Mengenal Tradisi Unik di Baubau: Festival Tuturangiana Batupoaro

Elfinasari

Reporter

Kamis, 17 Oktober 2024  /  6:49 pm

Pj Wali Kota Baubau, Muh Rasman Manafi saat menghadiri Ritual Tuturangiana Batupoaro. Foto: Ist

BAUBAU, TELISIK.ID – Festival Tuturangiana Batupoaro di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, merupakan salah satu festival budaya unik yang menyesuaikan dengan kondisi alam.

Festival ini adalah ritual adat yang berkaitan dengan batu yang disebut 'Batu Poaro', yang melambangkan sejarah kepergian “Sang Guru Besar” dan proses masuknya Islam di Buton. Ritual ini mengenang perjalanan Guru Besar Syeik Syaid Abdul Wahid.

Penjabat (Pj) Wali Kota Baubau, Muh. Rasman Manafi, menjelaskan bahwa pelaksanaan prosesi adat ini didasarkan pada pasang surut air laut, yang menjadikannya berbeda dari festival lainnya yang dapat dijadwalkan dengan pasti.

Baca Juga: Sorawolio Jadi Wilayah dengan Prevalensi Stunting Tertinggi di Baubau

“Jika festival lain bisa ditentukan waktunya, Festival Tuturangiana Batupoaro justru bergantung pada surutnya air laut. Jika terjadi perubahan iklim, waktu pelaksanaannya bisa bergeser ke sore atau bahkan subuh,” ungkapnya, Kamis (17/10/2024).

Ada dua alasan penting mengapa festival budaya ini perlu terus dilaksanakan. Pertama, untuk mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang penting bagi keberlanjutan sebuah bangsa.

“Masyarakat perlu menjaga budaya sebagai pilar kehidupan, serta melestarikan warisan kepada generasi mendatang. Oleh karena itu, pelaksanaan festival budaya oleh pemerintah adalah kewajiban, mengingat negeri ini sudah berusia ratusan tahun,” jelas Rasman.

Alasan kedua, festival ini berfungsi untuk menjaga identitas. Salah satu cara melestarikan identitas adalah melalui penyelenggaraan festival dan kegiatan budaya.

Baca Juga: Ratusan UMKM Ramaikan Hari Jadi Kota Baubau ke-483

Festival Tuturangiana Batupoaro, kata Rasman, merupakan bagian dari rangkaian Haroana Baubau 2024, menjadi ciri khas budaya Kota Baubau sebagai daerah pesisir. Penyebaran Islam di dunia, menurut Rasman, sering kali bermula dari wilayah pesisir, di mana para mubaligh berinteraksi dengan masyarakat setempat.

“Jadi, Festival Batupoaro bukan hanya soal penyesuaian dengan kondisi alam, tetapi juga mencerminkan identitas kita sebagai daerah maritim yang kaya dengan nilai-nilai keislaman,” ujar Rasman.

Wulan, warga Kecamatan Batupoaro, mengatakan bahwa tradisi ini biasanya dilaksanakan dalam satu hari. Festival ini umumnya diadakan saat perayaan ulang tahun kota atau Haroana Baubau.

“Pelaksanaannya hanya sehari. Ibu saya juga ikut menjaga talang untuk kande-kandea (pesta adat makanan),” kata Wulan. (B)

Penulis: Elfinasari

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS