RDP Terkait Monopoli Proyek di Mubar Ricuh
Sunaryo, telisik indonesia
Senin, 01 November 2021
0 dilihat
Kericuhan pada saat RDP DPRD Mubar
" dalam RDP itu, mereka tidak memiliki hak untuk berbicara atau mengeluarkan pendapat "
MUBAR, TELISIK.ID - Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dan Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Muna Barat (Mubar), terkait dugaan adanya monopoli proyek berjalan ricuh, Senin (1/11/2021).
Kericuhan itu, bermula ketika Koordinator Aliansi Mahasiswa Laworo Menggunggat, La Ode Yasir berdebat dengan Ketua DPRD Mubar, Wa Ode Sitti Sariani Illaihi akibat tidak terlalu mendalami aduan yang mereka sampaikan terkait jumlah proyek yang dimenangkan CV Adhid Jhompy dan CV Ghaniyu Qootahu Mandiri.
Saat itu, tiba-tiba, muncul seorang pemuda yang mengenakan pakaian hitam ingin menghentikan Yasir. Keributan pun terjadi di dalam hingga keluar ruangan.
"Saya tidak tahu apakah preman atau siapa. Jelasnya, dia suruh saya diam. Dari situ, saya langsung usir dia keluar ruangan," kata Yasir.
Yasir mengaku, dalam RDP itu, mereka tidak memiliki hak untuk berbicara atau mengeluarkan pendapat.
Hanya saja, yang ia kesalkan, anggota DPRD terkesan tidak mendalami aduan yang mereka telah serahkan.
Baca Juga: Hapus Daftar Merah, Pemkab Muna Targetkan APBD 2022 Tuntas Sebelum 30 November
Baca Juga: Pemkab Buton Tindak Lanjuti WNI Eks Sandera Abu Sayyaf
"Kami kesal, karena anggota DPRD hanya mendengarkan keterangan dari kabag ULP tanpa ada data. Padahal, jelas-jelas, paket proyek yang dimenangkan dua perusahaan itu sudah kita serahkan ke ketua dan wakil ketua DPRD," ujarnya.
Di RDP itu, Kabag ULP, Sabir menyampaikan bahwa untuk CV Adhid Jhompy hanya mendapatkan empat paket. Sedangkan, CV Ghaniyu Qootahu Mandiri, lima paket yang telah dikurangi dua paket, sehingga tinggal tiga paket kontruksi.
"Dari penjelasan kabag ULP itu, semuanya bertentangan dengan data yang kami dapatkan di LPSE. Anehnya, anggota DPRD seolah percaya itu. Data yang kami serahkan, tidak didalami," beber Yasir.
Yasir menerangkan, dari hasil penelusuran di LPSE, tahun ini, CV Adhy Jhompy mendapatkan 8 paket kontruksi. Sedangkan, CV Ghaniyu Qootahu Mandiri 12 paket kontruksi. Tentunya, dengan jumlah paket yang didapat dua perusahaan itu telah bertentangan dengan peraturan LKPP nomor 12 tahun 2021 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Batas maksimal satu tahun itu, perusahaan hanya bisa mendapatkan lima paket kontruksi (di luar pengadaan) baik yang bersumber dari reguler maupun perubahan," bebernya.
Atas kejadian itu, ia sangat menyayangkan sikap para anggota DPRD yang terkesan menjadikan RDP hanya untuk menggugurkan kewajiban terhadap aduan yang masuk.
"Prinsipnya, kita tidak akan berhenti di sini. Persoalan kebijakan inprosedural terhadap lelang proyek di ULP akan terus kami suarakan, karena kami nilai ada indikasi KKN yang terjadi," pungkasnya. (B)
Reporter: Sunaryo
Editor: Fitrah Nugraha