Alumni PA 212 Minta Semua Stasiun TV Tayangkan Film G30S/PKI

Muhammad Israjab

Reporter

Selasa, 29 September 2020  /  4:23 pm

Monumen tujuh pahlawan revolusi. Foto: Repro Google

JAKARTA, TELISIK.ID - Adanya larangan dari Polri terkait, kegiatan nonton bersama Gerakan 30 September (G30S) di tengah pandemi COVID-19.

Adanya imbauan itu membuat Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustadz Slamet Maarif bereaksi dengan mengatakan, pihaknya mendesak Polri meminta stasiun televisi pemerintah dan swasta memutar kembali film G30S.

"Harusnya Polri ikut mendesak TV pemerintah atau pun swasta untuk putar kembali film G30S/PKI," ujar Slamet Maarif ketika dikutip dari Tribunnews, Senin (28/9/2020).

Slamet Maarif menegaskan, agar tak terjadi kerumunan massa dalam menonton G30S, maka semestinya ditayangkan di televisi.

"Makanya kita sudah minta agar semua TV tayangkan film G30S/PKI, agar masyarakat nonton dari rumah masing-masing, sehingga tidak ada kerumunan massa," terang Slamet Maarif.

Sebelum itu, Polri melarang kegiatan nonton bersama film Gerakan 30 September (G30S) di tengah pandemi COVID-19.

"Yang jelas Polri tidak akan mengeluarkan izin keramaian. Ingat, keselamatan jiwa masyarakat itu yang paling utama. Dan ini masih dalam masa pandemi COVID-19," kata Karo Penmas Humas Polri, Brigjen Awi Setyono di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/9/2020).

Baca juga: Lift Gedung Nusantara I DPR Terbakar

Dia meminta masyarakat menonton film G30S di rumah masing-masing.

"Sekali lagi Polri tidak akan mengeluarkan izin untuk keramaian. Kalau mau nonton ya silakan nonton masing-masing," ucapnya.

Sedangkan, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letnan Jenderal Purnawirawan Agus Widjojo menyatakan, komunisme di dunia saat ini sudah mati.

Pernyataan ini disampaikan Agus dalam rangka menepis isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang santer terdengar di Tanah Air setiap memasuki Bulan September.

Mulanya Agus menjelaskan, payung hukum yang melarang menyebarkan ajaran dan paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme di Indonesia itu sudah kuat.

Salah satunya tertuang dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia yang sudah juga disertai dengan ancaman sanksinya.

"Jadi sudah cukup kuat dan tinggal ditegakkan.Kalau ada gejala-gejala itu (komunisme bangkit). tinggal laporkan ke pihak berwenang untuk ditindak," ucap Agus dalam sesi wawancara eksklusif dengan Tribunnews di kantornya, Rabu (23/9/2020).

Dikatakan Agus, bila isu kebangkitan PKI masih santer terdengar, berarti Undang-Undang yang melarang tidak cukup konkret untuk menjadi indikator.

Baca juga: Puan Maharani Sampaikan Dukacita atas Longsor di Tarakan

Ia mempertanyakan, apa saja yang dikatakan sebagai usaha menyebarkan ajaran dan paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme?

"Bentuknya bagaimana? Apakah kalau orang mempunyai atribut palu arit apakah itu menyebarkan ajaran?. Kalau orang punya buku tentang sejarah PKI dalam konteks politik sejarah Indonesia, apakah itu juga termasuk menyebarkan paham komunisme?," tanya Agus.

Menurutnya, UU yang melarang penyebaran ajaran dan paham komunisme harus lebih konkret dan bisa dilihat di dalam kenyataan yang terukur.

"Selama hal demikian masih jadi perdebatan, berarti Undang-Undang yang melarang penyebaran ajaran komunisme itu belum cukup konkret untuk dijabarkan menjadi indikator-indikator yang bisa diukur," tuturnya.

Agus optimistis Indonesia sejauh ini telah memiliki payung hukum dan dasar hukum yang sudah sangat kuat dalam rangka membendung lahirnya PKI.

Selain itu, berdasarkan pengamatan Lemhannas, komunisme di dunia saat ini sudah mati.

"Kita lihat bahwa komunisme di dunia itu sudah mati. Walaupun masih ada partai tunggal, partai komunis, istilah itu masih ada. Di masa perang dingin di negara dunia ketiga, itu biasanya berkait dengan komunisme internasional. Sedangkan sekarang gerakan komunisme internasionalnya sudah tidak ada," paparnya.

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Kardin