Dedikasi Tak Terbatas Pengajar Anak Berkebutuhan Khusus
Reporter
Selasa, 13 April 2021 / 10:18 pm
POLEWALI MANDAR, TELISIK.ID - Sejak dua belas tahun lalu, wanita itu mencurahkan segenap waktunya untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dari pagi, siang, sore, bahkan malam.
Nardawati Arsyad, namanya. Wajahnya berona tegas, namun penuh ramah. Renyah saat diskusi soal ABK atau hal lain. Ia takkan sungkan berbagi cerita.
Ibu dari dua anak itu adalah lulusan Diploma II Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) Makassar. Ia sebelumnya tenaga pengajar di SLB Negeri Wonomulyo. Hingga kini masih menjadi guru honorer di SLB Mapilli.
Ia telah terbiasa bercengkrama bersama ABK. Di tempat ia mengajar, mendidik anak-anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, downsyndrom, sdan anak dengan kesulitan belajar/autis.
Anak dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan khususnya. A untuk tunanetra, B untuk tunarungu, C untuk tunagrahita, D untuk tunadaksa, P untuk downsyndrom, dan K untuk kesulitan belajar atau autis.
Di Indonesia, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 157 tahun 2014, ABK dibagi menjadi 12 kelompok. Termasuk yang di atas dan beberapa tambahan, yaitu tunalaras, lamban belajar, memiliki gangguan motorik, korban narkotika atau obat-obatan terlarang, dan kelainan lainnya.
Mendidik ABK memang perlu kesabaran ekstra. Tingkah ABK kadang susah diprediksi, mood-mood-an, menjadi ujian dan warna tersendiri.
Perjuangan menjadi pendidik tidak hanya pada ABK. Hal lain juga yang kerap dilakukan adalah terkadang orang tua tidak menganggap anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut.
Baca Juga: Canggih, Smartphone di Masa Depan Bisa Deteksi Virus COVID-19
"Kurang pemahaman orang awam yang membiarkan anaknya. Pelan-pelan kita pahamkan. Alhamdulillah, mereka bisa mengerti," ungkapnya melalui sambungan telepon, Kamis (8/4/2021).
Dunia memang kadang sebelah mata melihat anak dengan kebutuhan khusus. Mereka dianggap sebagai individu yang berbeda atau individu yang lain dari anak-anak sebayanya.
Padahal setiap ciptaan Tuhan ada hikmah dan ibrah (pelajaran) yang bisa di petik. Termasuk ABK.
Dunia kerap memandang ABK hanya fokus kepada kekurangannya. Padahal mestinya, fokus pada apa yang ABK dapat lakukan dan bukan pada apa yang mereka tidak dapat dilakukan.
"Kuncinya pembiasaan. Mereka punya kelebihan jika kita mendidiknya dengan sabar," paparnya.
Ia mengaku bersyukur bisa mendampingi ABK. Anak-anak itu walau berbeda dengan anak umumnya, tetapi mereka punya keistimewaan yang khas.
"Sembari terus mencari keistimewaan apa yang Allah titipkan pada anak tersebut," lanjutnya.
Letih dan tuntutan hidup merayunya untuk status hidup yang lebih menjanjikan. Di tambah lagi di tengah ketidakpastian pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Seiring berjalannya waktu, PNS bukan lagi menjadi tujuan perempuan kelahiran 1972 itu. Seperti kebanyakan manusia di Indonesia, menjadi PNS semacam "keharusan".
Kini ia ingin terus bertahan selama dibutuhkan. Walau awalnya, bekerja sebagai pengajar di SLB tak pernah ia rencanakan sebelumnya.
"Yang jelasnya sepanjang anak-anak dan sekolah masih membutuhkan saya, Insyaallah saya akan tetap bertahan," tegasnya.
Ia telah kukuh dengan seutas alasan yang menguatkannya, dedikasi. Itu yang mengetuk-ngetuk nuraninya, untuk terus bertahan melewati tantangan, tuntutan, dalam rentetan dinamika kehidupan yang tak pernah surut.
"Mencintai anak-anak dengan tulus, maka semuanya akan indah dan damai di hati kita," bebernya.
Dengan berbekal pengalamannya selama ini, ia ingin terus mewakafkan dirinya. Harapannya tak muluk-muluk, demi kemanusiaan. Tekadnya adalah membangkitkan kemandirian pada anak didiknya.
"Paling tidak anak-anak bisa mengenal dirinya sendiri dan tidak terlalu bergantung dengan orang tua atau keluarganya," paparnya.
Seperti kata-kata bijak, hidup kadang mengalir dengan alur dan lajurnya sendiri. Ada saat hidup tak memberikan pilihan lain, hanya satu pilihan. (B)
Reporter: Haidir Muhari
Editor: Fitrah Nugraha