Anggota DPR RI Jaelani Identifikasi Masalah Petani di Sulawesi Tenggara
Reporter Muna Barat
Selasa, 17 Desember 2024 / 4:02 pm
MUNA BARAT, TELISIK.ID - Anggota DPR RI, Jaelani, mengidentifikasi sejumlah masalah yang dihadapi petani di Sulawesi Tenggara.
Keluhan utama yang disampaikan adalah alokasi pupuk subsidi yang belum merata, rendahnya kesejahteraan petani, dan masalah distribusi hasil bumi yang tidak efisien.
Jaelani, yang mulai turun langsung ke 17 kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara untuk mengidentifikasi masalah pertanian, melaksanakan kegiatan ini dalam rangka reses masa sidang 1 di daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Tenggara.
Sebagai anggota Komisi IV DPR RI, Jaelani bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Badan Karantina Indonesia.
Jaelani mengungkapkan bahwa selain mengidentifikasi masalah pertanian, dirinya juga menyerap aspirasi dari kelompok nelayan dan masyarakat pesisir, serta mengkaji permasalahan kehutanan dan pemenuhan pangan di Bumi Anoa.
"Tujuan kami untuk memastikan permasalahan pertanian, perikanan, kehutanan, serta keterpenuhan logistik dan pangan di Sulawesi Tenggara," ujarnya dalam rilisnya, Selasa (16/12/2024).
Selama reses di wilayah daratan, Jaelani menemukan banyak keluhan dari petani terkait masalah alokasi pupuk subsidi yang tidak merata, kesejahteraan yang sangat rendah, serta rantai distribusi hasil bumi yang kurang efisien. Pupuk subsidi yang langka menjadi salah satu isu utama.
Baca Juga: Anggota DPR RI Ridwan Bae Tawarkan Solusi Atasi Krisis Air Bersih di Kendari
"Distribusi pupuk seharusnya berbasis data yang akurat. Ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah," tambahnya.
Selain itu, Jaelani juga menyoroti rendahnya kesejahteraan petani. Menurutnya, meskipun petani adalah sumber utama pangan masyarakat Indonesia, profesi ini masih tergolong rentan dan miskin.
Berdasarkan Survei Terpadu Pertanian 2021, pendapatan petani Indonesia kurang dari US$1 per hari atau sekitar Rp15.207. Survei Persepsi Petani 2024 juga menunjukkan bahwa banyak petani termasuk dalam kategori keluarga miskin.
"Ini adalah masalah besar. Seharusnya, tingginya kebutuhan pangan masyarakat berbanding lurus dengan kesejahteraan petani. Namun, kenyataannya petani kita masih tergolong miskin. Harusnya petani kita yang paling sejahtera," jelasnya.
Menurut Jaelani, rendahnya kesejahteraan petani ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah yang belum optimal. Pemerintah, kata dia, harus merancang pertanian berbasis data yang akurat, seperti identifikasi lahan pertanian dan jumlah petani dalam satu data nasional.
Dengan data yang lengkap, kebijakan distribusi pupuk dapat lebih merata, dan perhitungan potensi produksi pertanian dapat dilakukan dengan lebih tepat.
"Data ini sangat penting. Perencanaan berbasis data tidak hanya mencakup data lahan dan petani, tetapi juga sampai pada distribusi hasil bumi. Dengan data yang lengkap, pemerintah dapat menghitung jumlah produksi pertanian yang akan berdampak pada kesejahteraan petani," tegasnya.
Jaelani juga menekankan pentingnya pendampingan pemerintah kepada petani, terutama terkait potensi gagal panen akibat perubahan iklim yang memengaruhi pola pertanian.
"Potensi gagal panen petani sangat tinggi akibat perubahan iklim yang tidak menentu. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi, dan pemerintah harus turun ke lapangan untuk memberikan pendampingan serta penyuluhan kepada petani, khususnya di Sulawesi Tenggara," ujarnya.
Di samping itu, peralatan pendukung pertanian juga menjadi perhatian. Jaelani menilai peralatan seperti traktor tangan, pompa, dan alat pertanian lainnya perlu disediakan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian.
Baca Juga: Anggota DPR RI Fraksi PKB Desak Pemerintah Pastikan Pasokan Pangan Cukup Jelang Nataru
Selain itu, petani juga mengeluhkan rantai pasokan hasil pertanian yang lambat, yang menyebabkan penurunan harga komoditas secara signifikan.
"Hal ini membuat petani bisa putus asa. Sudah capek-capek bertani, harga jatuh. Mereka merugi materi, waktu, dan tenaga. Kami khawatir petani beralih profesi, yang bisa berdampak pada pemenuhan pangan di masa depan," ungkapnya.
Menghadapi berbagai masalah yang dihadapi petani di Sulawesi Tenggara, Jaelani berkomitmen untuk memperjuangkan penyelesaian masalah-masalah tersebut melalui kementerian terkait.
Ia mendorong pemerintah untuk serius menangani persoalan petani, terutama di Sulawesi Tenggara.
"Jangan sampai ada pandangan dari petani bahwa ada atau tidak adanya pemerintah, semuanya sama saja. Petani tetap berjuang untuk bertahan hidup," pungkasnya. (C)
Penulis: Putri Wulandari
Editor: Fitrah Nugraha
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS