Muncul Persoalan Baru dalam POP: Melibatkan Pihak CSR
Reporter Yogyakarta
Senin, 27 Juli 2020 / 6:25 pm
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Sampai saat ini ramai diperbincangkan orang soal Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud, yang digagas Mendikbud, Nadim Makarim sebagai tindak lanjut penggantian Ujian Nasional (UN) menjadi asesmen kompetensi dan survei karakter dengan numerasi dan literasi menjadi poin penting yang diujikan.
Anggota DPD RI Dapil DI Yogyakarta, Afnan Hadikusumo menjelaskan, program ini mencoba mengajak organisasi masyarakat (Ormas) di bidang pendidikan untuk berlomba membuat pelatihan yang ditargetkan untuk guru dan kepala sekolah.
Menurut Afnan, guru dan kepala sekolah dituntut harus menguasai numerasi dan literasi dalam pembelajaran.
"Ormas pun diminta membuat rencana pelatihan guru di dua bidang ini melalui seleksi organisasi penggerak," papar Afnan.
Dijelaskan Afnan, organisasi yang terpilih akan menyelenggarakan program rintisan peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah di bidang literasi dan numerasi selama dua tahun ajaran, yaitu 2020 hingga 2022.
Rencananya untuk menjalankan program ini, Kemendikbud menggelontorkan dana hingga Rp 595 Miliar, di antaranya dihibahkan kepada Ormas yang lolos seleksi untuk melaksanakan pelatihan.
Besaran dana yang diberikan itu dikelompokkan dalam tiga kategori seleksi. Pertama, Kategori Gajah, bakal dapat dana hingga Rp 20 Miliar per tahun dengan target pelatihan ke lebih dari seribu sekolah. Kedua, Kategori Macan, akan dapat dana Rp 5 Miliar per tahun dengan target 21-100 sekolah serta Kategori Kijang yang akan mendapat dana Rp 1 Miliar untuk target 5-20 sekolah.
"Pasca seleksi oleh pihak kementerian, muncullah persoalan baru," kata Afnan Hadikusumo, Senin (27/7/2020).
Diketahui, ada dua yayasan CSR atau Corporate Sosial Responsibility yang lolos seleksi dengan kategori Gajah: Yayasan Tanoto Foundation dan Yayasan Sampoerna. Keduanya lolos seleksi sebanyak dua kali, yakni pelatihan guru SMP dan SD.
Kata Afnan, kriteria pemilihan yang tidak membedakan antara lembaga CSR dan organisasi masyarakat, menimbulkan protes.
"Sebab, program CSR sendiri menjadi salah satu instrumen pengurang pajak korporasi," kata Afnan.
Sehingga lanjut Afnan, jika mendapat dana hibah dari negara, institusi CSR ini akan mendapat semacam subsidi ganda.
"Pengurangan pajak dan mendapat hibah dana dari APBN dengan kategori Gajah," kata Afnan.
Dikatakannya, CSR merupakan konsep bahwa perusahaan memiliki dan mempunyai berbagai tanggung jawab.
"Termasuk kepada semua yang berkepentingan, seperti konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan juga lingkungan dalam segala aspek operasional yang melingkupi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan," kata Afnan.
Dijelaskannya, program ini biasanya banyak dilakukan untuk menambah image kemajuan dan juga perkembangan perusahaan tersebut.
Berbeda dengan Ormas yang maksud dan tujuan didirikannya dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan bersifat nonprofit atau tidak mencari untung.
"Sehingga wajar saja jika Muhammadiyah yang memiliki ribuan amal usaha pendidikan di seluruh Indonesia undur diri dari POP Kemendikbud," kata Afnan yang menambahkan Muhammadiyah sudah bergerak di bidang pendidikan sejak negeri ini belum berdiri.
Dijelaskan Afnan, sebagai organisasi yang sudah tua dan telah merasakan asam garam dunia pendidikan, tentu memiliki Social Feeling yang kuat tentang masa depan pendidikan di Indonesia jika POP ini dijalankan dengan melibatkan pihak CSR.
Berkaitan hal itu, Afnan pun berharap agar program POP itu tidak menyusul program Kartu Prakerja yang di tengah jalan banyak ditemukan masalah.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Kardin