Proyek Pembangunan Dua Patung Tokoh Sejarah Buton Dinilai Pelecehan Sejarah
Reporter Buton Selatan
Jumat, 29 April 2022 / 7:41 am
BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Proyek pembangunan dua patung tokoh sejarah Buton, Lamaindo dan Syekh Abdul Wahid di Kabupaten Buton Selatan (Busel), mendapat sorotan dari wakil ketua satu DPRD Busel, Aliadi.
Ia menilai proyek tersebut telah mengkerdilkan kebesaran kedua sosok tokoh tersebut.
"Proyek ini tidak sesuai dengan ekspektasi kami di DPRD. Harusnya sebelum dibangun, desain dan perencanaannya harus melalui seminar ilmiah. Sehingga proyek tersebut didasari dengan naskah kajian ilmiah," ungkap Aliadi kepada Telisik.id belum lama ini.
Tak hanya itu, kata dia, letak patung yang berada di dekat laut juga tidak representatif. Pasalnya, ketika musim barat tiba, seluruh ornamen termasuk patung tersebut akan dihantam ombak.
Misalnya patung Raja Tua Batauga, Lamaindo yang terletak di pelataran taman terbuka Kelurahan Lakambau, Kecamatan Batauga.
"Ini sama saja mengkerdilkan sosok tokoh sejarah kita. Harusnya pembangunannya sesuai dengan filosofisnya," tambahnya.
Perlu diketahui, Lamaindo dikenal sebagai Bapak Kamboru-mboru Talupalena atau bapak tiga golongan bangsawan yang berhak menjadi Sultan di Kesultanan Buton. Salah satu turunannya yang paling terkenal adalah Sultan Dayanu Ikhsanuddin.
Baca Juga: Tersisa 6 Bulan Masa Jabatan, Wali Kota Kendari Rombak Kabinet
Dayanu Ikhsanuddin adalah Sultan keempat Buton. Dari dia, ajaran Murtabat Tujuh diterapkan sebagai dasar hukum Pemerintahan Buton.
"Kita mau tahu dari mana sosok wajah Lamaindo ini diambil. Karena setahu saya, sampai sekarang tidak ada gambaran wajah maupun wujud Bapak Komboru-mboru ini," tegas Ketua DPD Hanura Busel itu.
Tidak hanya Lamaindo saja, namun patung sosok penyebar Islam di Negeri Khalifatulkhamis itu, Syekh Abdul Wahid juga tak luput dari sorotannya. Bagaimana tidak, jika wujud ulama besar itu digambarkan demikian, tak menutup kemungkinan akan dikultuskan oleh sebagian orang.
Dalam catatan sejarah panjang Buton, Syekh Abdul Wahid dikenal sebagai ulama yang berperan penting dalam merubah sistem Pemerintahan Buton dari kerajaan menjadi kesultanan bersama raja keenam sekaligus sultan pertama di Buton, Murhum.
"Dari mana mereka tahu wajahnya Abdul Wahid ini. Nah, bagaimana kalau ada yang mengkultuskan patung ini? tidak boleh begitu Pemda. Harus berpikir dulu sebelum membangun," kesalnya.
Menurutnya, bila ingin membangun wujud tokoh besar, harus dibarengi dengan simbol kebesarannya. Misalnya rencana pembangunan patung pahlawan nasional, Sultan Himayatuddin di Kotamara, Kota Baubau. Dalam perencanaannya, tinggi patung mencapai belasan sampai puluhan meter. Hal itu sesuai dengan filosofis kebesarannya.
"Tapi di Busel ini patungnya kecil sekali seperti tingginya anak TK. Kemudian ornamen pakaian yang digunakan semua modern. Apakah ini bukan sebuah penghinaan?," nilainya.
Ia berharap bukan hanya DPRD saja yang menyoroti fenomena ini. Para tokoh dan pemerhati budaya Buton juga patut mempertanyakan itu. Sebab itu berkaitan dengan sejarah panjang kebesaran Kesultanan Buton.
Baca Juga: Tambah Libur, ASN Muna Bersiap Disanksi
"Bagaimana mau dikatakan Bapak Pembangunan kalau membangun patung saja tidak berhasil. Dan tokoh budaya di Busel dan Buton pada umumnya juga harus mempertanyakan itu," tambahnya.
Aliadi meminta patung-patung itu dibongkar karena menurutnya, itu memalukan daerah.
"Kalau seperti Gajah Mada mungkin masih boleh karena wajahnya terlukis dalam sejarah nasional kita walaupun itu masih dalam perdebatan pada tingkat sejarahwan. Tapi kalau Lamaindo dengan Syekh Abdul Wahid ini tidak boleh dibiarkan. Pelecehan sejarah ini," pungkasnya.
Informasi yang dihimpun tim Telisik.id, proyek tersebut melekat di Dinas Kebudayaan. Namun saat dijajaki pada laman Sirup LKPP Busel tahun 2021 dan 2022, item belanja kegiatan tersebut tidak ditemukan. (C)
Reporter: Deni Djohan
Editor: Haerani Hambali