Destinasi Wisata Bhatu Kapala di Buton Utara, Ini Cerita di Baliknya

Aris

Reporter Buton Utara

Minggu, 11 Juli 2021  /  9:01 am

Batu berbentuk kapal laut. Foto: Aris/Telisik

BUTON UTARA, TELISIK.ID - Di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) tersimpan banyak tempat-tempat wisata unik dan penuh misteri yang belum diketahui masyarakat luas.

Di Kabupaten Buton Utara (Butur) sendiri ada satu tempat bersejarah yang belum diketahui masyarakat luas dan layak dikunjungi untuk berwisata, namanya Bhatu Kapala, dari bahasa Kambowa yang berarti batu kapal.

Wisata Bhatu Kapala terletak di wilayah timur Desa Mata, Kecamatan Kambowa, Kabupaten Butur, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Bhatu Kapala sendiri, oleh penduduk setempat dikisahkan dalam cerita rakyat, karena obyek utama di tempat ini adalah sebuah batu yang berbentuk sebuah kapal laut berukuran besar, memiliki panjang kurang lebih 40 meter dan lebar kurang lebih 11 meter.

 

Bhatu Kapala dilihat dari udara. Foto: Ist.

 

Batu berbentuk kapal ini berdiri tegak di atas batu karang di tepi pantai. Jika air laut sedang pasang, dilihat akan tampak sebuah kapal yang mengapung di air laut dan seperti sedang berlabuh.

Konon pada zaman dahulu ada sebuah kapal yang karam di tempat ini, sehingga lambat laun kapal yang karam ini menjadi batu dan telah ditumbuhi pepohonan dan menetap seperti yang disaksikan hingga saat ini.

Salah satu warga setempat yang berkunjung di Bhatu Kapala, Jarlis (32), kepada Telisik.id mengatakan, nama Bhatu Kapala ini berdasarkan cerita rakyat sejak dahulu, yakni kapal laut yang menjelma menjadi batu, sehingga disebutlah Bhatu Kapala dalam bahasa Kambowa, diartikan menjadi batu kapal.

"Dulu ada sekelompok orang yang mengarungi lautan hingga sampai di tempat ini. Tetapi kapal yang digunakan oleh rombongan itu karam di tepi pantai dan atas kehendak Tuhan, kapal tersebut menjadi batu," tutur Jarlis, Sabtu (10/7/2021).

Tak sampai di situ, Telisik.id lalu menemui tetua desa setempat, Syarifudin (69), untuk menggali informasi lebih mendalam terkait batu besar yang menyerupai kapal itu.

Baca juga: Wisata Alam Dusun Kangka Wakatobi, Sajian Kampung dalam Ekosistem

Syarifudin menuturkan, konon pertama kali kapal itu berlayar dari Makassar, Sulawesi Selatan, dan berlabuh di perairan Lawele, Pulau Buton. Dari Lawele, si pemilik kapal, La Kia Kia Mbarani (Kiai Berani) mendengar ada gadis cantik jelita yang melakukan tari-tarian di Bente di sekitar Desa Mata, sehingga membuat rombongan kapal mendatangi tempat tari-tarian itu.

Lanjut Syarifudin, Sampai di tempat itu Kiai Berani hendak melamar Wa Ode Tole yang merupakan gadis cantik. Pihak dari Wa Ode Tole pun menerima lamaran dari Kiai Berani, tetapi dengan syarat maharnya adalah pintu rumah Wa Ode Tole harus diganti dengan emas. Syaratnya pun dituruti oleh Kiai Berani. Kiai Berani lalu pamit untuk mencari emas di Pulau Jawa.

Berlayarlah ke Jawa rombongan Kiai Berani. Sampai di Jawa, Kiai Berani membeli emas. Lanjut cerita, setelah berlayar untuk kembali ke tempat Wa Ode Tole, saat memasuki perairan Sulawesi, muncul angin kencang yang disertai gelombang besar hingga menenggelamkan kapal rombongan Kiai Berani dan Kiai Berani mati tenggelam bersama kapalnya.

"Tapi ada ikan besar yang mengantarkan kapal itu di lokasi Bhatu Kapala, dan ikan yang membawa kapal itu juga mati terdampar disitu," tambahnya.

Sementara itu, Jarlis, pengunjung wisata Bhatu Kapala mengatakan, untuk saat ini yang berkunjung baru sebatas pengunjung lokal, yaitu dari penduduk Desa Mata atau desa tetangga.

"Maka tentunya kami masyarakat Desa Mata sangat mengharapkan Pemerintah Desa Mata membuka jaringan dengan pemerintah daerah untuk bekerjasama agar Bhatu Kapala dijadikan sebagai destinasi wisata yang layak dikunjungi," harapnya.

Ia mengatakan, dengan disulapnya Bhatu Kapala ini menjadi destinasi wisata yang layak, maka akan ramai warga yang berkunjung di tempat ini.

"Karena sampai hari ini wisata Bhatu Kapala ini belum tersentuh, sehingga tidak diketahui oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Butur atau masyarakat luas pada umumnya," ujarnya.

Lanjut Jarlis, di Bhatu Kapala sendiri tidak pernah sepi pengunjung, karena masyarakat Desa Mata setiap hari datang mencari ikan dengan cara memancing atau menjaring.

Baca juga: Komodo Ada di Rana Rugu Pota, Ini Sejarah Awalnya

Jarlis menambahkan, dengan dijadikannya Bhatu Kapala sebagai destinasi wisata yang layak, maka akan timbul ketertarikan masyarakat luas untuk berkunjung ke tempat ini.

"Dengan sendirinya akan datang ke Bhatu Kapala ini," imbuhnya.

Sementara itu pengunjung lainnya, Fahrul (39) mengatakan, tempat ini sebenarnya dari segi sejarah mempunyai latar belakang cerita rakyat yang sangat menarik yang tidak ditemukan di tempat lain.

"Jadi sangat dibutuhkan peran pemerintah untuk dibangun semacam jembatan lingkar atau apalah, sehingga orang bisa dengan mudah mengakses tempat ini," ujarnya.

Menurutnya, Bhatu Kapala sangat cocok untuk menjadi tempat wisata dengan latar belakang cerita rakyat. Dia berharap jalan menuju tempat ini diaspal untuk memudahkan akses para pengunjung.

Jika Anda berkunjung ke Bhatu Kapala, Anda akan menyaksikan ombak laut langsung dari Laut Banda. Anda juga disuguhkan dengan pemandangan tebing yang bercumbu dengan deburan ombak di sekitar Bhatu Kapala. Tidak hanya itu, di tempat ini Anda juga bisa memancing Ikan dan langsung membakar dan menyantapnya.

Untuk menuju ke Bhatu Kapala, dari pemukiman warga, Anda harus menyusuri jalan tani ke arah timur dengan menggunakan kendaraan roda dua melewati perkebunan jambu mete sekira kurang lebih 1 km. Setelah sampai di ujung jalan tani, Anda harus berjalan kaki menyusuri tepi pantai sekira kurang lebih 50 meter untuk sampai ke Bhatu Kapala.

Sebagai informasi, bagi Anda yang berminat untuk berkunjung di Desa Mata yang merupakan lokasi Bhatu Kapala, dari Ibu kota Kabupaten Butur menuju Desa Mata, anda bisa menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan jarak tempuh sekira 100 km dan waktu tempuh sekira 4 jam.

Sedangkan dari Kota Baubau menuju Desa Mata, Kecamatan Kambowa, Kabupaten Buton Utara menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua, jarak tempuh lebih dekat, sekira 70 km dan waktu tempuh 3 jam. (A)

Reporter: Aris

Editor: Haerani Hambali