Mendagri Meradang, Anggaran Pemda Habis untuk Gaji dan Bonus Pegawai

Ahmad Jaelani

Reporter

Rabu, 25 September 2024  /  8:37 am

Mendagri Tito Karnavian kembali menyuarakan kekhawatirannya terhadap sejumlah pemerintah daerah. Foto: Instagram@titokarnavian

JAKARTA, TELISIK.ID - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali menyentil sejumlah pemerintah daerah (pemda) yang terlalu boros dalam menggunakan anggaran. Ia menyoroti, sebagian besar anggaran daerah dihabiskan untuk membayar gaji dan bonus pegawai, terutama di daerah yang memiliki fiskal lemah.

Hal ini menurutnya membuat pelayanan publik dan pembangunan menjadi terbengkalai karena sebagian besar dana yang diterima dari pemerintah pusat tidak dimanfaatkan secara optimal.

Tito mengungkapkan, mayoritas anggaran yang diterima pemda tersebut berasal dari Transfer ke Daerah (TKD) yang disalurkan oleh pemerintah pusat. Namun, dana tersebut seringkali hanya digunakan untuk belanja pegawai, tanpa adanya upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Daerah yang fiskalnya lemah itu uangnya sudah dapat dari pusat, tetapi sebagian besar habis untuk gaji, bonus, dan operasional pegawai," ujar Tito dalam Seminar Internasional Desentralisasi Fiskal 2024, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (25/9/2024).

Berdasarkan data yang dimilikinya, pemda yang memiliki fiskal kuat hanya mengandalkan 26-47 persen dari TKD. Sementara itu, daerah dengan fiskal sedang mendapatkan 52-60 persen dari TKD, dan pemda yang fiskalnya lemah bergantung hingga 90 persen pada dana dari pemerintah pusat.

"Daerah yang menerima TKD hingga 90 persen ini paling boros, 60 persen anggaran mereka habiskan untuk pegawai," jelasnya.

Baca Juga: Pakaian Dinas PPPK Lingkup Kemendagri dan Pemda Kini Disamakan dengan PNS

Kondisi ini, menurut Tito, menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Hal ini menghambat pembangunan di daerah karena dana yang seharusnya digunakan untuk masyarakat menjadi terbatas akibat beban biaya pegawai.

"Ketergantungan fiskal ini sangat mengkhawatirkan, terutama di daerah yang lemah. Uangnya habis untuk pegawai, padahal masih banyak sektor lain yang membutuhkan perhatian," tegas Tito.

Mendagri juga mendorong pemda untuk lebih kreatif dalam meningkatkan PAD mereka. Menurut Tito, peningkatan PAD akan memperkuat kemampuan fiskal daerah, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan dana transfer dari pusat.

"Kalau PAD mereka meningkat, otomatis fiskal mereka juga akan kuat. Dengan begitu, meskipun terjadi goncangan ekonomi di pusat, daerah masih bisa berjalan," jelasnya.

Selain itu, Tito menekankan pentingnya penghematan dalam belanja operasional yang dinilai kurang penting. Beberapa contoh pengeluaran yang dapat dikurangi antara lain perjalanan dinas, rapat di hotel, dan rekrutmen pegawai baru, terutama tenaga honorer.

"Rapat-rapat di hotel dikurangi, rekrutmen pegawai baru juga harus dikurangi. Kita bisa mengandalkan digitalisasi agar lebih efisien," tambahnya.

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pemda saat ini adalah tingginya jumlah pegawai honorer. Tito menjelaskan bahwa banyak rekrutmen pegawai honorer dilakukan bukan berdasarkan kebutuhan, tetapi karena rekomendasi dari pejabat terpilih.

"Pegawai honorer ini banyak, terutama yang rekrutmennya berdasarkan tim sukses pejabat daerah. Mereka diangkat tanpa keahlian yang memadai, dan ini menambah beban keuangan daerah," jelas Tito.

Baca Juga: 5 Aspek Nasional Kinerja Triwulan II, Pj Wali Kota Kendari Dijempol Inspektorat Jenderal Kemendagri Soal Penurunan Stunting

Ia juga menyebut bahwa pergantian kepala daerah sering menyebabkan tumpukan pegawai honorer yang semakin memperparah situasi.

"Ketika pejabat baru terpilih, mereka membawa tim suksesnya sendiri. Sementara itu, pegawai honorer yang sudah ada sebelumnya tidak diberhentikan karena dikhawatirkan akan menimbulkan aksi protes," ungkapnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Tito berencana membahas aturan yang mengatur porsi pegawai honorer di setiap pemda. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa jumlah pegawai honorer sesuai dengan kebutuhan daerah dan tidak hanya berdasarkan rekomendasi politik.

"Saya pikir ini perlu diatur. Nanti kita akan bicarakan dengan kementerian terkait, karena kebutuhan tiap daerah berbeda," tutup Tito. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS