Nasib Pemudik

Indarwati Aminuddin

Ombudsman

Minggu, 26 April 2020  /  10:39 am

Indarwati Aminuddin, Ombudsman Telisik.id. Foto: Ist.

Oleh: Indarwati Aminuddin

Ombudsman Telisik.id

Sebut saja namanya A. Ia tiba seminggu yang lalu di Ereke dan langsung menuju kampung Bajo. Si A ini kerja di lembaga pemerintah di Kendari, mengingat ramadhan sudah dekat dan Kendari lagi ketar ketir karena virus corona, si A ini pun memutuskan pulang.

Tiba di kampung, ia menjalani prosedur pemeriksaan, suhunya normal. Tak ada gejala-gejala lain. Ia juga merasa baik baik saja. Pemerintah Desa, karena alasan keamanan meminta ia mengarantina diri sendiri di sebuah rumah kayu, menjorok ke laut. Ia tidak sendiri, empat orang lainnya juga di karantina di rumah itu.

Tapi si A, pada dasarnya bukan orang yang betah diam. Selama karantina ia bolak balik, melewati titian jembatan penghubung rumah Bajo. "Ia mungkin bosan, jadinya kalau malam ia keluyuran," kata salah seorang warga desa.

Baca juga: Muhasabah: Refleksi Komunikasi Politik di Masa Pandemi

Si A lalu diingatkan, bahwa ia bisa saja terlihat baik baik saja, namun kemungkinan membawa penyakit. Ia bisa saja carrier. Tapi si A tak terima. Ia merasa sehat walafiat.

Tetangga sebelah yang dapurnya bisa dilihat dari jembatan titian mengatakan, si A ini gagal paham. "Ini kan untuk kepentingan orang banyak," omelnya.

Karena si A tak bisa diingatkan, ibu Kades langsung mengambil langkah tegas. Satu bagian dari papan titian dicabut.

Ini artinya, si A dan teman temannya tak bisa kemana-mana lagi, kecuali mereka lompat ke laut dan berenang menuju darat.

Lalu bagaimana nasib si A setelah jembatan nya di cabut?

" Aihh bosannn...Tak bisa kemana kemana." Si A menjulurkan kepala dari jendela rumah.

Corona virus memang kejam. Otorita desa punya cara untuk lock down dan calm down. (*)