Nestapa Petani Nilam Konawe, Harga Terjun Bebas dari Rp 2,5 Juta ke Angka Ratusan Ribu

Astrid Askar

Reporter

Senin, 26 Mei 2025  /  7:21 pm

Suasana prebunan Nilam di Kabupaten Konawe. Foto: Astrid Askar/Telisik

KONAWE, TELISIK.ID - Penurunan drastis harga minyak nilam di Konawe sejak awal tahun 2025 membuat petani terpukul. Mereka yang menggantungkan hidup dari penyulingan nilam kini menghadapi krisis ekonomi yang memprihatinkan.

Komoditas yang dulu menjanjikan kini menjadi beban berat dalam kehidupan sehari-hari para petani di pedesaan.

Harga jual minyak nilam di Konawe, Sulawesi Tenggara, anjlok tajam pada 2025. Penurunan ini memicu keresahan di kalangan petani nilam yang menggantungkan hidup dari komoditas unggulan tersebut.

Sebelumnya, harga minyak nilam bisa mencapai Rp 2,5 juta per kilogram. Namun kini, harga pasaran minyak nilam hanya berada di kisaran Rp800.000 per kilogram saja.

Perbedaan harga yang sangat besar ini menyebabkan banyak petani mengalami kerugian besar. Tak sedikit pula yang mulai meninggalkan usaha penyulingan nilam karena tidak lagi menguntungkan.

Baca Juga: Pemkab Buton Selatan Diganjar Penghargaan WTP ke-8

Petani nilam dari Kecamatan Wonggeduku Barat, Asrul (48), mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya saat ini.

“Biasanya dari 1 kilogram minyak bisa cukup buat belanja dan bayar sekolah anak,” kata Asrul kepada telisik.id, Senin (26/5/2025).

Ia menyebut bahwa ongkos produksi nilam sangat tinggi, tidak sebanding dengan harga jual sekarang. Menurutnya, biaya tanam hingga proses penyulingan membutuhkan modal yang tidak sedikit setiap musim.

“Sekarang tidak bisa lagi, karena harga jatuh. Kami rugi besar karena modal tanam dan penyulingan cukup tinggi,” lanjut Asrul.

Sementara seorang ibu rumah tangga yang juga menyuling minyak nilam di Besulutu, Desy Apriyani (38), merasakan hal serupa. Ia mengatakan biasanya mampu menghasilkan hingga 10 kilogram minyak nilam per musim. Namun kini hasil produksinya tak laku maksimal di pasar lokal.

“Dulu kami bisa menyuling sampai 10 kilogram minyak per musim dan laku cepat,” ungkapnya.

Kini pembeli datang dengan harga yang sangat rendah, sehingga sulit memperoleh keuntungan.

“Sekarang selain harganya rendah, pembelinya banyak dengan harga rendah. Kami bingung harus jual ke siapa,” lanjut Desy.

Ia menambahkan, para petani dan penyuling kini kesulitan memasarkan hasilnya ke luar daerah. Akses pasar yang terbatas dan tidak adanya dukungan logistik membuat keadaan makin sulit.

Mereka berharap adanya intervensi pemerintah dalam membuka pasar baru untuk produk nilam lokal.

Sementara itu, Muhidin (35), petani muda dari Kecamatan Konawe, menyampaikan keprihatinannya atas anjloknya harga nilam.

Ia menyebut hal ini menjadi penghalang utama dalam mendorong generasi muda terjun ke sektor pertanian. Ketidakpastian harga membuat banyak anak muda kehilangan semangat bertani.

Baca Juga: Puluhan Jemaah Haji Wakatobi Kloter 38 Dilepas ke Tanah Suci, Ada Sosok Milenial yang Diberangkatkan

“Anak muda sekarang makin sedikit yang mau tanam nilam karena tidak ada jaminan harga,” ujar Muhidin.

Ia menganggap sektor nilam bisa maju jika dikelola dengan sistem pemasaran dan harga yang stabil. “Kalau terus begini, tanaman nilam bisa ditinggalkan,” tambahnya.

Menurut Muhidin, sebenarnya tanaman nilam masih memiliki potensi besar untuk ekspor dan kebutuhan industri minyak atsiri. Namun potensi tersebut belum diiringi dengan regulasi harga yang bisa melindungi petani.

“Padahal ini potensi besar kalau dikelola dengan baik dan ada stabilitas harga,” ujarnya.

Kondisi ini membuat banyak petani mempertimbangkan untuk mengganti tanaman nilam dengan komoditas lain. (A)

Penulis:  Astrid Askar

Editor: Ahmad Jaelani

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS