Kritik Keras Vaksin Berbayar Indonesia, WHO: Timbulkan Masalah Etika dan Akses

Ibnu Sina Ali Hakim

Reporter

Jumat, 16 Juli 2021  /  5:01 pm

Proses pembuatan vaksin. Foto: Repro Getty Images

KENDARI, TELISIK.ID - Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand, mengkritik kebijakan vaksin Gotong Royong Indonesia.

Dia mengatakan, menerapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin.

"Penting bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap vaksin dan pembayaran apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses, khususnya selama pandemi. Di saat bersama, kita membutuhkan cakupan dan jumlah vaksin bisa menjangkau semua pihak yang paling rentan," kata Lindstrand dilansir cnnindonesia.com, Jumat (15/7/2021).

Menurut Lindstrand, alasan dasar penerapan vaksin berbayar saat ini tidak lah cukup kuat. Sebab, banyak negara yang mendapat jatah dosis vaksin Covid-19 melalui mekanisme kerja sama multilateral COVAX Facility yang berada di bawah WHO.

Meski setiap pengiriman vaksin ke negara-negara COVAX membutuhkan biaya transportasi, logistik, dan lainnya, Lindstrand mengatakan dana tersebut sudah ditanggung melalui bank pembangunan multilateral, Bank Dunia, dan lembaga internasional lainnya.

"Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kolaborasi UNICEF, WHO, dan lain-lain, tentunya mereka memiliki akses vaksin yang gratis hingga 20 persen dari populasi yang didanai para penyandang kerja sama COVAX. Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya," kata Lindstrand.

Sementara itu, dilansir Tempo.co, Ekonom senior Faisal Basri kembali mengkritik rencana pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong Individu alias vaksinasi berbayar untuk individu.

Baca Juga: Indonesia Kembali Terima 1.041.400 Dosis Vaksin AstraZeneca

Baca Juga: HIPMI Tolak Wacana Perpanjangan PPKM Darurat, Ini Alasannya

Menurut dia, perusahaan pelat merah sejak awal menganggap vaksinasi sebagai peluang bisnis.

"Menurut Menteri Kesehatan, vaksin yang dikuasai BUMN didapat berdasarkan business to business murni. Barang publik kok diprivatisasi? Ya salah pemerintah sendiri. Sedari awal memang pemerintah yang membuka opsi bisnis kok. Vaksinasi dianggap sebagai peluang bisnis oleh BUMN," cuit Faisal Basri lewat akun Twitter-nya @FaisalBasri, Rabu, 14 Juli 2021.

Faisal Basri pun menanggapi pernyataan Kimia Farma yang mengaku tidak mencari untung dari program Vaksinasi Gotong Royong Individu. Menurut dia, sebaiknya perusahaan farmasi pelat merah itu menjadi operator vaksinasi pemerintah apabila memang tak mencari untung. (C)

Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim

Editor: Fitrah Nugraha