Bukan Seorang Ekonom, Begini Rahasia Habibie Bikin Dolar Rp 16.800 Terjun Bebas di Angka Rp 6.550
Reporter
Senin, 03 Maret 2025 / 9:48 am
Bacharuddin Jusuf Habibie berhasil menstabilkan rupiah saat krisis ekonomi 1998 melanda. Foto: Repro Antara
JAKARTA, TELISIK.ID - Dua dekade lalu, Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang mengguncang stabilitas nasional. Pada 1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh Rp 16.800 per dolar.
Krisis ini tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi tetapi juga memicu gejolak politik yang berujung pada tumbangnya rezim Orde Baru.
Saat itu, B.J. Habibie naik menjadi presiden menggantikan Soeharto yang lengser setelah 32 tahun berkuasa. Banyak pihak meragukan kemampuannya dalam menangani krisis ekonomi.
Habibie bukan seorang ekonom, melainkan teknokrat yang lebih dikenal di bidang teknologi. Bahkan, pemimpin Singapura, Lee Kuan Yew, pernah mengatakan kepemimpinan Habibie bisa semakin melemahkan rupiah.
Namun, semua anggapan itu keliru. Dalam waktu relatif singkat, Habibie berhasil mengendalikan krisis dan menstabilkan ekonomi.
Rupiah yang sempat anjlok berhasil diperkuat hingga mencapai Rp 6.550 per dolar. Keberhasilannya ini tidak lepas dari tiga kebijakan utama yang diterapkannya untuk mengatasi krisis.
1. Restrukturisasi Perbankan
Mengutip CNBC Indonesia, Senin (3/3/2025), pada masa Orde Baru, pendirian bank semakin mudah berkat kebijakan Paket Oktober 1988. Namun, kemudahan tersebut tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik.
Baca Juga: Kenangan BJ Habibie untuk Indonesia dari Kisah Cinta hingga Prestasinya
Ketika krisis terjadi, banyak bank mengalami kolaps, dan masyarakat panik menarik dana mereka.
Habibie langsung bergerak dengan melakukan restrukturisasi perbankan. Empat bank milik pemerintah digabung menjadi satu lembaga bernama Bank Mandiri.
Selain itu, Bank Indonesia dipisahkan dari pemerintah melalui UU No 23 Tahun 1999 agar lebih independen. Langkah ini berhasil memperkuat sistem perbankan nasional dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank.
2. Kebijakan Moneter Ketat
Habibie menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengendalikan krisis. Salah satunya dengan menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan suku bunga tinggi.
Tujuannya adalah agar masyarakat kembali menaruh uangnya di bank, sehingga jumlah uang yang beredar bisa dikurangi.
Langkah ini terbukti efektif. Suku bunga yang sempat mencapai 60 persen berhasil ditekan hingga belasan persen. Kepercayaan terhadap sektor perbankan mulai pulih, dan aliran dana investor kembali masuk ke dalam negeri.
Stabilitas moneter yang semakin baik juga berkontribusi pada penguatan nilai tukar rupiah.
3. Pengendalian Harga Bahan Pokok
Habibie menyadari bahwa stabilitas harga bahan pokok adalah kunci untuk menjaga ketahanan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk tidak menaikkan harga listrik dan bahan bakar bersubsidi.
Kebijakan ini bertujuan agar harga kebutuhan pokok tetap terjangkau di tengah kondisi krisis. Namun, kebijakan ini juga menuai kontroversi.
Baca Juga: Catat, Ini 3 Tips Belajar Ala BJ Habibie yang Bisa Kamu Tiru
Dalam salah satu pidatonya, Habibie pernah meminta rakyat untuk berpuasa Senin-Kamis sebagai bentuk penghematan. Pernyataannya ini sempat menjadi perdebatan, tetapi di sisi lain, langkahnya dalam mengendalikan harga terbukti berhasil.
Dampak Kebijakan Habibie
Ketiga strategi ini membawa hasil yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Kepercayaan pasar terhadap rupiah kembali meningkat, dan nilai tukar terhadap dolar pun menguat.
Aliran dana investasi mulai masuk, serta kondisi moneter menjadi lebih stabil. Dalam waktu kurang dari dua tahun, nilai tukar rupiah yang semula Rp 16.800 per dolar berhasil ditekan hingga Rp 6.550.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa Habibie mampu mengatasi krisis meskipun banyak pihak awalnya meragukan kemampuannya. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS