Trending di Twitter: Rektor UI Diangkat Komisaris, Pakai Aturan Lama atau Baru?

M Risman Amin Boti

Reporter Jakarta

Rabu, 21 Juli 2021  /  8:56 am

Rektor UI, Ari Kuncoro. Foto: Ist.

JAKARTA,TELISIK.ID - Tagar ‘Rektor UI’ (#RektorUI) menjadi trending topik di media sosial Twitter.

Dari penelusuran tim Telisik.id, Rektor UI Trending di Twitter usai Presiden Jokowi merevisi Statuta UI soal rangkap jabatan. Hingga pukul 23.01 WIB, cuitan sudah mencapai 28 ribu lebih.

Isi cuitan tentang Rektor UI rata-rata berisi sindiran dan kritik terhadap Presiden Joko Widodo yang telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI.

Atas perubahan itu, Rektor UI kini boleh merangkap jabatan sebagai konsekuensi dari regulasi dan UI dinilai kehilangan nilai-nilai moral sebagai institusi pendidikan.

Di antaranya Febri Diansyah, mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan eks peneliti antikorupsi pada Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam media sosialnya menulis:

“Selamat ya Pak. Aturanya udah berubah," tulis Febri di Twitter, Selasa (20/7/2021).

"Btw dulu saat diangkat jadi komisaris, pakai aturan lama atau baru? Pengangkatannya sah enggak? Terus bagaimana gaji dan fasilitas lain yang sudah pernah diterima?" tanya Febri.

Baca juga: Heboh, Jokowi Ubah Statuta UI, Rektor Legal Rangkap Jabatan

“Tp bapak hebat... Aturan bs berubah gini,” sambungnya.

Rektor UI menjadi bulan-bulanan warganet di media sosial, khususnya Twitter setelah terungkap bahwa Statuta Universitas Indonesia terbaru mengizinkan pimpinan kampus yang berlokasi di Depok, Jawa Barat itu merangkap jabatan di perusahaan milik pemerintah maupun swasta.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).

PP No. 68/2013 diubah menjadi PP 75/2021 setelah akhir Juni lalu, publik dihebohkan dengan isu rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, sebagai pejabat di BUMN, tepatnya Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Kritikan rangkap jabatan rektor UI turut ditanggapi anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika. Ia menyatakan bahwa Rektor UI, Ari Kuncoro, melanggar Pasal 35 huruf C PP No. 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia.

Pasal 35 huruf C PP Statuta Universitas Indonesia menyebut, Rektor UI dan Wakil Rektor UI dilarang merangkap jabatan sebagai petinggi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan swasta.

“Ombudsman hanya menyatakan bahwa dengan jadinya Ari Kuncoro sebagai (Wakil) Komisaris BRI itu melanggar Pasal 35 C Statuta UI,” ucap Yeka dilansir dari CNNIndonesia.com, Rabu (30/6/2021).

Aturan tersebut kemudian diubah Presiden Jokowi dalam PP 75/2021, sehingga rektor tidak masalah mengisi kursi komisaris BUMN.

Baca juga: Jokowi Umumkan PPKM Diperpanjang hingga 25 Juli

Pasal 39 huruf c menyatakan bahwa rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai direksi pada BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta.

Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu juga menyoroti perubahan statuta UI.

“Perubahan statuta UI 2 Juli 2021 yang membolehkan rektor rangkap jabatan komisaris BUMN tidak menyelesaikan masalah karena dengan statuta lama, rektor UI, MWA, dan Menteri BUMN sudah melanggar hukum,” tulis Said Didu di Twitter, dikutip pada Selasa (20/7/2021).

Said Didu menilai, harusnya pelanggaran yang dilakukan sebelumnya terlebih dulu diproses, bukan tiba-tiba mengganti produk aturannya.

“Kalau mau selesaikan masalah sesuai keinginan penguasa – apa tidak gunakan aja amnesti dari Presiden?” sambungnya.

Hal itu berawal ketika rektorat UI memanggil dan memperingatkan para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, yang mengkritik Presiden Jokowi dengan sebutan 'King of Lip Service'.

Pihak rektorat dianggap telah ‘menggerogoti’ kebebasan berpendapat mahasiswa, dan sebagian lagi curiga ada kepentingan tertentu lantaran rektor UI merupakan komisaris. Semenjak itu, Ari Kuncoro menjadi sorotan luas.

Untuk diketahui, Ari ditetapkan sebagai Rektor UI 2019–2024 pada 25 September 2019. (C)

Reporter: M. Risman Amin Boti

Editor: Haerani Hambali