BKN Warning Kepala Daerah Tak Jadikan Job Fit Alat Penonjoban Pejabat Eselon II
Reporter
Jumat, 16 Mei 2025 / 12:24 pm
Kepala BKN, Zudan Arif memperingatkan kepala daerah soal penyalahgunaan job fit. Foto: Repro Antara.
JAKARTA, TELISIK.ID - Peringatan tegas dilontarkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif kepada para kepala daerah di seluruh Indonesia.
Ia menyoroti fenomena keliru di lapangan yang menjadikan job fit sebagai senjata untuk menonjobkan pejabat eselon II. Padahal, menurutnya, uji kompetensi tersebut bukanlah instrumen untuk menyingkirkan pejabat dari jabatannya.
Kepala BKN Zudan Arif menjelaskan secara gamblang bahwa job fit atau uji kompetensi seharusnya digunakan sebagai sarana untuk mencocokkan posisi jabatan dengan kompetensi pejabat.
Bukan malah menjadi cara untuk mengakhiri jabatan seseorang secara sepihak dan tidak berdasar.
“Ini saya menghadapi sebuah fenomena yang unik. Banyak yang mengajukan kepada kami untuk job fit atau uji kompetensi dan evaluasi kinerja. Tapi apa yang terjadi? Ujungnya adalah penonjoban. Ini tidak boleh terjadi. Job fit itu bukan instrumen untuk menonjobkan,” ujar Zudan melalui akun Instagram resmi BKN, dikutip telisik.id, Jumat (16/5/2025).
Baca Juga: Heboh CPNS 2025 Ditiadakan, Begini Penjelasan BKN dan KemenPAN-RB
Ia menyampaikan bahwa ada sejumlah kepala daerah yang mengajukan permohonan uji kompetensi kepada BKN, namun ujung dari proses tersebut justru berakhir pada pengosongan jabatan.
Padahal, secara aturan, hal tersebut tidak sesuai dengan fungsi awal dari pelaksanaan job fit yang telah ditetapkan dalam regulasi kepegawaian.
Zudan menegaskan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan job fit adalah untuk melakukan penempatan pejabat eselon II secara tepat. Mekanisme ini dilakukan melalui mutasi atau rotasi jabatan, bukan untuk mencabut jabatan secara paksa tanpa dasar yang jelas.
“Yang sudah duduk, diputar, dimutasi, ditempatkan dalam tempat yang fit. Jadi jobnya difitkan, dicocokkan. Jadi yang namanya uji kompetensi itu bukan mekanisme untuk menonjobkan eselon dua. Tidak,” tegas Zudan.
Ia menekankan bahwa sistem birokrasi yang sehat tidak dapat dibangun dengan cara menyingkirkan pejabat hanya karena alasan ketidaksesuaian yang tidak melalui evaluasi kinerja.
Baca Juga: Pemda Ogah Usulkan Pengangkatan PPPK Paruh Waktu, BKN Tak Mau Terbitkan NIP
BKN menyarankan agar para kepala daerah mengedepankan sistem evaluasi yang transparan, terukur, dan rutin terhadap para pejabat.
Menurut Zudan, jika memang ada alasan kuat untuk mengevaluasi kinerja seorang pejabat, maka harus dilakukan dengan cara yang benar. Evaluasi kinerja secara berkala seperti bulanan atau triwulanan dapat menjadi rujukan objektif dalam menilai kapabilitas pejabat.
“Dievaluasi kinerjanya secara rutin, secara periodik. Sanksi itu dijatuhkan karena disiplin pegawai. Ada pelanggaran hukum, pelanggaran netralitas, ada pelanggaran integritas, penyalahgunaan kewenangan, penyalahgunaan jabatan di sana,” jelasnya. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS