TAP MPR Perihal KKN Soeharto Dihapus dan Pemberhentian Gus Dur Dipulihkan

Ahmad Jaelani

Reporter

Rabu, 25 September 2024  /  8:27 pm

Presiden ke-2 RI, Soeharto (kiri), dan Presiden ke-4 RI, KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Foto: Wikipedia

JAKARTA, TELISIK.ID - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) membuat keputusan yang dianggap penting dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024, yakni pencabutan nama mantan Presiden Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998, Rabu (25/9/2024).

Ketetapan ini sebelumnya menegaskan perlunya penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), di mana nama Soeharto disebut secara eksplisit.

Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyampaikan keputusan itu secara resmi. Menurutnya, penyebutan nama Soeharto dalam TAP MPR tersebut sudah tidak relevan karena mantan presiden itu telah wafat.

“Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, secara diri pribadi dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” jelas Bamsoet, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Sebelumnya, TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 Pasal 4 secara tegas mengamanatkan pemberantasan KKN dan mencantumkan nama Soeharto sebagai pihak yang harus diselidiki.

Keputusan untuk mencabut nama Soeharto ini diambil setelah adanya surat dari Fraksi Golkar yang disampaikan pada 18 September 2024. Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti dalam rapat gabungan MPR pada 23 September 2024.

Baca Juga: Isu Akun Fufufafa dan Private Jet, Prabowo dan Gibran Jarang Terlihat Bareng Jelang Pelantikan

Walau secara yuridis TAP MPR tersebut masih berlaku, Bamsoet menekankan bahwa proses hukum terhadap Soeharto telah selesai mengingat Presiden ke-2 RI itu telah meninggal dunia.

Pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR ini dinilai sebagai bentuk penyelesaian hukum yang diambil sesuai dengan prinsip etika dan peraturan yang berlaku.

“Status hukum TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 dinyatakan masih berlaku oleh TAP MPR Nomor 1 tahun 2003,” kata Bamsoet.

Rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto berakhir pada 21 Mei 1998, ketika ia mengundurkan diri setelah mendapat tekanan besar dari mahasiswa dan masyarakat yang kecewa dengan krisis moneter.

Dalam TAP MPR Nomor 11/1998, diamanatkan perlunya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari KKN, termasuk melakukan investigasi terhadap dugaan KKN yang melibatkan Soeharto. Namun, proses hukum terhadap Soeharto sering kali terkendala, terutama karena alasan kesehatan.

Sementara itu, pada sidang yang sama, MPR juga memutuskan untuk mencabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang sebelumnya mencabut kekuasaan Presiden Soekarno.

Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa tuduhan Soekarno melindungi Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah tidak lagi relevan. Dengan dicabutnya TAP tersebut, nama Soekarno dipulihkan secara resmi.

Keputusan penting lainnya yang diambil dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR ini adalah terkait pemulihan nama baik Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. MPR resmi mencabut TAP MPR Nomor II Tahun 2001 yang menjadi dasar pemberhentian Gus Dur sebagai presiden.

Pada saat itu, Gus Dur dinilai melanggar haluan negara karena tidak hadir dan menolak memberikan laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR.

Baca Juga: Jokowi Kecam Serangan Israel Tewaskan 500 Orang, Menlu Retno Khawatir Kondisi Ribuan TNI di Lebanon

Menurut Wakil Sekjen PKB, Eem Marhamah Zulfa, pencabutan TAP MPR Nomor II Tahun 2001 merupakan bagian dari pemulihan nama baik Gus Dur. Hal ini didasarkan pada TAP MPR Nomor I Tahun 2003 yang memberikan ruang bagi pemulihan nama baik tokoh-tokoh nasional.

“Pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid melalui Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 6 akan menjadi legasi besar bagi MPR periode 2019-2024,” kata Eem Marhamah.

Sidang ini menjadi penutup dari perjalanan panjang MPR Periode 2019-2024 dalam mengambil sejumlah keputusan krusial terkait sejarah dan masa depan politik Indonesia.

Keputusan yang diambil pada sidang tersebut dipandang sebagai langkah penting dalam mewujudkan rekonsiliasi nasional dan penyadaran kolektif mengenai pentingnya memahami kembali perjalanan bangsa.

MPR, melalui Ketua Bambang Soesatyo, menekankan bahwa semua keputusan ini diambil berdasarkan prinsip keadilan dan upaya menjaga persatuan bangsa.

“MPR yang saya hormati, seluruh hal di atas dilaksanakan oleh pimpinan MPR sebagai bagian dari penyadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional,” ujar Bamsoet. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS