Hukum Mengucapkan Kata Seandainya dalam Islam

Haerani Hambali

Reporter

Senin, 16 September 2024  /  5:33 pm

Dilarang mengucapkan kata "seandainya" bila motifnya adalah keluhan, ungkapan kesedihan, mempermasalahkan takdir dan syari’at yang ditetapkan Allah atau angan-angan untuk melakukan keburukan. Foto: Repro sindonews.com

KENDARI, TELISIK.ID - Umat Islam dilarang mengucapkan kata "seandainya" yang tujuannya untuk menyesali apa yang sudah terjadi. Jika motif ucapan adalah keluhan, ungkapan kesedihan, mempermasalahkan takdir dan syari’at yang ditetapkan Allah atau angan-angan untuk melakukan keburukan, maka hal ini tercela dan terlarang.

Dikutip dari muslim.or.id, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, “Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu”. Tetapi katakanlah, “Qadarullah wa ma sya-a fa’al" (hal ini telah ditakdirkan Allah dan Allah berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya). Karena ucapan “seandainya” akan membuka pintu perbuatan syaitan”. [HR. Muslim].

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, “Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’”

Maksudnya di sini adalah setelah engkau semangat dan giat melakukan sesuatu, juga engkau tidak lupa meminta pertolongan pada Allah, serta engkau terus melakukan amalan tersebut hingga usai, namun ternyata hasil yang dicapai di luar keinginan, maka janganlah engkau katakan: “Seandainya aku melakukan demikian dan demikian”. Karena mengenai hasil adalah di luar kemampuanmu. Allah pasti tidak terkalahkan dalam setiap putusan-Nya.

Baca Juga: Ini Dia Sosok yang Pertama Kali Mencetuskan Maulid Nabi Muhammad SAW

"Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21).

Misalnya: Seseorang ingin melakukan perjalanan jauh dalam rangka mengunjungi saudaranya. Namun di tengah jalan mobil yang dia gunakan rusak. Akhirnya dia pun kembali, lalu berkata: Seandainya aku tadi menggunakan mobil lain tentu tidak akan seperti ini. Janganlah engkau katakan demikian. Engkau memang sudah giat melakukan amalan tersebut. Seandainya Allah menghendakimu sampai ke tempat tujuan, itu pun karena takdir-Nya. Akan tetapi saat ini, Allah tidak menghendakinya.

Penggunaan kata “seandainya” dengan motif yang berbeda, terdapat dalam Al-Qur'an dan juga beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman,

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa” [Al-Anbiya: 22].

Dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan,

"Seandainya aku bisa mengulang kembali apa yang telah lewat, niscaya tak kutuntun binatang korban ini dan aku bertahallul bersama orang-orang ketika mereka bertahallul”. [HR. al-Bukhari].

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan dalam sebuah sabdanya perihal ucapan seorang yang berandai-andai memiliki harta agar bisa berinfak. Orang tersebut mengatakan:

“Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan Si Fulan”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Maka dengan niatnya itu pahala keduanya sama”. [Shahih. HR. Ahmad; at-Tirmidzi; Ibnu Majah].

Bahkan imam al-Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab at-Tamanniy dalam Shahih-nya yang berjudul “Penggunaan kata ‘Lau’ yang Diperbolehkan”.

Beliau pun kemudian memaparkan sejumlah hadis yang menggunakan kata "seandainya" di antaranya:

"Seandainya hilal itu tertunda, niscaya aku akan menyuruh kalian meneruskan puasa wishal kalian itu”. [HR. al-Bukhari].

“Seandainya bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari kaum Anshar. Seandainya manusia menempuh satu lembah (dan orang-orang Anshar melewati lembah lain), pastilah aku akan ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar” [HR. al-Bukhari].

Sehingga dapat disimpulkan, tidak semua kata "seandainya" terlarang. Kata ‘lau (seandainya atau andaikata)’ biasa digunakan dalam beberapa keadaan dengan hukum yang berbeda-beda. Berikut rinciannya sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Qoulul Mufid (2/220-221), juga oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Bahjatul Qulub (hal. 28), dikutip dari rumaysho.com.

Pertama: Apabila ucapan ‘seandainya’ digunakan untuk memprotes syari’at, dalam hal ini hukumnya haram. Contohnya adalah perkataan: “Seandainya judi itu halal, tentu kami sudah untung besar setiap harinya.”

Baca Juga: Tujuh Contoh Syair Puisi Maulid Nabi Bikin Hati Tersentuh

Kedua: Apabila ucapan ‘seandainya’ digunakan untuk menentang takdir, maka hal ini juga hukumnya haram. Semacam perkataan: “Seandainya saya tidak demam, tentu saya tidak akan kehilangan kesempatan yang bagus ini.”

Ketiga: Apabila ucapan ‘seandainya’ digunakan untuk penyesalan, ini juga hukumnya haram. Semacam perkataan: “Seandainya saya tidak ketiduran, tentu saya tidak akan ketinggalan pesawat tersebut.”

Keempat: Apabila ucapan ‘seandainya’ digunakan untuk menjadikan takdir sebagai dalih untuk berbuat maksiat, maka hukumnya haram. Seperti perkataan orang-orang musyrik.

Dan mereka berkata: “Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)”.” (QS. Az Zukhruf: 20)

Kelima: Apabila ucapan ‘seandainya’ digunakan untuk berangan-angan, ini dihukumi sesuai dengan yang diangan-angankan karena terdapat kaedah bahwa hukum sarana sama dengan hukum tujuan.

Keenam: Apabila ucapan ‘seandainya’ digunakan hanya sekedar pemberitaan, maka ini hukumnya boleh. Contoh: “Seandainya engkau kemarin menghadiri pengajian, tentu engkau akan banyak paham mengenai jual beli yang terlarang.” (C)

Penulis: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS