Sandiaga Uno Bicara Soal Kriminalisasi Wartawan Buton Tengah

Muhammad Israjab

Reporter

Selasa, 11 Februari 2020  /  1:35 pm

Sandiaga Salahudin Uno, turut mengkritik aparat yang mengkriminalisasi wartawan. Foto: Muhammad Israjab/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID - Kriminalisasi wartawan yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Buton Tengah Provinsi Sulawesi Tenggara, dimana Mohammad Sadli Saleh (33), dijebloskan ke penjara setelah tulisannya dianggap mengkritik.

Tulisannya dimuat di media Liputanpersada.com, yang menyoroti pembangunan jalan di wilayah itu. berjudul 'Abracadabra : Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat'.

Buntut dari berita tersebut, Sadli dilaporkan oleh Kepala Bagian Hukum Pemkab Buton Tengah, Akhmad Sabir dan Kadis Kominfo Buteng, La Ota, atas instruksi dari Bupati Samahudin.

Setelah proses yang terjadi, kepolisian kemudian menahan Sadli. Pada 20 Januari 2020, kasus Sadli mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Pasarwajo. 

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejakasaan Negeri Buton, Sadli didakwa melanggar pasal 45 A ayat 2 Jo pasal 28 ayat 2, pasal 45 ayat 3 jo pasal 27 ayat 3 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Terjadinya hal ini membuat reaksi beragam dari para tokoh di negeri ini. Sebut saja politikus sekaligus Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno yang biasa di panggil Bang Sandi.

Saat ditemui di salah satu hotel di Kendari saat membuka acara Partai Gerindra, Senin (10/2/2020), Sandi mengatakan, insan pers adalah mitra dalam pembangunan khususnya daerah.

"Merupakan salah satu pilar demokrasi kita, yang mana pers hadir untuk memberitakan secara akurat dengan narasi yang positif. Menghadirkan optimisme, sebagai mitra maka kita harus melindungi," ucapnya.

Baca Juga : 

Sandiaga menjelaskan, tidak boleh melakukan persekusi atau melakukan kekerasan kepada para pewarta tersebut. 

"Kita harapkan aparat hukum melindungi (insan pers). Itu yang masyarakat inginkan, mendapatkan berita-berita yang akurat dan bisa  menjadi kontrol sosial bagi pembangunan bangsa," ujarnya.

Sandi juga berharap agar kasus-kasus seperti ini tidak berulang. Bahwa jika sudah menjabat apalagi sudah memimpin di level pimpinan daerah, mestinya harus mampu menerima masukan atau kritik.

"Kita mesti bisa menerima kritik positif, negatif juga kritik konstruktif. Kadang-kadang kita harus tersinggung, tapi ini adalah bagian posisi kita sebagai pimpinan serta bagian dari masyarakat," kata Sandiaga Uno.

Imbas dari kritikan Sadli ini, ikut merembet kepada keluarganya. Istri Sadli, Siti Marfuah (34), mulai dipermasalahkan di DPRD.

Marfuah mengaku, setelah tulisan yang dipersoalkan itu terbit, ia pernah dipanggil oleh Sekretaris DPRD Buton Tengah. Ia diminta mengingatkan suaminya untuk berhenti memberitakan masalah Simpang Lima Labungkari.

Pada September 2019, Marfuah dicoret sebagai penerima honor di Sekretariat DPRD Buton Tengah. Honor Rp680 ribu berdasarkan SK Bupati Buton Tengah akhirnya distop. Pengabdiannya sebagai tenaga honorer sejak 2015 berakhir.

Reporter: Muhammad Israjab
Editor: Rani