Banyak Janji Caleg Jelang Pemilu 2024, Pengamat Politik Sulawesi Tenggara Bilang Begini
Reporter
Selasa, 07 Februari 2023 / 9:35 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Pemilu serentak 2024 masih setahun lagi, namun gaungnya sudah mulai terasa, sejumlah calon legislatif pun bersiap terjun ke lapangan menjaring dukungan masyarakat.
Salah satu senjata para caleg dengan memberikan janji manis dan program kepada konstituen untuk menarik dukungan pada momentum pilcaleg tiba.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Sulawesi Tenggara, Eka Suaib mengatakan, janji manis para politisi adalah hal yang niscaya terjadi pada sebuah sistem demokrasi, janji itu keinginan wujud dari program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh caleg yang terpilih, di sisi lain wujud pertanggung jawaban kepada pemilih ketika terpilih dalam pemilu legislatif.
"Problemnya memang, janji politik itu tidak ada produk hukum yang mengikat, itu hanyalah komitmen moral yang akibatnya tidak ada sanksi hukum untuk caleg jika ia tidak melaksanakan janjinya," ujar Eka saat ditemui di FISIP UHO, Selasa (7/2/2023).
Baca Juga: Tiga Bakal Calon DPD Ini Lolos Pakai KTP Luar Sumatera Utara
Ia juga menambahkan, problem lainnya dengan banyaknya janji politik tidak terealisasi karena ada keterputusan relasi antara wakil rakyat dengan pemilih, akibatnya caleg yang duduk di pemerintahan dalam hal ini legislatif kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat.
"Di situlah sebenarnya dituntut kecerdasan pemilih, harus mencari orang yang cukup kapabel dan memang dianggap mampu memperjuangkan aspirasi dan keinginan dari masyarakat, sehingga betul-betul melaksanakan tugas dan fungsinya," tambahnya.
Tak hanya itu, partai politik harus memainkan fungsi internalnya dengan melakukan sosialisasi dan edukasi politik, partai politik memiliki derajat kesisteman yang cukup baik sehingga mampu merekrut calon yang duduk di lembaga legislatif
Guru besar FISIP UHO ini menilai, pemilih masih terpengaruh dengan popularitas dan elektabilitas figur, tanpa melihat kualitas dan kapasitas sehingga derajat popularitas jauh melebihi kemampuan yang dimiliki oleh caleg.
Tak hanya itu, di kalangan pemilih tidak melihat program yang dilaksanakan oleh caleg, tetapi masih bersifat pendekatan pragmatis dengan iming-iming politik uang. Namun juga, yang membuat pemilih bersimpati karena adanya kedekatan sosiologis dan psikologis.
Sehingga harapannya ke depan caleg harus melakukan segmentasi, pemilih kelas menengah atau perkotaan harus mendorong program yang rasional, sedangkan dalam tahapan pemilih perdesaan caleg harus memiliki komunikasi politik yang baik.
Sementara pengamat politik Sulawesi Tenggara, Najib Husein menilai, memang ada kecenderungan setiap 5 tahun suara petahana anggota legislatif yang maju kembali mengalami penurunan, adapun terpilih kembali suaranya biasa turun. Hal demikian didasari karena pemilih berharap ada calon baru yang tampil dengan warna baru dan tidak hanya sekedar janji tetapi mampu membuktikan ketika sudah terpilih.
Intinya penting kepada caleg untuk tidak terlalu bombastis menjual ide dan program yang sebenarnya tidak bisa dilaksanakan ketika terpilih nanti. Harusnya kampanye yang dilakukan adalah kampanye politik yang bisa terukur dan mampu dijalankan.
"Kita tidak menginginkan pemilih semakin tidak percaya kepada caleg, khususnya yang berposisi sebagai petahana, kita berharap para caleg tidak hanya pintar membuat janji dan meyakinkan masyarakat, tetapi ketika ia terpilih bisa merealisasikan janji dan programnya," ujarnya
Ia menambahkan, menjadi ketat ke depan dengan munculnya caleg baru, biasanya mereka lebih dominan membawa warna baru atau perubahan. Tentunya pemilih lebih bisa menerima pesan kampanye dari orang yang kaya akan ide dan gagasan baru.
Baca Juga: Ini Sebab KPU Tunda Pelantikan Pantarlih
"Salah satu kelemahan partai politik ini kan kurangnya edukasi politik, makanya anggota legislatif yang sementara menjabat harus bisa menjadi teladan, tetapi faktanya belum mampu menunjukan karya terbaik sama masyarakat," tegasnya
Harapannya kepada partai politik yang sudah mendapatkan anggaran dari pemerintah bisa lebih memaksimalkan fungsinya, karena itu menjadi tanggung jawab moral bagaimana memberikan kesadaran pada masyarakat untuk tidak buta terhadap politik.
Terakhir, perlu ada upaya dari pemerintah, KPU dan Kesbangpol untuk memberdayakan peserta pemilu untuk melakukan edukasi politik dan sosialisasi di setiap segmen dan lapisan masyarakat yang berkelanjutan dan berkesinambungan. (B)
Penulis: Rasmin Jaya
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS