Sisi Kelam Gerakan 30 September 1965 dan Alasan Soeharto Lolos dari Target Resimen Cakrabirawa

Ahmad Jaelani

Reporter

Sabtu, 21 September 2024  /  9:40 am

Peristiwa G30S yang menewaskan sembilan perwira TNI AD dan satu anggota Polri memicu berbagai teori tentang peran Soeharto dalam peristiwa tersebut. Foto: Repro Wikipedia/Tirto

KENDARI, TELISIK.ID - Gerakan 30 September 1965 (G30S) meninggalkan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Peristiwa ini menargetkan para jenderal TNI AD yang diduga menjadi bagian dari Dewan Jenderal, sebuah kelompok yang diyakini hendak menggulingkan Presiden Soekarno.

Namun, ada satu hal yang sering menjadi pertanyaan: mengapa Mayjen Soeharto, seorang jenderal penting pada saat itu, tidak diculik atau dibunuh dalam peristiwa G30S?

Padahal, posisi Soeharto sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) seharusnya menjadikannya target utama. Banyak pihak mempertanyakan alasan di balik lolosnya Soeharto dari daftar target penculikan oleh pasukan Cakrabirawa.

Beberapa teori berkembang terkait hal ini, salah satunya adalah bahwa Soeharto dianggap loyalis Bung Karno, sehingga tidak dianggap sebagai ancaman bagi kelompok yang melakukan penculikan.

Mengutip intisari.grid.id, Kolonel Abdul Latief, salah satu tokoh kunci dalam peristiwa G30S, pernah memberikan kesaksian di Mahkamah Militer. Menurutnya, nama Soeharto tidak dimasukkan dalam daftar target penculikan karena dianggap loyal kepada Presiden Soekarno.

Latief juga mengungkapkan bahwa sebelum G30S terjadi, ia telah melaporkan rencana penculikan kepada Soeharto. Pertemuan tersebut terjadi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, tempat dimana Soeharto sedang menjaga anak bungsunya yang dirawat akibat luka bakar.

Baca Juga: Begini Strategi Nabi Muhammad dalam Investasi

Namun, ada versi lain dari cerita ini. Dalam wawancara dengan Der Spiegel pada tahun 1970, Soeharto mengklaim bahwa Latief sebenarnya datang dengan niat jahat.

Menurut Soeharto, Latief bahkan berencana untuk membunuhnya, tetapi mengurungkan niatnya karena situasi yang tidak memungkinkan. Kesaksian Soeharto tentang pertemuan ini sering berubah-ubah, menimbulkan spekulasi tentang kebenaran di balik kejadian tersebut.

Peristiwa G30S yang menewaskan sembilan perwira TNI AD dan satu anggota Polri memicu berbagai teori tentang peran Soeharto dalam peristiwa tersebut. Beberapa pihak menduga bahwa Soeharto sebenarnya mengetahui rencana penculikan para jenderal, tetapi tidak melakukan apa-apa untuk mencegahnya.

Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Soeharto mungkin terlibat dalam konspirasi yang lebih besar, memanfaatkan G30S sebagai sarana untuk mengamankan posisinya di militer dan politik.

Teori ini semakin diperkuat oleh pandangan sejarawan seperti Wertheim, yang mengemukakan bahwa Soeharto mungkin menggunakan G30S sebagai alat untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan para pemimpin TNI AD yang dianggap tidak mampu mengatasi tantangan PKI.

Dalam teori ini, Sjam Kamaruzaman, tokoh penting dalam G30S, diyakini bukan anggota PKI sejati, melainkan agen yang disusupkan oleh Soeharto untuk memperkuat rencana kudetanya.

Dengan satu gerakan, Soeharto berhasil menghancurkan pimpinan TNI AD yang tidak memuaskannya sekaligus mengeliminasi PKI sebagai musuh utama TNI. Setelah peristiwa G30S, Soeharto bergerak cepat untuk mengambil alih kekuasaan dan mengakhiri era kepemimpinan Presiden Soekarno.

Langkah ini diikuti oleh tindakan militer yang brutal terhadap simpatisan PKI, menewaskan ribuan orang yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut.

Baca Juga: Begini Cerita Awal Raja Kera Sun Gokong, Punya Kesaktian 72 Perubahan Bentuk, Sekali Salto Tembus Ribuan Kilometer

Pada akhirnya, peran Soeharto dalam G30S tetap menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan peneliti. Ada yang meyakini bahwa Soeharto hanyalah korban dari situasi yang terjadi, sementara yang lain melihatnya sebagai dalang yang memanfaatkan peristiwa tersebut untuk mencapai tujuannya.

Namun, satu hal yang pasti, lolosnya Soeharto dari target penculikan G30S memiliki dampak besar terhadap perjalanan sejarah Indonesia.

Peristiwa ini menjadi titik balik dalam karier militer Soeharto, yang kemudian melangkah ke panggung politik nasional dan akhirnya mengambil alih kekuasaan sebagai Presiden Indonesia selama lebih dari tiga dekade.

Hingga kini, misteri seputar peran Soeharto dalam G30S tetap menjadi topik yang menarik untuk dikaji, menggambarkan betapa kompleksnya sejarah politik Indonesia pada masa itu. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS