu, pencegahan, penanganan, dan pemulihan bagi anak yang menjadi korban akan tertangani lebih baik dan cepat.

“Mencegah kejahatan terhadap anak melalui langkah kerja sama akan lebih efektif. Semua pihak harus bergandengan tangan secara erat dan tertata agar anak terlindungi, jangan biarkan pelaku kejahatan memangsa lebih banyak anak,” pungkas Desti. (B)

Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim

Editor: Haerani Hambali