Puasa Syawal Sebelum Mengganti Puasa Ramadan, Bolehkah?
Reporter
Senin, 01 Juni 2020 / 12:54 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Pasca bulan Ramadan dan Idul Fitri, salah satu amalan yang dianjurkan bagi umat Islam yaitu puasa sunnah enam hari di bulan Syawal.
Namun yang menjadi dilema bagi sebagian umat muslim yang punya utang puasa Ramadan misal perempuan yang haid, adalah mendahulukan berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal atau mengqadha puasa Ramadannya.
Ulama Ahli Fiqih asal Jogjakarta, Ustadz M. Shiddiq Al Jawi mengatakan, para Ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya seseorang berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadan dalam dua pendapat.
Pertama, jumhur ulama, yaitu ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i secara global membolehkannya. Ulama mazhab Hanafi membolehkan secara mutlak tanpa disertai kemakruhan, sedang ulama mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan disertai kemakruhan (jaa`iz ma’a al karaahah).
Kedua, ulama mazhab Hanbali mengharamkan puasa sunnah enam hari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadan. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz III, hlm. 145; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz XXVIII, hlm. 92-93).
Baca juga: Satu Pasien COVID-19 Konsel Klaster Sukabumi Sembuh
"Pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat jumhur ulama yang membolehkan seseorang berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadannya," kata Ustadz Shiddiq yang dikutip dari halaman fissilmi-kaffah.com.
Hal itu dikarenakan mengqadha puasa Ramadan adalah kewajiban yang longgar waktunya (wajib muwassa’), yaitu dapat dikerjakan mulai bulan Syawal hingga bulan Sya’ban.
Dalil bahwa mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang longgar waktunya (wajib muwassa’) adalah hadits dari Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Aisyah RA berkata, ”Saya pernah mempunyai kewajiban (qadha) puasa Ramadan, maka saya tidak mampu mengqadha-nya kecuali di bulan Sya’ban.”
Hadits ini menunjukkan bahwa mengqadha puasa Ramadan itu waktunya longgar dari bulan Syawal hingga bulan Sya’ban, yakni hanya satu bulan sebelum Ramadan tahun berikutnya. Padahal sudah diketahui bahwa Aisyah RA adalah orang yang sangat gemar melaksanakan ibadah-ibadah yang sunnah, termasuk puasa sunnah enam hari di bulan Syawal.
Senada dengan itu, Imam Ibnu Baththal juga berpendapat mengenai kelonggaran waktu mengqadha puasa Ramadan, ”Para ulama telah sepakat bahwa barangsiapa yang mengqadha puasa Ramadan yang ditinggalkannya di bulan Sya’ban sesudahnya, maka dia dapat disebut orang yang telah menunaikan kewajibannya berpuasa Ramadan tanpa melalaikan kewajiban itu.” (Ibnu Baththal, Syarah Al Bukhari, Juz IV, hlm. 95).
Baca juga: Positif COVID-19 Sultra Bertambah Tiga Kasus, Sembilan Sembuh
Imam Ibnu Rajab Al Hanbali berkata mengenai bolehnya mendahulukan kesunnahan (an nafl) dari kewajiban yang longgar waktunya (wajib muwassa’), ”Qaidah nomor 11;’Barangsiapa yang mempunyai kewajiban, apakah dia boleh melakukan kesunnahan (an nafl) sebelum menunaikan kewajiban itu dalam jenisnya (yang sama) ataukah tidak? Ini ada dua macam, yang pertama, dalam ibadah mahdhah. Jika ibadah mahdhah ini waktunya longgar (muwassa’), maka boleh melakukan kesunnahan sebelum menunaikan kewajiban seperti halnya sholat menurut kesepakatan ulama, dan boleh pula melakukan kesunnahan itu sebelum mengqadha suatu kewajiban seperti halnya puasa Ramadhan menurut pendapat yang lebih shahih.” (Ibnu Rajab Al Hanbali, Al Qawa’id, hlm. 13).
Berdasarkan penjelasan ini, Alumni Pesantren Al Azhar Bogor ini menilai, maka boleh hukumnya seseorang yang masih mempunyai utang puasa Ramadan karena udzur syar’i, misalnya karena haid, sakit atau perjalanan (safar), untuk melakukan puasa sunnah enam hari pada bulan Syawal meskipun dia belum mengqadha puasa Ramadannya.
"Namun yang lebih afdhol (meski tidak wajib) adalah dia mengqadha puasa Ramadan lebih dulu, baru kemudian berpuasa sunnah enam hari pada bulan Syawal. Wallahu a’lam," tutupnya.
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali