Lima Kota di Dunia dengan Kualitas Udara Terburuk, Jakarta Nomor Dua

Ahmad Jaelani

Reporter

Kamis, 03 Oktober 2024  /  3:33 pm

Jakarta berada di peringkat kedua sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Foto: Repro Pixabay

JAKARTA, TELISIK.ID - Jakarta kembali menjadi sorotan dunia, namun kali ini bukan karena prestasi atau kemajuan infrastruktur. Ibu kota Indonesia tersebut kini menempati posisi kedua sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Angka ini diambil dari pengukuran PM2.5, yang menunjukkan tingkat polusi udara di kota-kota besar dunia. Dengan konsentrasi partikel berbahaya mencapai 69,8 mikrogram per meter kubik, kualitas udara di Jakarta terhitung jauh di atas standar aman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hari Kamis, udara Jakarta dipantau dan dinyatakan dalam kategori "tidak sehat" bagi kelompok sensitif. Angka PM2.5 mencapai 161, membuat Jakarta hanya terpaut satu tingkat dari Lahore, Pakistan, yang menempati peringkat pertama, seperti dikutip dari Antara, Kamis (3/10/2024).

Lahore mencatat angka 203, yang menempatkannya di posisi puncak sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Kondisi ini semakin memperkuat urgensi Jakarta untuk segera mengambil langkah strategis dalam mengatasi masalah polusi yang semakin parah.

Baca Juga: Gaji Talenta Digital PNS Bisa Rp 100 Juta dan Melebihi Menteri

Telisikers, berikut lima Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia:

1. Lahore, Pakistan (PM2.5: 203)

Lahore menempati urutan pertama dengan kualitas udara terburuk di dunia. Tingginya tingkat polusi udara di kota ini banyak disebabkan oleh emisi industri dan transportasi yang tidak terkendali.

Penduduk Lahore sudah terbiasa dengan kabut asap yang menyelimuti kota hampir setiap harinya.

2. Jakarta, Indonesia (PM2.5: 161)

Jakarta, dengan konsentrasi PM2.5 yang sangat tinggi, berada di peringkat kedua. Peningkatan pembangunan infrastruktur, pertumbuhan kendaraan bermotor, dan kurangnya ruang hijau menjadi faktor utama yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta semakin memburuk dari waktu ke waktu.

3. Delhi, India (PM2.5: 157)

Delhi, ibu kota India, menempati urutan ketiga dengan kualitas udara yang juga tidak sehat. Penyebab utamanya adalah pembakaran sampah, emisi kendaraan, dan polusi dari pabrik-pabrik yang berada di sekitarnya.

4. Kinshasa, Kongo (PM2.5: 142)

Di posisi keempat, Kinshasa juga mengalami permasalahan polusi udara yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan polusi dari kendaraan bermotor. Kondisi ini diperparah dengan minimnya regulasi terkait lingkungan hidup.

5. Ulaanbaatar, Mongolia (PM2.5: 140)

Kota terbesar di Mongolia ini berada di posisi kelima dengan kualitas udara yang membahayakan kesehatan. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan batubara sebagai bahan bakar utama untuk pemanas, terutama saat musim dingin yang ekstrem.

Menurut data terbaru, konsentrasi PM2.5 di Jakarta mencapai 14 kali lebih tinggi dibandingkan pedoman tahunan WHO.

PM2.5 merupakan partikel udara yang sangat kecil, berukuran 2,5 mikron atau lebih kecil, yang mampu masuk ke dalam sistem pernapasan manusia dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Tingginya konsentrasi partikel ini membuat udara di Jakarta semakin tidak layak untuk dihirup, terutama bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.

Pemerintah dan otoritas kesehatan telah mengeluarkan rekomendasi bagi warga Jakarta untuk membatasi aktivitas di luar ruangan. Selain itu, penggunaan masker menjadi langkah yang sangat disarankan bagi mereka yang harus beraktivitas di luar rumah.

Baca Juga: 10 Calon Pimpinan KPK Dapat Restu Jokowi untuk Diserahkan ke DPR Menuai Kritik Pedas

Jendela rumah juga disarankan untuk tetap tertutup guna mencegah partikel polutan masuk ke dalam rumah.

Upaya Pemantauan Kualitas Udara di Jakarta

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah meluncurkan sebuah platform pemantauan kualitas udara terintegrasi yang memantau kualitas udara di 31 titik di seluruh kota.

Data yang dihasilkan dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) tersebut kemudian ditampilkan melalui platform online yang dapat diakses oleh publik.

Platform pemantauan ini mengintegrasikan data dari berbagai sumber, termasuk milik DLH Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), serta organisasi internasional seperti World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Vital Strategis. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS