Nama Wali Kota Kendari Terseret Kasus Dugaan Korupsi Anggaran Makan-Minum Setda, JPU Fokus Manipulasi LPJ

Laode Idris Syaputra

Reporter

Senin, 30 Juni 2025  /  7:03 pm

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kendari fokus tangani manipulasi LPJ anggaran dalam kasus korupsi biaya makan-minum di Setda Kendari tahun anggaran 2020. Foto: Laode Idris Syaputra/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID – Sidang kasus dugaan korupsi anggaran Sekretariat Daerah (Setda) tahun 2020 yang sebelumnya menyeret nama Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, dilanjutkan Senin (30/6/2025).

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kendari menegaskan bahwa perkara tersebut tidak melibatkan unsur pimpinan daerah.

Pada sidang sebelumnya, Kamis (26/6/2025), saksi Asnita Malaka menyinggung nama Siska Karina Imran, saat masih menjabat sebagai Wakil Wali Kota Kendari. Asnita adalah staf Siska ketika itu.

Baca Juga: Warga Pulau Kabaena Terpapar Nikel, Kadar Urine Melebihi Batas Aman

Namun, JPU bersikeras bahwa kasus ini tidak melibatkan Siska Karina Imran, meski saat itu Siska menjabat sebagai Wakil Wali Kota Kendari.

"Kasus ini murni menyangkut manipulasi laporan pertanggungjawaban (LPJ) anggaran di Bagian Umum Setda, khususnya dalam lima jenis kegiatan, termasuk belanja makanan dan minuman. Tidak ada kaitannya dengan Wali Kota maupun Wakil Wali Kota saat itu," tegas JPU, Asnadi Tawulo, dikutip dari Perdetik.

Ia menambahkan, anggaran untuk Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah disusun dan digunakan sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Fakta lain yang mencuat dalam persidangan adalah kekosongan jabatan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Bagian Umum Setda selama sembilan bulan pada tahun 2020.

Akibatnya, menurut Asnadi, seluruh tanggung jawab pengelolaan anggaran diambil alih oleh Pengguna Anggaran (PA), yakni mantan Sekda Nahwa Umar.

Baca Juga: Rp 4,8 Miliar ke Rekening Pribadi Kadis Kominfo Sulawesi Tenggara dari PT Cahaya Mining Abadi, Kuasa Hukum: Karena Pertemanan

Mantan Kepala Bagian Umum, Jahuddin, yang dihadirkan sebagai saksi, menguatkan bahwa akses terhadap aplikasi pembayaran hanya dimiliki oleh Sekda dan bendahara saat itu.

Dalam uraian JPU, terungkap bahwa realisasi belanja yang dipertanggungjawabkan oleh Nahwa Umar bersama terdakwa Ariyuli Ningsih Lindoeno (Bendahara Pengeluaran) dan Muchlis (Pembantu Bendahara) adalah fiktif. Terdapat penggunaan nota dan kuitansi palsu, pemalsuan uraian belanja, serta tanda tangan dan stempel.

"Dari total anggaran yang dicairkan sebesar lebih dari Rp 4,4 miliar, hanya terealisasi Rp 3,9 miliar lebih. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 444 juta," ujar Asnadi. (B)

Penulis: Laode Idris Syaputra

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS