Ancaman Resesi Ekonomi, Dikhawatirkan Banyak Pihak
Reporter Yogyakarta
Minggu, 16 Agustus 2020 / 1:37 pm
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen (year on year/yoy), turun dibandingkan dengan capaian pada kuartal I sebesar 2,97 persen (yoy).
Pakar ekonomi UGM, Dr. Eddy Junarsin, mengungkapkan, kondisi ini memang sudah diprediksi sebelumnya.
"Pertumbuhan negatif juga diproyeksikan masih akan terjadi di kuartal III dan pertumbuhan positif baru bisa terjadi pada kuartal IV-2020," kata Eddy Junarsin.
Menurutnya, kita perlu hati-hati di kuartal III. "Ini masih menjadi tanda tanya besar," tandasnya.
Harapannya, di kuartal IV bisa mulai positif meski tidak bisa tinggi. Dengan catatan penanganan COVID-19 berjalan lebih baik.
Penurunan pertumbuhan ekonomi, terjadi pada seluruh komponen PDB. Konsumsi rumah tangga, misalnya, mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen. Sementara, sektor investasi mencatat kontraksi 8,61 persen.
Baca juga: Wapres Dorong Implementasi Ekonomi Syariah yang Sejalan Kelestarian Alam
Terkait bahaya resesi ekonomi yang dikhawatirkan banyak pihak, Eddy menerangkan jika menggunakan definisi resesi sebagai defisit perekonomian selama 2 kuartal berturut-turut, maka Indonesia memang belum mengalami resesi.
Indonesia sendiri belum memiliki indeks seperti halnya The Chicago Fed National Activity Index di Amerika Serikat yang dirancang untuk mengukur aktivitas ekonomi secara umum. "Sehingga standar yang digunakan masih berupa defisit angka pertumbuhan ekonomi," paparnya.
Namun, jika resesi dipahami sebagai penurunan aktivitas ekonomi secara umum, maka Indonesia sebenarnya bisa disebut sudah memasuki resesi.
Ada kemungkinan kita sebenarnya sudah memasuki resesi dalam artian sebenarnya.
Pemulihan ekonomi nasional, kata Eddy Junarsin, sangat bergantung pada keberhasilan penanganan pandemi COVID-19. "Meski aktivitas perekonomian beberapa bulan terakhir mulai kembali berjalan, namun tren jumlah kasus COVID-19 yang tidak kunjung mengalami penurunan menyebabkan banyak pelaku ekonomi masih akan menunggu perkembangan situasi," kata Eddy Junarsin.
Kalau masih seperti ini, jelasnya, semua komponen ekonomi masih wait and see. "Jadi pertumbuhan akan sulit," paparnya yang menambahkan kalau bisa di atas nol itu sudah prestasi.
Baca juga: Road To Fesyar Segera Dihelat, Kembangkan Ekonomi Syariah
Situasi ini, terangnya, sejalan dengan melemahnya ekonomi global akibat pandemi COVID-19. "Untuk mendorong kinerja perekonomian, pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah kebijakan moneter dan fiskal, misalnya dengan menggenjot belanja negara dan menurunkan suku bunga," terang Eddy Junarsin, Minggu (16/8/2020).
Bagi Eddy, langkah ini memang bukan merupakan solusi jangka panjang. "Namun ini adalah upaya yang dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi dalam negeri yang sempat menurun drastis sebagai dampak dari penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar," ungkapnya.
Kebijakan ini, dikatakan Eddy Junarsin, umum dilakukan dan memang paling tepat untuk diterapkan di masa krisis seperti yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Meski demikian, untuk membangkitkan kembali perekonomian Indonesia, langkah yang paling penting untuk dilakukan terletak pada perbaikan penanganan COVID-19," katanya.
Tanpanya, jelas Eddy, kebijakan ekonomi yang diambil tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.
"Siapapun yang menjadi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pasti akan melakukan hal yang sama. Tapi kebijakan ekonomi walau arahnya sudah benar dan memang harus dilakukan, kalau kondisinya seperti ini kita tetap tidak akan ke mana-mana," imbuhnya.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Haerani Hambali