Ditahan KPK, Mantan Dirut PT Pelindo Justru Bahagia

Ibnu Sina Ali Hakim

Reporter

Sabtu, 27 Maret 2021  /  11:59 am

Mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino mengenakan rompi tahanan KPK. Foto: Repro Antara

JAKARTA, TELISIK.ID - Mantan Dirut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino atau RJ Lino justru senang ditahan KPK.

Tersangka kasus pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) itu bersyukur adanya kejelasan terkait statusnya.

RJ Lino tampak mengenakan rompi oranye tahanan KPK. Dia berjalan dari ruang pemeriksaan sebelum KPK menggelar konferensi pers penahanannya

"Saya senang sekali karena setelah 5 tahun menunggu. Di mana saya hanya diperiksa tiga kali dan sebenarnya nggak ada artinya apa-apa bagi saya. Jadi upaya jelas statusnya," kata RJ Lino kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, dilansir detik.com, Sabtu (27/3/2021).

Kasus dugaan korupsi yang menjerat RJ Lino ini diduga merugikan negara Rp 50,03 miliar berdasarkan laporan audit investigatif BPKP tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 pada 18 Maret 2011. RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi dalam pengadaan tiga unit QCC pada 2010.

RJ Lino merasa bingung atas dugaan BPK terkait adanya kerugian keuangan negara sebesar USD 22.828,94 dalam pemeliharaan tiga unit QCC. Dia mengklaim, saat menjabat Direktur Utama PT Pelindo II, tidak mengurusi pemeliharaan crane.

"Tadi juga kalian dengar ya, BPK hanya kasih kerugian negara USD 22 ribu pemeliharaan. Saya mau tanya, apa Dirut urusannya maintenance? Perusahaan gede, urusan pengeluaran bukan urusan Dirut. USD 22 ribu dan Rp 300 juta dibagi 6 tahun, Rp 57 juta, satu tahun dibagi tiga crane, Rp 16 juta, satu crane dibagi 365 hari Rp 45 ribu per hari. Alat itu sampai sekarang udah 10 tahun availability-nya 95 persen. Istimewa sekali," ujarnya.

Baca juga: Mistik: 4 Suara Binatang Ini Pertanda Datangnya Hantu, Ada di Rumahmu?

RJ Lino menilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak fair. Dia juga menilai seharusnya KPK menghentikan kasus dirinya sejak awal.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan proses pelelangan pengadaan tiga unit QCC dengan spesifikasi single lift untuk Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak. Awalnya PT Pelindo II menunjuk langsung PT Barata Indonesia (PT BI), tapi gagal.

"Namun penunjukan langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada standar Eropa," ucap Alex dalam konferensi pers di KPK.

Pada 18 Januari 2010, RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II diduga melalui disposisi surat memerintahkan Ferialdy Noerlan selaku Direktur Operasi dan Teknik melakukan pemilihan langsung dengan mengundang tiga perusahaan, yakni ZPMC (Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co Ltd) dari China, Wuxi, HDHM (HuaDong Heavy Machinery Co Ltd) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan.

Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan PT Pelindo II, dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri. Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri.

"Adapun surat keputusan Direksi PT Pelindo II (Persero) tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan," katanya.

Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi 'Go For Twinlift' pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik. Padahal pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China. (C)

Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim

Editor: Haerani Hambali

TOPICS