13 Tanda Orang Bahagia Dunia Akhirat

Haerani Hambali

Reporter

Jumat, 23 September 2022  /  11:20 am

Kebahagiaan di dunia dan akhirat hanya dapat diraih bila dilandasi keimanan yang kokoh dan ketakwaan yang kuat. Foto: Repro Sindonews.com

KENDARI, TELISIK.ID - Orang yang hidupnya bahagia, baik di dunia maupun di akhirat, memiliki tanda. Tanda-tanda itu telah diungkapkan Allah SWT dalam firman-Nya dalam Al-Qur'an.

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna. dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara salatnya," (QS al-Mukminun [23]: 1-9).    

Dilansir dari Muslim.co.id, secara umum, kebahagiaan itu terdapat pada tiga perkara. Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah menjelaskan tanda tersebut, yaitu:

1. jika diberi kenikmatan, dia bersyukur,

2. jika diuji dengan ditimpa musibah, dia bersabar,

3. dan jika melakukan dosa, dia beristighfar (bertaubat), maka tiga hal ini adalah tanda kebahagiaan” (Matan Al-Qawa’idul Arba’).

Dikutip dari NU Online, Syekh al-Samarqandi dalam Tanbih al-Ghafilin juga menyebutkan 11 tanda orang yang berbahagia. Sebagian di antaranya sama dengan tanda yang telah disebutkan dalam QS al-Mukminun ayat 1-9.     Sehingga bila dipadukan, jumlahnya menjadi 14 tanda. (Lihat: Tanbih al-Ghafilin, [Surabaya: Harisma], hal. 70).

Namun, keempat belas tanda ini tidak serta merta berdiri sendiri kecuali di atas keimanan yang kokoh dan ketakwaan yang kuat. Berikut penjelasannya.

1. Memelihara salat lima waktu dengan khusyu’

Hal ini sejalan dengan perintah Allah dalam ayat yang lain, "Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyu," (QS al-Baqarah [2]: 238).   

Perintah ini pun tak bisa disepelekan karena salat merupakan amal yang pertama kali dihisab atau dipertanggungjawaban pada hari kiamat. Usai amal salatnya diperiksa, barulah amal-amal yang lain.   

2. Menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak berguna

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan, “Di antara tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan perkara yang tak bermakna,” (HR Ahmad).    

Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga berpesan, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik-baik atau diam,” (HR Malik).

3. Menunaikan zakat

Bila harta sudah mencapai nisab, maka keluarkanlah zakatnya, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Bila belum mampu berzakat, masih bisa bersedekah, berhibah, berinfak, berwakaf, memberi hadiah, menyumbang, dan seterusnya.    

4. Menjaga kemaluan

Sudah banyak orang yang mengabaikan menjaga kemaluan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan ancamannya, “Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang tidak halal baginya,” (Ibnu Abi al-Dunya).      

5. Menjaga amanat dan menepati janji

Baca Juga: Membentengi Diri dari Maksiat

Amanat mencakup semua yang telah diberikan Allah untuk dipertanggungjawabakan, seperti usia, harta, ilmu, jabatan, keluarga, keturunan, dan sebagainya.  

6. Zuhud terhadap dunia dan cinta akhirat

Ia menyadari bahwa kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia. Karena itu, segala sesuatu yang ia lakukan diorientasikan untuk kehidupan akhirat. Namun, zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, melainkan menjadikan dunia sebagai sarana meraih kebahagiaan yang lebih besar dan abadi. Sedangkan dunia yang sekiranya mencelakakan dan tak akan mengantarkan kepada kebahagiaan akhirat ditinggalkan.          

7. Mencurahkan seluruh perhatian pada ibadah dan membaca Al-Qur’an

Apa pun yang dilakukannya harus bernilai ibadah. Mulai dari mencari nafkah, menikah, mengurus keluarga, mendidik anak, makan, minum, sampai tidur, dilakukan dan diniatkan dengan tulus agar bernilai pahala di sisi Allah.

Apalagi amaliah yang berbentuk ibadah, seperti salat, zakat, puasa, dan sebagainya. Tidak ada waktu luang kecuali diisi dengan hal-hal bermanfaat, seperti membaca Al-Qur’an. Ia sadar Al-Qur’an kelak akan memberi syafaat atau pertolongan bagi pembacanya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bacalah Al-Qur’an oleh kalian! Sebab, pada hari kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pemilik (pembaca)-nya,” (HR Ahmad).

8. Bersikap wara’ atau berhati-hati dari segala perkara haram

Jangankan yang haram, yang halal pun sudah dibatasi dan syubhat sudah dihindari. Dalam hadis disebutkan, siapa pun yang menjauhi perkara syubhat, sejatinya telah membebaskan agama dan kehormatan dirinya. Sebab, orang yang telah berani mengambil perkara syubhat akan terjatuh kepada perkara haram.        

9. Bersahabat dengan orang-orang saleh

Salah satu hadis Rasulullah menyatakan, “Sesungguhkan engkau akan dikumpulkan bersama orang-orang yang engkau cintai.” Artinya, jika seseorang cinta kepada orang saleh, maka kelak ia akan dibangkitkan bersama orang-orang saleh. Demikian pula sebaliknya.      

Selain itu, bersahabat dengan orang-orang saleh juga termasuk pelembut dan pengobat hati. Sementara pelembut hati lainnya adalah membaca Al-Qur’an dengan penuh penghayatan, sering berpuasa mengosongkan perut, senantiasa bangun malam, dan merendahkan diri kepada Allah di waktu sahur.      

10. Tawadu, rendah hati, dan tidak sombong

Sungguh jelas apa yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya, “Siapa saja yang ruhnya meninggalkan jasad, dalam keadaan terbebas dari tiga hal, maka ia masuk surga. Ketiganya adalah kesombongan, kedengkian, dan hutang,” (HR al-Darimi).    Dalam hadis lain ditegaskan, tidaklah seseorang meninggal dan dalam hatinya ada sifat sombong walau hanya seberat biji sawi, maka ia tidak halal mencium aroma surga. 

Baca Juga: Penyebab dan Cara Mengatasi Penyakit Ain pada Bayi dan Anak-Anak

11. Penyayang kepada sesama makhluk Allah

Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sayangilah mereka yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayang oleh mereka yang ada di langit.” Dan yang lebih istimewa, orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Dzat yang maha penyayang.    

12. Memberi manfaat kepada sesama makhluk

Sungguh mulia orang yang selalu memberi manfaat kepada sesama. Selain dicap sebagai manusia terbaik, juga dimasukkan ke dalam golongan hamba yang paling dicintai Allah. Ingatlah, amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan kebahagiaan kepada seorang muslim, bantu meringankan kesulitannya, melunasi hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya.

Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Bila aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi satu kebutuhannya, maka lebih aku sukai daripada beri'tikaf di masjidku (Masjid Nabawi) selama satu bulan. Siapa saja yang berjalan bersama saudaranya dalam satu kebutuhannya, hingga ia siap membantunya, maka Allah akan menetapkan telapak kakinya pada hari dimana banyak telapak kaki tergelincir,” (HR al-Thabrani).    

13. Selalu mengingat kematian

Dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kenikmatan,” yakni: kematian. Mari kita bandingkan mereka yang lalai kepada kematian dan mereka yang ingat kepada kematian. Mereka yang lalai umumnya malas dalam beribadah, ceroboh dalam bertindak, tak peduli akan kewajiban sendiri dan hak orang lain, tak pandang bulu dalam perkara haram, dan seterusnya. Namun tidak demikian halnya yang ingat kepada kematian. Mereka sadar sekecil apa pun yang mereka perbuat akan dipertanggungjawabkan dan diperlihatkan balasannya.

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat sawi pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar sawi pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula," (QS al-Zalzalah [99]: 9. (C)

Penulis: Haerani Hambali