Alam Afrika di Titik Rentan, 24 Persen Padang Savana Sub-Sahara Lenyap
Reporter
Kamis, 04 Desember 2025 / 8:29 pm
Pemandangan Taman Nasional Bontebok di Afrika Selatan. Foto: Xinhua/Lyu Tianran.
CAPE TOWN, TELISIK.ID - Afrika Sub-Sahara dilaporkan telah kehilangan sekitar 24 persen keanekaragaman hayatinya dibandingkan dengan tingkat pra-industri.
Temuan ini merupakan hasil studi lima tahun yang dipimpin para peneliti Afrika dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature. Informasi tersebut disampaikan Universitas Stellenbosch melalui pernyataan resmi pada Rabu, 3 Desember 2025.
Penulis utama studi, Hayley Clements dari Pusat Transisi Keberlanjutan Universitas Stellenbosch, menjelaskan bahwa selama ini banyak penilaian global terkait keanekaragaman hayati belum sepenuhnya mencerminkan kondisi nyata Afrika.
Hal itu disebabkan keterbatasan data lokal yang digunakan dalam sejumlah kajian internasional.
Baca Juga: 5 Pengungsi Tewas dalam Serangan Udara Israel di Gaza, Diklaim Tempat Militan Hamas Sembunyi
“Dengan bekerja langsung bersama para peneliti dan pengelola ekosistem di Afrika, kami bisa memperoleh gambaran yang lebih realistis tentang kondisi keanekaragaman hayati di wilayah ini,” kata Clements, seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (4/12/2025).
Studi tersebut melibatkan sekitar 200 pakar dari berbagai bidang, mulai dari peneliti, jagawana, pemandu wisata, hingga kurator museum yang tersebar di berbagai negara Afrika. Data dari para pakar ini digunakan untuk menyusun Indeks Keutuhan Keanekaragaman Hayati tingkat benua, yang mengukur persentase kelimpahan spesies asli yang masih tersisa di setiap wilayah.
Hasil kajian menunjukkan bahwa tidak semua kelompok spesies mengalami penurunan dengan tingkat yang sama. Sejumlah tumbuhan yang relatif tahan terhadap gangguan hanya mengalami penurunan sekitar 10 persen.
Namun, kondisi berbeda terjadi pada mamalia besar. Populasi gajah, singa, dan beberapa spesies antelop dilaporkan telah menyusut lebih dari 75 persen dibandingkan jumlahnya di masa lalu.
Penurunan tajam tersebut terutama dipicu oleh perluasan lahan pertanian, pemanenan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, serta penggembalaan yang dilakukan secara intensif.
Baca Juga: Dominasi Barat di AI Terancam? Model Baru DeepSeek Klaim Setara GPT-5 dengan Biaya Lebih Rendah
Secara regional, negara-negara di Afrika Tengah masih mempertahankan tingkat keutuhan keanekaragaman hayati tertinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh keberadaan hutan lembap yang relatif masih terjaga.
Sebaliknya, Afrika Barat tercatat memiliki tingkat keanekaragaman hayati terendah akibat degradasi hutan dan sabana yang berlangsung dalam waktu lama.
Studi ini juga mencatat bahwa lebih dari 80 persen tumbuhan dan hewan liar yang tersisa saat ini justru berada di lahan produktif, bukan di kawasan lindung. Temuan ini menegaskan bahwa upaya pelestarian tidak bisa hanya bergantung pada kawasan konservasi semata.
“Kawasan lindung tetap sangat penting, terutama bagi mamalia besar Afrika, tetapi pengelolaan berkelanjutan di lanskap produktif juga menjadi kunci untuk mempertahankan keanekaragaman hayati sekaligus mendukung mata pencaharian masyarakat,” ujar Clements. (Xinhua)
Penulis: Ahmad Jaelani
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS