Mengenal Tari Lumense dari Kabaena, Salah Satu Nominator API Award 2022

Hir Abrianto

Reporter Bombana

Senin, 13 Juni 2022  /  10:26 am

Tarian Lumense di acara penyambutan tamu. Foto Ist.

BOMBANA, TELISIK.ID – Tari Lumense adalah tarian adat masyarakat Kabaena yang kerap ditampilkan di setiap resepsi atau acara budaya.

Tarian ini mulai menjadi perhatian pemerintah mendapatkan perlakukan yang spesial setelah melalui perjuangan yang panjang dan melelahkan.

Seperti tarian dan budaya lokal daerah lainnya di Indonesia, Tari Lumense akhirnya bisa bersaing di ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award tahun 2022.

“Ini butuh perjuangan yang sangat lama sehingga bisa masuk nominasi, semoga bisa mendapatkan dukungan yang banyak agar keluar sebagai pemenang,” ujar Anisa, Kepala DInas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bombana saat ditemui di ruang kerjanya.

Berdasarkan data yang diterima dari Dinas Pariwisata Bombana, Tari Lumense terbentuk dari kearifan lokal masyarakat suku Tokotu'a yang mendiami Pulau Kabaena.

Sebagaimana dijelaskan Kepala DInas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bombana, Anisa Nur Priharin, bahwa pada masa lalu (sebelum mengenal konsep Tuhan dalam beragama), selain percaya kepada adanya penguasa wilayah, suku Tokotu'a juga percaya kepada roh-roh para leluhur dan sangia yang dianggap memiliki kekuasaan mutlak.

Dahulu ritual persembahan di E’e Mpuu (pusat negeri Tokotu’a zaman dahulu) dengan mengorbankan seorang gadis perawan yang suci nan cantik yang dirangkaikan dengan gerakan-gerakan menari disertai dengan iringan tetabuhan dan syair-syair pemujaan (mantra).

Ritual tersebut diyakini akan mengusir roh-roh jahat yang telah menyebabkan timbulnya wabah. Sejak saat itu, ritual lumense menjadi tradisi dalam mengatasi wabah atau bencana lain yang dianggap berasal dari ulah roh-roh jahat akan tetapi menggunakan hewan sebagai bentuk pengorbanan (tumbal).

Baca Juga: Buton Utara Dilanda Banjir, 11 Rumah dan Kantor Camat Tergenang

Setelah masuknya ajaran Islam, Tari Lumense mengalami penyesuaian di antaranya melakukan gerakan memotong batang pisang sebagai pengganti dari pemotongan hewan (tumbal).

Tari Lumense memiliki gerakan-gerakan yang dinamis, terlihat bahwa Tarian Lumense memiliki nilai magis spiritual. Secara etimologi, kata Lumense terdiri dari kata lumee yang bermakna mencuci atau membersihkan dan kata “e’ense” berarti berjingkrak-jingkrak ibarat menginjak dan melompati bara api.

Saat ini Tarian Lumense merupakan tarian yang sangat cukup tua di suku Moronene. Di daerah Kabaena dari usia anak-anak hingga dewasa masih mengenal Tarian Lumense.

Jika diamati dari gerakannya, Tari Lumense merupakan salah satu tradisi masyarakat Tokotu'a atau Kabaena, Kabupaten Bombana, dalam menyambut tamu pada pesta-pesta rakyat. Tarian ini dilakukan oleh kelompok perempuan yang masing-masing berpasangan. Ada yang menari sambil memegang parang yang digunakan untuk menebang pohon pisang.

Para penari menggunakan busana adat Tokotu'a atau Kabaena memakai rok berwarna merah maron dan atasan baju hitam.

Baca Juga: Aneh, Pejabat Eselon II di Muna Bakal Dijob Fit di Jabatan Lama

Tarian ini diawali dengan gerakan maju mundur sambil bertukar tempat. gerakan yang ditampilkan merupakan gerakan yang dinamis yang disebut moomani. Tarian ini berakhir ketika para penari terus melakukan moomani kemudian menebaskan parang kepada pohon pisang, sampai pohon pisang itu jatuh bersamaan ke tanah.

Penutup dari tarian ini adalah para penari membentuk konfigurasi setengah lingkaran sambil saling mengaitkan tangan lalu menggerakannya naik turun sambil mengimbangi kaki yang maju mundur. Tarian ini diiringi oleh musik yang berasal dari alat musik gendang dan gong besar yang dikenal dengan istilah tava-tava.

Jumrad Raunde, Salah satu Pemerhati Budaya di Kabupaten Bombana mengatakan, Tarian Lumense saat ini dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yakni sebagai seni tari dan tarian adat. Pihaknya berharap Pemerintah Kabupaten Bombana dapat memberikan perhatian serius pada Tarian Lumense sahingga terus ditanamkan kepada generasi penerus.

“Harapan besar kami kepada pemerintah kabupaten untuk selamatkan budaya ini. Ada nilai di balik tarian tersebut yang harus diteruskan kepada generasi muda sehingga nilai-nilai kearifan kita yang ditinggalkan oleh para leluhur bisa terus menerus dilanjutkan,” harapnya. (A)

Penulis: Hir Abrianto

Editor: Haerani Hambali