Tuai Polemik, Berikut Pasal-Pasal Kontroversial RKUHP
Reporter
Rabu, 13 Juli 2022 / 11:21 am
JAKARTA, TELISIK.ID - Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah diserahkan pemerintah ke DPR RI pada Rabu (6/7/2022) kemarin.
Dari draft final RKUHP tersebut, terdapat sederet pasal kontroversial yang menjadi perhatian dan perbincangan masyarakat. Bahkan berbagai kalangan pun angkat bicara terkait RKUHP tersebut.
Draf RKUHP itu diklaim pemerintah sudah mengakomodir perbaikan dari hasil masukan masyarakat.
Melansir Suara.com - jaringan Telisik.id, berikut pasal kontroversial RKUHP yang tengah jadi sorotan publik:
1. Draf RKUHP: Zina dipenjara 1 tahun dan kumpul kebo dipenjara 6 bulan
Dalam draf RKUHP, mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebo dengan ancaman hukuman berbeda-beda. Bagi orang yang melakukan perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri, hukumannya diatur dalam pasal 415 dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.
Pada Pasal 415 ayat 2 dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Sementara itu, untuk hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam pasal 416 yang disebut bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan terancam pidana selama 6 bulan.
Pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau bisa juga orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
2. Draf RKUHP: Pelaku santet sipenjara 1,5 tahun
Ketentuan mengenai kekuatan gaib juga diatur dalam RKUHP. Mereka yang menyatakan diri atau menawarkan jasa kekuatan gaib untuk menyakiti orang lain alias santet bisa diancam pidana penjara.
Baca Juga: Momen Idul Adha, Harga BBM dan Elpiji Naik
Bahkan bila perbuatan itu dilakukan untuk mencari keuntungan maka ancaman pidananya menjadi lebih berat. Pelaku santet ini dapat ancaman penjara paling lama 1 tahun 6 bulan menurut pasal 252.
Dalam penjelasannya, aturan ini bertujuan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat yang punya kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain.
3. Draf RKUHP: Penista agama dipenjara 5 tahun
Draf RKUHP pun mengatur mengenai kehidupan beragama menyangkut tindak pidana penistaan agama. Hal ini tertuang dalam pasal 302 RKUHP yang menyatakan setiap penista agama di Indonesia akan dihukum penjara paling lama 5 tahun.
Sementara itu, untuk orang yang menyebarkan informasi mengenai penistaan agama melalui sarana teknologi akan menerima hukuman yang sama, yakni kurungan penjara paling lama 5 tahun.
4. Draf RKUHP: Hina DPR, Polri, Kejaksaan dipenjara 1,5 tahun
Dalam pasal 351 RKUHP diatur tentang tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan hukum dan lembaga negara. Dijelaskan bahwa kekuasaan hukum atau lembaga negara yang dimaksud dalam pasal ini antara lain DPR, DRPD, Polri, dan Kejaksaan.
Ancaman untuk pelaku penghinaan ini paling lama 1 tahun 6 bulan penjara. Namun ancaman pidana meningkat maksimal 3 tahun jika tindak pidana mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, seperti yang sudah diatur di pasal 351 ayat 2.
Sementara itu, pasal 351 ayat 3 menyatakan tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara hanya bisa dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
5. Draf RKUHP: Hina presiden dipenjara 3,5 tahun
Draf RKUHP pun mengatur larangan penyerangan terhadap presiden dan wakil presiden seperti tertuang dalam pasal 217. Pelaku penghinaan ini akan dipidana paling lama 5 tahun penjara.
Selain itu, draf final RKUHP ini juga menjelaskan aturan terkait penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat lresiden dan wakil presiden dalam pasal 218 dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan.
Baca Juga: Serahkan Hewan Kurban, Kapolri: Bentuk Keikhlasan Wujudkan Personel yang Presisi
Itulah beberapa pasal kontroversial RKUHP yang menjadi sorotan berbagai kalangan.
Untuk diketahui, dikutip dari detik.com, KUHP yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Code Napoleon Perancis yang berlaku tahun 1810. Prancis kemudian menjajah Belanda dan memberlakukan KUHP di Belanda pada 1881.
Kemudian KUHP dibawa Belanda ke Indonesia saat menjajah Nusantara. Pemerintah kolonial Belanda pun memberlakukan code itu secara nasional pada 1918 dengan nama Wet Wetboek van Strafrecht.
Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal juga tergerus hukum penjajah.
Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 tidak serta-merta mengubah hukum yang berlaku. (C)
Penulis: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali