Refleksi HUT ke-80 RI: Sehat Mental, Wujud Merdeka Sesungguhnya

I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya

Penulis

Minggu, 17 Agustus 2025  /  3:05 pm

I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya, Instruktur Lembaga Olah Pikir Indonesia LOA, dan Dewan Pengawas Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Hipnoterapi Indonesia mitra Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus Kemendikdasmen. Foto: Ist.

Oleh: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya

Instruktur Lembaga Olah Pikir Indonesia LOA

TAHUN ini Indonesia memasuki usia 80 tahun kemerdekaan. Setiap peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia selalu diwarnai gegap gempita—upacara bendera, lomba rakyat, hingga karnaval budaya. Namun di balik semarak itu, ada satu refleksi penting yang kerap luput dari perhatian: kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari belenggu batin—gangguan kesehatan mental.

Data terkini sungguh mengkhawatirkan. Survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022 mencatat 15,5 juta remaja (34,9%) mengalami masalah mental dan 2,45 juta remaja (5,5%) bahkan menderita gangguan mental. Kondisi ini diperkuat pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada awal 2025, bahwa diperkirakan 3 dari 10 penduduk Indonesia memiliki penyakit mental. Ironisnya, penanganan hingga kini masih jauh dari memadai.

Situasi diperburuk oleh keterbatasan anggaran. Dalam pidato kenegaraan 15 Agustus lalu, Presiden mengungkapkan defisit APBN sebesar Rp638,8 triliun pada RAPBN 2026. Angka fantastis ini jelas menggerus harapan adanya alokasi signifikan untuk kesehatan mental. Jika prioritas tetap pada sektor infrastruktur atau belanja rutin, maka kesehatan jiwa bangsa berisiko terus terpinggirkan.

Padahal, kesehatan mental adalah fondasi kehidupan berbangsa. Seorang individu yang sehat mental akan mampu berpikir jernih, mengendalikan emosi, serta membangun relasi positif dengan orang lain. Ia bisa menggunakan potensi diri secara maksimal, menghadapi tekanan hidup, sekaligus memberi kontribusi nyata bagi lingkungannya. Sebaliknya, gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau stres pascatrauma membuat individu kehilangan arah, produktivitas menurun, bahkan rentan pada perilaku destruktif.

Di sinilah pentingnya meredefinisi arti “merdeka.” Kemerdekaan bukan sekadar bebas dari kolonialisme, tetapi juga bebas dari belenggu internal berupa gangguan mental. Merdeka berarti mampu menjalani hidup dengan bahagia, produktif, dan bermakna. Jika tubuh sehat tetapi batin rapuh, maka kemerdekaan itu sejatinya pincang.

Baca Juga: Polri, Kesadaran akan Sejarah

Namun perjuangan menjaga kesehatan mental bukan perkara mudah. Era digital menghadirkan tekanan baru: banjir informasi, budaya instan, hingga ekspektasi sosial yang tidak realistis. Media sosial, misalnya, sering menjadi pemicu perbandingan diri, rasa tidak puas, bahkan perundungan. Situasi ini menuntut individu dan negara lebih serius mengelola aspek psikologis warganya.

Sayangnya, stigma masih kuat melekat. Banyak orang enggan mencari bantuan profesional karena takut dicap “gila.” Padahal, sama seperti sakit fisik, gangguan mental juga membutuhkan penanganan medis dan terapi yang tepat. Tanpa intervensi, kondisi bisa memburuk dan menular ke aspek sosial maupun ekonomi.

Maka, perayaan HUT RI ke-80 seharusnya menjadi momentum refleksi kolektif. Jika para pahlawan dahulu berjuang merebut kemerdekaan fisik, generasi kini ditantang memperjuangkan kemerdekaan jiwa. Membebaskan diri dari depresi, cemas, atau trauma adalah bentuk perjuangan modern yang tak kalah heroik.

Selain itu, dukungan profesional juga penting. Terapi psikologis, konseling, hingga hipnoterapi bisa menjadi pilihan. Metode hipnoterapi, misalnya, telah terbukti secara empiris dan ilmiah membantu banyak orang dengan biaya relatif terjangkau.

Hipnoterapi memiliki keunggulan karena bersifat holistik, tidak hanya meredakan gejala tetapi juga menyentuh akar emosional di bawah sadar.

Baca Juga: Visual Pedesterian Ex MTQ Kendari Terlalu Malioboro

Metode ini non-farmakologis sehingga minim efek samping, serta fleksibel untuk digunakan sebagai terapi mandiri maupun pelengkap psikoterapi dan medis. Selain cepat memberi efek relaksasi, hipnoterapi juga memberdayakan klien agar mampu mengelola stres, meningkatkan kepercayaan diri, dan mengubah kebiasaan negatif secara mandiri.

Kemerdekaan sejati tidak bisa diraih bila jutaan warga hidup dalam kecemasan dan depresi. Semangat “merdeka” seharusnya meliputi kebebasan untuk merasa aman, dihargai, dan mampu mengembangkan potensi diri tanpa hambatan batin.

Ketika negara sibuk menghitung defisit APBN, jangan sampai abai pada defisit yang lebih berbahaya: defisit kebahagiaan warganya. Indonesia mungkin telah berumur 80 tahun, tetapi tanpa rakyat yang sehat mental, cita-cita “mencerdaskan kehidupan bangsa” akan sulit diwujudkan.

Mari jadikan peringatan HUT RI ke-80 dengan tema ”Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera Indonesia Maju”, sebagai titik balik. Kita merayakan bukan hanya dengan kembang api atau lomba rakyat, tetapi juga dengan komitmen bersama untuk menyehatkan jiwa bangsa. Karena hanya bangsa yang sehat mentalnya, yang benar-benar merdeka. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS