Simak Sejarah Panjang Wayang di Indonesia, Jenis dan Fungsinya
Reporter
Selasa, 22 Februari 2022 / 11:12 am
JAKARTA, TELISIK.ID - Salah satu permainan pertunjukan yang dimainkan sebagian masyarakat Indonesia adalah wayang atau yang juga dikenal dengan wayang Kulit.
Mengutip kemdikbud.go.id, wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya.
Wayang yang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang ini adalah pertunjukan yang menarik perhatian penonton dengan alur cerita memukau yang dieksekusi dengan mahir oleh dalang.
Wayang terbuat dari kulit kerbau dan dirancang dengan rumit, hingga ke detail kostum dan warna yang paling kecil, untuk membantu penonton membedakan antara karakter yang berbeda.
Dalam pertunjukannya, dalang akan menceritakan kisah raja, putri, raksasa, dan ksatria, menggunakan gerakan tangan cekatan dan narasi.
Sementara itu, dalam pertunjukan tradisional menggunakan seprai katun dan lampu minyak untuk menciptakan permainan cahaya, bola lampu listrik atau sumber cahaya lain digunakan saat ini.
Sejarah Wayang
Melansir tirto.id, wayang merupakan pertunjukan wayang kulit klasik Jawa yang diketahui berkembang sejak sebelum abad ke-10.
Wayang terkenal dengan pertunjukannya yang rumit dan diatur dan bentuk cerita kuno ini berasal dari Pulau Jawa di Indonesia.
Istilah pewayangan berasal dari kata Indonesia untuk "bayangan". Wayang kulit dengan menggunakan figur yang terbuat dari kulit kerbau, dianggap sebagai bentuk wayang tertua yang berdiri sendiri, referensi paling awal untuk wayang jenis itu berasal dari tahun 800-an.
Namun, sebenarnya banyak versi terkait sejarah wayang dan bagaimana wayang pertama kali menjadi tradisi pertunjukan di Indonesia.
Mengutip Suara.com - jaringan Telisik.id, Wayang kulit sendiri sudah tercatat ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Tentu, jauh sebelum cerita Mahabarata dan Ramayana masuk ke Indonesia. Awalnya, wayang kulit digunakan sebagai medium untuk memanggil arwah leluhur dan melakukan pemujaan.
Hal ini dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat Jawa kuno, yang masih melakukan ritual penyembahan pada arwah leluhur. Pemujaan ini dilakukan melalui pagelaran wayang.
Kemudian seiring berjalannya waktu masuklah pengaruh Hindu ke Jawa. Pada era tersebut, pembawa agama Hindu melihat wayang kulit bisa jadi media penyebaran ajaran yang efektif. Baru kemudian epos Mahabarata dan Ramayana diadaptasikan ke dalam penceritaan wayang.
Lambat laun orientasi pagelaran wayang bergeser, dari yang tadinya pemujaan arwah leluhur menjadi menceritakan kisah dua epos besar tersebut. Akulturasi yang terjadi bisa dikatakan berjalan lancar, sehingga Hindu bisa diterima di Jawa pada masa tersebut.
Setelah berhasil digunakan oleh kebudayaan Hindu untuk masuk dan menyebarkan ajarannya, hal yang sama juga dilakukan oleh tokoh yang disebut Wali Songo. Kesembilan Wali ini kemudian menjadi tokoh besar penyebaran agama Islam di tanah Jawa, dengan cara yang serupa dengan agama Hindu.
Baca Juga: Mistik: Penampakan Sesosok Wanita Tertangkap Kamera Saat Video Call, Bikin Gadis Ini Tak Bisa Tidur
Penyebaran agama dengan menggunakan wayang ini juga dianggap efektif karena pada masa tersebut wayang menjadi salah satu seni kerakyatan yang memiliki banyak sekali peminat. Dengan keahlian penceritaan dan penyisipan pesan ajaran agama Islam, penyebarannya berjalan sukses selama periode waktu tertentu.
Sementara itu, mengutip situs Arts and Culture, terdapat 8 tipe wayang yang ada di Indonesia:
1. Wayang Purwa
Ini dianggap sebagai gaya tertua dan gaya wayang paling populer yang banyak digunakan. Pegangan wayang utama yang secara tradisional terbuat dari tanduk kerbau berada di tengah dan memegang seluruh bagian wayang mulai dari kaki, pinggang, dada, hingga kepala dan rambutnya.
2. Wayang Parwa
Wayang parwa adalah wayang dari Bali. Wayang jenis ini biasanya dibawakan dengan menggunakan 'blencong', cahaya tertentu yang berasal dari perunggu yang diisi dengan lilin minyak kelapa.
3. Wayang Betawi
Wayang Betawi adalah gaya tertentu yang populer di kalangan masyarakat dan budaya Betawi. Budaya Betawi berakar di Batavia atau ibu kota Indonesia saat ini Jakarta.
4. Wayang Sasak
Gaya wayang ini berasal dari Nusa Tenggara Barat, di bagian timur Indonesia. Gaya Wayang ini dikembangkan agar portabel bersama dengan alat musik yang disederhanakan.
5. Wayang Palembang
Gaya wayang ini populer di Palembang, bagian selatan Pulau Sumatera. Wayang jenis ini memiliki pilihan penggunaan warna yang berbeda dengan wayang yang dikembangkan di Jawa. Wayang ini mengadaptasi bahasa Melayu Palembang dalam pementasannya, ada orkestra gamelan dan juga rebana.
6. Wayang Cirebon
Wayang Cirebon populer di daerah Cirebon di Jawa Barat. Wayang ini dibawakan dengan menggunakan campuran bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Pilihan warna pada wayang biasanya berani, warna kontras.
7. Wayang Kancil
Wayang tidak selalu menampilkan cerita tentang bangsawan dan dewa. Ada juga gaya yang hanya menampilkan cerita yang berhubungan dengan hewan. Yang paling terkenal adalah kancil, yang dikenal suka mencuri mentimun.
8. Wayang Ukur
Gaya wayang ini dianggap sebagai wayang kontemporer. Gaya ini berkembang pada tahun 70-an. Gaya tersebut mendobrak standar tradisional pembuatan wayang. Wayang Ukur menawarkan standar pertunjukan yang lebih sederhana dengan memanfaatkan musik digital.
Fungsi Wayang:
Mengutip jurnal berjudul "Sejarah Perkembangan dan Perubahan Fungsi Wayang dalam Masyarakat", fungsi wayang adalah sebagai media efektif dalam menyampaikan pesan, informasi dan pelajaran.
Wayang dulu digunakan sebagai media efektif dalam menyebarkan agama mulai dari agama Hindu sampai agama Islam. Karena begitu luwesnya wayang hingga saat ini eksistensinya masih kuat dan digunakan untuk berbagai keperluan.
Baca Juga: Kendari Undercover: Berawal dari Temanan Hingga Hubungan Terlarang
Fungsi asalnya, wayang merupakan ritual yang ditujukan untuk roh leluhur bagi penganut kepercayaan “hyang". Selanjutnya, wayang mengalami pergeseran peran, yaitu sebagai media komunikasi sosial.
Dalam lakon-lakon yang ditampilkan dalam pewayangan biasanya menyimpan beberapa nilai, seperti pendidikan, kebudayaan dan ajaran-ajaran dari filsafat Jawa. Peran ini lambat laun mengalami pergeseran, hingga wayang hanya sebatas hiburan atau tontonan. (C)
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali