Anggota Komisi III DPR RI Nilai Ada Upaya Pengaburan Sejarah di RUU HIP
Reporter Jakarta
Selasa, 16 Juni 2020 / 3:58 pm
JAKARTA, TELISIK.ID - TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme adalah sumber penting Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Karena lahirnya RUU HIP adalah adanya pemikiran perlunya penegasan pancasila sebagai soko guru ideologi bangsa. Dengan UU tersebut, nantinya diharapkan dapat menjadi landasan berpikir dan bertindak bagi penyelenggara negara dan masyarakat.
"Tentunya menjadi aneh jika kemudian RUU HIP tidak merujuk TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme. Karena TAP MPR tersebut lahir sebagai upaya mengingatkan pentingnya ideologi pancasila yang pernah hendak diganti oleh komunisme," kata Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi kepada Telisik.id di Jakarta, Selasa (16/6/2020).
"Kita juga, kemudian memperingatinya dengan hari kesaktian Pancasila. Itu semua adalah sejarah perjuangan bangsa dalam mempertahankan keberadaan Pancasila," sambung Aboe Bakar.
Akibatnya, masyarakat banyak yang mempertanyakan, apa sebenarnya motif penyingkiran TAP MPR tentang Komunisme tersebut dari RUU HIP. Masyarakat kemudian akan melihat, seolah ada upaya pengaburan sejarah bahwa komunisme merupakan musuh dari ideologi Pancasila.
Baca juga: Fadli Zon Beberkan 5 Alasan RUU HIP Harus Ditarik
"Tentu kita semua tidak boleh menutup nutupi sejarah tersebut. Jas Merah kata Bung Karno, Jangan Sekali Kali melupakan sejarah. Hal ini tentunya harus benar-benar diperhatikan, apalagi para senior kita sudah mengingatkannya dalam bentuk TAP MPR, sebuah produk konstitusi yang sangat penting," jelasnya.
Tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 Adalah bentuk pengaburan sejarah dan upaya menghilangkan jejak kekejaman PKI.
"Ada upaya mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila dalam RUU HIP," tegas Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI ini.
Adanya upaya memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong” pada padal 7 RUU HIP adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Makanya di sini ada beberapa pihak yang akhirnya sangat khawatir RUU ini bernuasa Komunisme dan kental berbau kebangkitan PKI. Saya sangat mengapresiasi maklumat Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia dan Provinsi No Nomor : Kep-1240/DP-MUI/VI/2020," akuinya.
Baca juga: Hakim PN Raha dan PT Sultra Dilapor ke Komisi Yudisial
Pada pokok pikirannya, para ulama di MUI menyampaikan bahwa RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945. Sebenarnya ini sangat sejalan dengan kekhawatiran PKS selama ini, karenanya PKS keukeuh menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP.
"Alhamdulillah, kami sangat bersyukur, suara para ulama sejalan dengan suara PKS. Tentunya ini akan menambah spirit untuk kami, ini menjadi energi tambahan untuk lebih lantang menyuarakan pelarangan komunisme di Indonesia, utamanya dalam RUU HI," jelasnya.
Bagi PKS Pancasila adalah nilai mati, kita bersama ulama akan mengawal Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dan tentunya kita tidak ingin mengulang sejarah, ketika para ulama kita dibantai oleh PKI.
"Oleh karenanya jika ada RUU HIP, sudah menjadi kewajiban kita memasukkan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 sebagai salah satu sumber rujukan," tutup Aboe Bakar.
Reporter: Rahmat Tunny
Editor: Sumarlin