Ini Alasan Mengapa Allah SWT Selalu Menguji Hamba-Nya

Irawati

Reporter

Jumat, 08 Oktober 2021  /  2:17 pm

Melalui ujian, Allah SWT mengukur atau menguji keimanan manusia sebagai hamba-Nya, apakah akan menjauh atau sebaliknya mendekat dan bertawakal kepada-Nya. Foto: Repro Islami.co

KENDARI, TELISIK.ID - Setiap manusia tentunya pernah mengalami ujian dan cobaan. Entah yang ia hadapi dirasakan ringan atau pun sebaliknya. 

Namun dengan cara itu, Allah subhanahu wa ta'ala mengukur atau menguji keimanan kita sebagai hamba-Nya, apakah kita akan menjauh atau sebaliknya mendekat dan bertawakal kepada-Nya.

Hakikatnya, ujian mencerminkan kasih sayang dan keadilan Allah subhanahu wa ta'ala pada hamba hamba-Nya yang beriman. Allah  ''tidak rela'' menimpakan azab yang tidak terperi sakitnya di akhirat kelak, hingga Ia menggantinya dengan azab dunia yang ''sangat ringan." Dalam perspektif seperti ini, musibah berfungsi sebagai penggugur dosa-dosa.

Jadi, semakin Allah subhanahu wa ta'ala cinta pada seseorang, maka ujian yang akan diberikan kepadanya semakin berat. Karena ujian itu mengangkat derajat dan kemuliaannya di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala. Manusia yang paling dicintai Allah adalah para Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya didunia. 

Ujian yang mereka hadapi, melebihi ujian yang diberikan kepada manusia lainnya. Contohnya Nabi Ayub AS. Meski Allah subhanahu wa ta'ala mengujinya dengan kemiskinan dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh-puluh tahun, tapi ia tetap sabar menghadapinya.

Setelah Nabi dan Rasul, orang yang ujiannya sangat berat adalah para ulama dan para shalihin. Demikianlah secara berurutan, hingga Allah SWT menimpakan ujian yang ringan kepada orang-orang awam, termasuk kita di dalamnya yang pasti, ketika setelah seseorang mengikrarkan diri beriman, maka Allah akan menyiapkan ujian baginya. 

Dilansir dari republika.co.id, dalam Al-Qur'an tertulis janji Allah, ''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta.'' (QS. Al-Ankabut: 2-3).

"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari Kiamat.'' (HR. Imam Ahmad, At-Turmidzi, Hakim, Ath-Thabrani, dan Baihaqi).

Suatu ketika seorang laki-laki bertemu dengan seorang wanita yang disangkanya pelacur. Dengan usil, lelaki itu menggoda si wanita sampai-sampai tangannya menyentuh tubuhnya. Atas perlakuan itu, si wanita pun marah. Lantaran terkejut, lelaki itu menoleh ke belakang, hingga mukanya terbentur tembok dan ia pun terluka. 

Pasca kejadian, lelaki usil itu pergi menemui Rasulullah SAW dan menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. Rasulullah SAW berkomentar, ''Engkau seorang yang masih dikehendaki oleh Allah menjadi baik.'' Setelah itu, Rasul mengucapkan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mughaffal.

Dalam riwayat At-Turmidzi, hadis itu disempurnakan dengan lafaz sebagai berikut, ''Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka benci, Allah membencinya.'' Kecintaan Allah kepada hamba-Nya di dunia tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya. Kecintaan Allah bisa berbentuk musibah.

Musibah yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat dilihat dari empat perspektif. Yang pertama, sebagai ujian dari Allah. Kedua, sebagai tadzkirah atau peringatan dari Allah SWT kepada manusia atas dasar sifat Rahman-Nya. Ketiga, sebagai azab bagi orang-orang fasiqin, munafiqin, ataupun kafirin. Kalau ia menemui kematian dalam musibah tersebut, maka ia mati dalam keadaan tidak diridhai Allah. Dalam konteks hadis ini, musibah biasanya sesuatu yang menyakitkan, dapat dilihat sebagai ujian.

Sesungguhnya cobaan adalah cara Allah untuk mengetahui maqam (tingkat) keimanan manusia. Dan dengan cobaan itu, menjadikan manusia siap memasuki surga sebagaimana yang disampaikan Allah SWT dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 214 berbunyi:

“Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lamma ya’tikum matsalulladzina khalau min qablikum massathumul-ba’sa-u waddhara-u wa zulzilu hatta yaqulurasulu walladzina amanu ma-ahu mata nashrullahi, ala inna nashralllahi qaribun.”

Yang artinya: “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga? Padahal belum datang padamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa kesulitan dan kesempitan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Cobaan memang tidaklah menyenangkan. Cobaan pun datang dalam bentuk yang berbeda-beda, bisa dalam bentuk harta, fisik, kemiskinan, anak, pasangan hidup, bahkan hingga relasi kerja dan bisnis.

Hal yang harus diingat, setiap ujian atau cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya selalu diselipkan solusi. Solusi tersebut umumnya disesuaikan dengan kadar tingkatan manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 286.

“La yukallifullaha nafsan illa wus-aha.” Yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang (menurunkan ujian), kecuali sesuai dengan kesanggupannya.”

Dikutip dari kumparan.com, berikut ini beberapa hikmah yang dapat kita ambil pelajaran apabila ditimpa musibah atau ujian hidup.

1. Berdasarkan hadis Nabi SAW yang berbunyi, “Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka.”

Maka hal ini menandakan, bahwa setiap ujian manusia terima adalah sebagai wujud kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya.

Logikanya, bila seseorang yang menyanyangi orang lain, maka ia akan sering memperhatikan orang yang disayanginya. Begitu juga dengan Allah kepada hamba-Nya, dengan datangnya ujian berarti Allah SWT sedang memperhatikan diri kita dan bentuk perhatian inilah sebagai salah satu ciri bahwa Allah SWT sayang dan cinta kepada hamba-Nya yang ditimpa musibah.

2. Dengan adanya ujian hidup membuat diri kita semakin bersabar. Sebagaimana dalam firman Allah SWT: “Adakah kalian mau bersabar?,” (QS. Al-Furqon: 20).

Artinya bahwa Allah SWT memberikan ujian itu ingin melatih kebiasaan kita agar belajar bersabar. Logikanya, dengan seringnya datang ujian meski awalnya sulit, namun karena sudah terbiasa maka seiring berjalannya waktu, kesulitan itu akan sirna. Bahkan, kita pun akan terbiasa menyelesaikan ujian-ujian yang datang kepada diri kita. Sehingga Allah SWT membuat ujian hidup semata-mata ingin menaikkan derajat hamba-Nya agar mencapai derajat sabar.

3. Melatih kita untuk belajar bersyukur. Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7).

Jadi, ujian dan cobaan yang menimpa bukan pertanda bahwa Allah SWT tidak sayang kepada hamba-Nya. Namun, itu adalah sebuah pertanda bahwa Allah SWT sayang kepada hamba-Nya, dan diberikanlah ujian dan cobaan itu. Semakin berat ujian dan cobaan, maka semakin Allah SWT sayang kepada hamba-Nya. Sesungguhnya, Allah SWT memberikan ujian dan cobaan itu untuk mengetahui tingkat keimanan kita kepada-Nya. (C)

Reporter: Irawati

Editor: Haerani Hambali