10 Calon Pimpinan KPK Dapat Restu Jokowi untuk Diserahkan ke DPR Menuai Kritik Pedas

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 02 Oktober 2024
0 dilihat
10 Calon Pimpinan KPK Dapat Restu Jokowi untuk Diserahkan ke DPR Menuai Kritik Pedas
Pansel Capim dan Dewas KPK berfoto bersama usai menyerahkan nama-nama ke Presiden Jokowi. Foto: Repro satpres.go.id

" Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerima 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan lolos seleksi dan siap diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) "

JAKARTA, TELISIK.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerima 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan lolos seleksi dan siap diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sepuluh nama yang sudah diserahkan ke Jokowi adalah Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Ida Budhiati, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Poengky Indarti, dan Setyo Budiyanto.

Mereka akan menjadi kandidat yang dipertimbangkan DPR, melalui uji kelayakan dan kepatutan, untuk memimpin lembaga yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia.

Namun, beberapa nama yang sebelumnya dikenal karena keterlibatan langsung di KPK justru gagal lolos seleksi. Beberapa tokoh yang tidak berhasil melanjutkan proses seleksi termasuk Pahala Nainggolan, Wawan Wardiana, dan Johan Budi Sapto Pribowo.

Baca Juga: Gerindra Gencar Melobi untuk Muluskan Ahmad Muzani Ketua MPR RI 2024-2029

Pahala Nainggolan saat ini menjabat sebagai Deputi Pencegahan KPK, Wawan Wardiana menjabat Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat di lembaga tersebut.

Sementara itu, Johan Budi pernah menduduki berbagai posisi strategis di KPK, termasuk sebagai Deputi Pencegahan, Juru Bicara, dan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, serta pernah menjadi Plt Wakil Ketua KPK.

Wakil Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Arief Satria, menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan tiga kriteria utama dalam menyeleksi calon pimpinan KPK, yakni integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas.

“Alhamdulillah Pak Presiden akan meneruskan nama-nama tersebut ke DPR,” kata Arief, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (2/9/2024).

Namun, proses seleksi ini tak luput dari kritik. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai bahwa 10 nama yang lolos seleksi sangat mencerminkan kepentingan Presiden Jokowi.

Zaenur menyebut bahwa konfigurasi panitia seleksi sejak awal sudah dipertanyakan karena lebih didominasi oleh unsur pemerintah dibandingkan masyarakat sipil.

Zaenur menyatakan kekecewaannya terhadap hasil seleksi 10 calon pimpinan KPK ini, juga calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang terpilih.

Menurutnya, sebagian besar nama yang diserahkan ke Jokowi berasal dari aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, atau auditor, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun.

“Seharusnya diisi oleh unsur profesional dan masyarakat sipil untuk menjaga independensi KPK. Kalau diisi aparat, KPK akan disetir,” kata Zaenur.

Kritik terhadap proses seleksi ini juga mencuat dari Ketua IM57+ Institut, M Praswad Nugraha. Ia menyatakan bahwa 10 nama yang diajukan merupakan tanggung jawab Presiden Jokowi.

Praswad merujuk pada Pasal 30 ayat 9 UU KPK yang menyebutkan bahwa Presiden memegang kewenangan dalam menentukan nama-nama yang akan diajukan ke DPR.

Menurut Praswad, publik harus paham bahwa penentuan nama calon pimpinan KPK ini tidak bisa dilihat seolah-olah sepenuhnya berada di luar kewenangan Presiden. Ia juga menyoroti bahwa beberapa dari 10 nama tersebut masih tersandung masalah etik di KPK, yang dapat menjadi masalah ke depannya.

Baca Juga: Puan Maharani Kembali Jabat Ketua DPR hingga 2029

“Jangan sampai pengumuman pansel ke publik menjadi distorsi sehingga seakan Presiden tidak bertanggung jawab atas pilihan ini,” tegas Praswad.

Praswad juga menyoroti proses politik yang akan terjadi di DPR setelah nama-nama ini diserahkan. Ia mengkhawatirkan adanya potensi transaksi politik yang bisa berujung pada politisasi hukum, yang akan sangat merugikan lembaga KPK dalam menjalankan tugasnya.

“DPR harus menunjukkan komitmen politik dalam pemberantasan korupsi. Tanpa adanya sikap tersebut maka perbaikan KPK hanya akan menjadi slogan politik tanpa isi perubahan KPK ke arah yang lebih baik,” ucap Praswad.

Praswad juga menegaskan bahwa isu konflik kepentingan yang melibatkan aparat penegak hukum menjadi masalah serius pada periode sebelumnya, dan ia berharap DPR memberi perhatian serius terhadap hal ini.

Menurutnya, "double loyalty" atau loyalitas ganda akan menjadi masalah yang membuat intervensi dalam penanganan kasus menjadi lebih mudah terjadi, yang pada akhirnya akan merugikan publik dan melemahkan KPK. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga