Begini Cara Mengurus Jenazah Muslim Korban COVID-19

Fitrah Nugraha

Reporter

Kamis, 26 Maret 2020  /  6:02 am

Salah satu pasien COVID-19 yang ditangani oleh Medis Foto: Repro google.com

KENDARI, TELISIK.ID - Virus Corona alias COVID-19 telah memakan banyak korban hingga meninggal dunia. Di Indonesia saja korban meninggal sudah mencapai angka ratusan orang dalam waktu kurang dari satu bulan, sejak diumumkannya kasus pertama pada bulan Februari lalu.

Dalam memperlakukan korban meninggal dunia akibat virus Corona, memang ada perlakuan yang berbeda dari jenazah pada umumnya, khususnya dalam agama Islam.

Lalu bagaimana tata cara mengurus jenazah korban COVID-19? Berikut penjelasan Buya Yahya yang disiarkan oleh akun Facebook milik Muslimina.

Menurut Buya Yahya, setidaknya ada dua pendapat rujukan yang dapat diambil dan dilakukan masyarakat ketika mendapati ada orang yang meninggal karena COVID-19.

Baca Juga : Cegah COVID-19 Lewat Dzikir

Namun sebelumnya, yang perlu dipahami terlebih dahulu bahwa, selama orang yang meninggal karena wabah virus itu adalah ahli ibadah atau orang beriman, maka pihak keluarga yang ditinggalkan harus menyakini bahwa, korban bersangkutan tergolong orang yang mati syahid. Artinya, Insya Allah dia aman dari siksa Allah.

Adapun pendapat pertama, jika ada yang meninggal ternyata ada virus yang ada pada orang tersebut yang akan menularkan, maka menjaga orang yang hidup agar tidak terkena virus tersebut itu yang harus diutamakan. Maka jenazah tersebut boleh tidak disentuh, tidak perlu dimandikan, ditanyamumkan dan dishalatkan, langsung saja dimakamkan.

Sama halnya jika ada satu jenazah yang tidak bisa dimandikan karena terbakar atau jenazah wanita yang tidak punya mahram, maka kasus seperti ini tidak perlu dimandikan dan tidak perlu ditayamumi juga. Dengan begitu, tidak usah dishalatkan juga.

Hal tersebut merupakan pendapat dari jumhur ulama dari mahzab Syafi'i, Hanafi, Malikiyah yang mengatakan selagi tidak dimandikan dan ditayamumi maka tidak juga dishalatkan sebab syarat sahnya shalat adalah harus dimandikan atau ditayamumi.

"Jadi keluarga yang ditinggalkan tidak perluh menangisi, karena tidak dimandikan dan dishalatkan. Tenang, selama ia orang beriman Insya Allah, dia mati syahid," katanya.

Baca Juga : Wabah COVID-19, Warga Kolaka Nikah Online

Sedangkan pendapat kedua, ini dari pendapat Ulama mutakhiri dari mazhab imam Syafi'i, Hambali dan Malikiyah juga. Dimana, pendapat kedua ini bahwa biarpun tidak dimandikan dan ditayamumi, boleh dishalati.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan, karena jangan sampai musibah yang menimpanya ini sudah sedih, menjadi bertambah sedih. Hanya saja, pendapat kedua ini lebih lemah dari sebelumnya.

"Bagi yang mengambil pendapat ini, ia menyakini juga bahwa, menjalankan kewajiban itu sesuai kesanggupan saja. Jadi kalau hanya sanggup menshalatinya saja, maka itu cukup," ujarnya.

Olehnya itu, masyarakat tidak perlu meributkan perkara seperti ini, karena menshalati atau tidak itu sama-sama tidak berdosa. Jadi dua pendapat besar ini yang bisa dihadirkan di tengah masyarakat.

Namun yang perlu lebih diperhatikan, lanjut Buya, adalah proses pemakamannya yang harus cepat diselesaikan. Jenazah tersebut dimakamkan di tempat yang paling dekat. Karena dimana pun sama saja, sama-sama di bumi Allah. Bukan berarti kalau dibumikan di tengah hutan dia masuk neraka, sedangkan di tempat lainnya tidak, tidak seperti itu.

Intinya, jenazah tersebut harus dikubur secepatnya. Kalau pun takut karena jangan sampai virusnya menyebar, maka bisa dikuburkan dulu baru dishalatkan di depan kuburannya. Sebagaimana Rasulullah pernah menyalati jenazah wanita ajuz diatas kuburannya. Bahkan kalau tidak bisa juga, maka bisa dilakukan shalat ghoib jarak jauh saja.

Baca Juga : Nongkrong di Atas Jam 10 Malam, Dibubarkan Polisi

"Jadi tidak perlu jadi bahan keributan soal ini. Insya Allah, yang bersangkutan mati syahid. Jadi perbedaan yang ada, jangan menjadikan kita mudah saling mencaci maki, saling olok mengolok," terangnya.

 

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Sumarlin