Bantah Pernyataan TNI AU, Warga Konsel Sebut Lahan Tak Ada Situs Peninggalan Jepang

Erni Yanti

Reporter

Rabu, 19 Maret 2025  /  10:08 am

Warga Desa Rambu-Rambu Jaya, Kecamatan Ranomeeto, Konawe Selatan. Foto: Erni Yanti/Telisik.

KONAWE SELATAN, TELISIK.ID - Masyarakat Desa Rambu-Rambu Jaya, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), membantah pernyataan TNI AU yang diduga mengklaim tanah mereka terhadap peninggalan sejarah Jepang.

Diketahui terkait dengan pernyataan Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Haluoleo yang membantah isu dugaan penyerobotan tanah di Desa Rambu-Rambu Jaya.

Salah satu warga Desa Rambu-Rambu Jaya, Muslimin, membantah adanya kepemilikan lahan terhadap peninggalan Jepang. Karena menurutnya sebelum adanya TNI AU di Kendari, kronologi tanah tersebut melalui tiga fase.

"Fase pertama adalah pada masa penjajahan Belanda, fase kedua pada masa penjajahan Jepang, dan fase ketiga adalah pada masa pendudukan AURI di tahun 1975," ujarnya, Selasa (18/3/2025).

Menurutnya, pembicaraan mengenai bandara sering kali disamakan dengan istilah 'sikojo' yang digunakan oleh orang tua mereka.

"Sikojo itu adalah bandara bayangan yang digunakan untuk melindungi bandara sesungguhnya, Jadi, kalau kita berbicara soal kepemilikan tanah, itu terkait dengan peninggalan penjajahan Jepang," jelasnya.

Ia pun mempertanyakan tujuan TNI AU untuk mempertahankan sebuah cagar budaya atau peninggalan Jepang yang menurutnya sudah tidak ada lagi karena dirusak.

"Kalau itu, institusi sudah rusak, apa yang mau dijaga? tanah itu bukan milik TNI AU," tegasnya.

Baca Juga: Warga Konawe Selatan Klaim Lahan 274 Hektare, Lanud TNI AU: Itu Milik Negara Peninggalan Jepang

Ia juga mengungkapkan, beberapa bangunan yang ada di kawasan tersebut telah dihancurkan oleh TNI AU itu sendiri ketika memberi kontrak kepada investor.

"Jadi kalau peninggalan warisan Jepang sebagai institusi sudah rusak, klaim TNI AU terhadap tanah ini tidak tepat," pungkasnya.

Warga lainnya, Rusdin mengesalkan dan mempertanyakan alasan TNI AU melarang warga setempat mengolah lahan tersebut, dengan adanya intimidasi yang didapat oleh warga.

"Kenapa warga bagian timur sana, mereka jadikan lahan bisnis, mereka kontrakan, itu informasi warga dari sana, tapi mereka (TNI AU) bantah itu untuk menutupi hal tersebut," ujaranya.

Ia juga mengungkapkan, sekitar 40 kepala keluarga desa tetangga diperbolehkan mengolah tanah tersebut sementara mereka tidak diperbolehkan.

"Perjuangan ini tidak akan berakhir sampai di sini, sama-sama mau memiliki ini sebenarnya," ungkapnya.

Salah seorang warga, Jufrianto yang merasa terintimidasi menceritakan kejadian tersebut, pada tahun 2013-2014 mereka mengolah tanah tersebut dan menanam beberapa tanaman berupa mahonis.

"Orang tua kami punya kebun di situ jadi kami berkebun, setelah tanaman sudah tinggi dan ada juga gubuk, AURI datang, bersamaan dengan seperti mereka akan datang berperang, mereka datang membakar semua (perkebunan kami)," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui alasan TNI AU merusak lahan perkebunan milik mereka.

"Setelah datang merusak mereka pulang begitu saja, tapi itu saya saksikan langsung mereka datang membongkar lalu membakar, mereka datang lengkap dengan persenjataannya," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, Komandan Lanud Haluoleo, Kolonel Pnb Lilik Eko Susanto mengatakan, menurut catatan sejarah, tanah itu merupakan area yang telah digunakan sejak era penjajahan Jepang dan memiliki relevansi dengan penggunaan tanah untuk kepentingan pertahanan negara pasca kemerdekaan.

Baca Juga: PT. Wakatobi Dive Resort Ditengarai Beli Lahan Ilegal, Keluarga Ahli Waris Lapor ke Polda Sultra

“Lahan Translokau merupakan lahan peninggalan Jepang yang memiliki nama Pangkalan AURI Boro-Boro atau dikenal masyarakat Pangkalan Sukedjo. TNI AU juga memiliki dokumen dan bukti kepemilikan yang sah atas tanah tersebut yang sudah tercatat dalam arsip militer,” ujar Lilik Eko Susanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/3/2025) lalu.

Lanjut Lilik Eko Susanto menjelaskan, Tanah Translokau TNI-AU seluas 274 Ha ini pada awalnya adalah landasan pacu berupa landasan rumput, yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari Lanud WMI.

“Tanah tersebut adalah tanah negara yang dikuasai Dephan/TNI c.q.TNI AU berdasarkan Skep Kepala Staf Angkatan Perang No. 023/P/KSAP/50 tanggal 23 Mei 1950. dan tercatat dalam Inventaris Kekayaan Negara (IKN) dengan Nomor Registrasi 50612002 sesuai Gambar Situasi No. 920 Tahun 1979,” urainya.

Kolonel Lilik Eko Susanto juga memberikan klarifikasi mengenai tindakan intimidasi yang disampaikan oleh Kepala Desa dan warga setempat, pihak TNI AU dengan tegas membantah adanya tindakan intimidasi atau kekerasan terhadap warga.

“TNI AU hanya mengamankan aset negara agar tidak diserobot orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Saat ini banyak mengatas namakan warga Translokau untuk mengklaim tanah. Translokau merupakan daerah transmigrasi lokal yang warganya adalah Purnawirawan TNI AU yang mendiami sejak tahun 1975,” jelas Danlanud Haluoleo. (A)

Penulis: Erni Yanti

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

TOPICS