Soal Mega Proyek Jalan Lingkar, Pemkot Baubau Diimbau Selektif, Profesional dan Independen

Deni Djohan

Reporter Buton Selatan

Selasa, 02 November 2021  /  9:37 am

Jalan poros Baubau Ereke. Foto: Repro google.com

BAUBAU, TELISIK.ID - Empat megah proyek jalan lingkar Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau yang menggunakan dana pinjaman daerah tahun 2021 kini menjadi perhatian publik.

Pemkot diimbau agar selektif, profesional dan independen menjalankan tugas sesuai mekanisme berdasar pada ketentuan perundang-undangan.

Keempat paket tersebut kini tengah dalam proses tender. Adapun keempat paket tersebut masing-masing, peningkatan jalan lingkar ruas II Waborobo-Batu poopi dengan paku anggaran Rp 41.660.803.880, peningkatan jalan lingkar ruas II Bukit Asri-Batupoopi dengan paku anggaran Rp 40.423.956.090.

Kemudian peningkatan jalan lingkar ruas II Sorawolio-Bukit Asri dengan paku anggaran Rp 40.044.499.770 dan peningkatan jalan lingkar ruas Bungi-Sorawolio tahap IV dengan paku anggaran Rp 43.935.903.386.

Dikutip pada laman LPSE Kota Baubau, untuk pekerjaan Peningkatan Jalan Lingkar Ruas Bungi - Sorawolio Tahap IV dengan kode tender 3784405, sebanyak 46 perusahaan ikut mendaftar.

Dari jumlah itu, hanya 4 perusahaan yang memasukkan penawaran. Di urutan pertama, PT Meutia Segar dengan nilai penawaran Rp. 35.118.139.892,38. Urutan dua PT Rajasa Tomax Globalindo, nilai penawaran Rp 35.121.463.600,70.

Selanjutnya pada urut tiga, PT Putra Nanggroe Aceh dengan nilai penawaran Rp. 39.908.888.000,00. Urutan empat, PT Garugga Cipta Pratama, nilai penawaran Rp  40.914.746.253,20.

Untuk proyek Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Bukit Asri - Batu Popi dengan kode tender 3795405, ada 42 pendaftar. Yang memasukkan penawaran hanya tiga perusahaan, dimana PT Cikools Ara Prima menjadi penawar terendah yakni Rp. 33.409.039.670,97.

Menyusul PT Putra Nanggroe Aceh, nilai penawaran Rp. 33.816.805.000,00 lalu PT Meutia Segar dengan nilai penawaran Rp. 39.660.263.441,35.

Selanjutnya  paket pekerjaan Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Sorawolio - Bukit Asri, kode tender 3794405. Tercatat 42 peminat, namun yang memasukkan penawaran hanya 5 perusahaan.

Kelima perusahaan tersebut masing-masing PT Putra Nanggroe Aceh dengan nilai penawaran terendah Rp 32.816.000.000,00. Lalu PT Dian Perdana Karsa dengan nilai penawaran Rp. 33.930.528.051,01.

Kemudian PT Fatdeco Tama Waja Rp. 34.430.655.848,17, PT Adta Surya Prima Rp. 35.915.747.103,71 dan PT Merah Putih Alam Lestari Rp. 38.485.366.786,34.

Sementara pada paket proyek Pembangunan Jalan Lingkar Ruas 2 Waborobo - Batu Popi dengan kode tender 3796405, terdapat 41 peminat. Yang memasukkan penawaran hanya dua perusahaan, masing-masing PT. Putra Nanggroe Aceh Rp. 34.930.999.000,00 dan PT Mahardika Permata mandiri Rp. 40.582.485.743,71.

Dari empat paket proyek itu, terlihat PT Putra Nanggroe Aceh ikut secara keseluruhan memasukkan penawaran, dimana pada dua paket, perusahaan itu menjadi penawar terendah.

Terkait pelaksanaan lelang proyek itu, praktisi hukum Kota Baubau, Herdiman SH angkat bicara. Dia menghimbau pemerintah Kota Baubau, dalam hal ini panitia lelang agar selektif, profesional dan independen menjalankan tugas sesuai mekanisme berdasar pada ketentuan perundang-undangan.

"Untuk menjadi pantia lelang itu tidak sembarang. Mereka (panitia lelang) punya sertifikasi, sehingga kerja-kerja yang dilakukan harus profesional sesuai dengan sertifikasi yang didapat, dengan menghindari intervensi pemangku kebijakan," beber Herdiman.

Kata Herdiman, yang perlu juga menjadi pertimbangan adalah terjadinya monopoli pekerjaan yang berdampak pada persaingan usaha tidak sehat.

Ketika muncul persaingan tidak sehat, patut diduga terjadi potensi persengkokolan. Hal itu merujuk pada Undang-undang Cipta Kerja.

Herdiman mencontohkan indikasi permainan yang bisa saja dilakukan, misalnya persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender/lelang, meliputi jumlah peserta tender yang lebih sedikit dari jumlah peserta tender dari lelang sebelumnya.

Kemudian harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender sebelumnya, oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.

"Ada banyak modus dalam hal monopoli pekerjaan. Ada persekongkolan sesama peserta tender, ada juga yang memasukkan penawaran dalam pekerjaan yang sama, dengan menggunakan perusahaan berbeda, tetapi satu pengusaha," jelas Herdiman.

Pria yang juga mantan aktivis Kota Baubau ini menambahkan, selain hal-hal yang telah tersebut, modus permainan lainnya yaitu, ada indikasi selisih harga yang diajukan pemenang tender dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alasan tidak wajar atau tidak dapat dijelaskan.

Herdiman mewarning Pokja agar konsisten terhadap metode pengadaan sebagaimana yang tertuang dalam berita LPSE Kota Bauubau, yaitu menggunakan harga penawaran terendah dengan sistem gugur.

Baca Juga: RDP Terkait Monopoli Proyek di Mubar Ricuh

Baca Juga: Hapus Daftar Merah, Pemkab Muna Targetkan APBD 2022 Tuntas Sebelum 30 November

Tentunya dengan pertimbangan penawar terendah mempunyai kualisfikasi perusahaan yang memenuhi syarat baik secara teknis, adminstrasi dan biaya.

"Dengan sistem penawar terendah itu, negara atau daerah tentu diuntungkan dengan selisih harga. Daerah bisa lebih berhemat. Selisih anggaran itu, bisa dimanfaatkan untuk sektor pembangunan lain yang dibutuhkan masyarakat," katanya.

Olehnya itu, Herdiman mengajak seluruh element masyarakat serta Aparat Penegak Hukum (APH), untuk ikut memantau pekerjaan tersebut.

Harapannya, tidak lain agar tercipta iklim kerja yang baik dalam setiap proses tender. Tentunya berdampak pula dengan kualitas pekerjaan dari para kontraktor sehingga hasilnya dapat dirasakan dengan baik oleh daerah.

Tim Telisik.id sudah berusaha melakukan konfirmasi, namun hingga berita ini dibuat Kabag Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ), Kota Baubau, Drs Ahmad Basri dan ketua kelompok kerja (pokja)nya belum dapat ditemui. (B)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Fitrah Nugraha