Revisi UU ASN Dinilai Langgar UUD 1945, PNS Bisa Duduki Sejumlah Jabatan Negara Ini

Ahmad Jaelani

Reporter

Rabu, 23 April 2025  /  1:23 pm

Revisi UU ASN menuai kritik, dianggap langgar konstitusi dan prinsip meritokrasi. Foto: Repro sda.pu.go.id.

JAKARTA, TELISIK.ID - Sebelum Prabowo resmi menjabat Presiden, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara lebih dulu diteken Jokowi. UU ini membuka jalan bagi PNS untuk duduk di kursi pejabat negara.

Namun, celah konstitusionalnya memantik sorotan tajam, apakah ketentuan ini justru menabrak UUD 1945?

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2023 lalu, tepat sebelum masa jabatannya berakhir.

Undang-undang ini memuat ketentuan baru yang memperluas peluang bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menduduki jabatan negara, selama memenuhi syarat tertentu.

Aturan ini tertuang secara eksplisit dalam Pasal 58 UU ASN. Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa terdapat 14 kategori jabatan yang kini bisa diisi oleh seorang PNS.

Namun, kebijakan tersebut tidak serta-merta berlaku bebas tanpa syarat. Dalam beberapa posisi, PNS harus diberhentikan sementara dari status kepegawaiannya.

Berikut adalah daftar 14 jabatan negara yang bisa diisi oleh seorang PNS menurut UU ASN:

1. Presiden dan Wakil Presiden

2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Baca Juga: UU ASN Segera Direvisi, Presiden Bisa Langsung Ganti Sekda dan Kadis

3. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

4. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

5. Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung di Mahkamah Agung (MA), serta hakim di semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc

6. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

7. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial (KY)

8. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

9. Menteri dan jabatan setingkat menteri

10. Kepala perwakilan Indonesia di luar negeri (termasuk duta besar)

11. Gubernur dan wakil gubernur

12. Bupati atau wali kota beserta wakilnya

13. Pejabat negara lainnya yang ditentukan dalam Undang-undang

14. Jabatan-jabatan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan lainnya

Namun, bagi PNS yang mengisi posisi pada kategori seperti menteri, anggota KY, BPK, KPK, duta besar, atau pejabat setingkat menteri, wajib diberhentikan sementara dari status ASN-nya. Jika masa jabatan berakhir dan yang bersangkutan belum pensiun, status PNS dapat diaktifkan kembali.

Khusus bagi PNS yang mencalonkan diri sebagai Presiden, Wakil Presiden, anggota legislatif, atau kepala daerah, diwajibkan mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai calon. Hal ini diatur untuk menjaga netralitas ASN dalam kontestasi politik.

Meski aturan ini memberi keleluasaan baru bagi kalangan ASN, sejumlah pihak menilai UU ini perlu dikaji lebih dalam dari sisi konstitusional. Salah satunya adalah Komisi II DPR RI yang menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip otonomi daerah dalam UUD 1945.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse, menyatakan bahwa revisi UU ASN harus dikaji secara menyeluruh karena dikhawatirkan bertentangan dengan Pasal 18 UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahan sendiri.

Zulfikar menjelaskan bahwa jika revisi UU ASN mengarah pada sentralisasi wewenang, seperti pengangkatan dan pemindahan pejabat eselon II yang dikembalikan ke pemerintah pusat, maka hal itu berpotensi melemahkan otonomi daerah.

"Semangat desentralisasi yang diatur UUD 1945 harus dijaga," ujarnya di Kompleks Parlemen, seperti dikutip dari MetrotvNews, Rabu (23/4/2025).

Baca Juga: RUU ASN Disahkan jadi UU, DPR: Tak Ada Lagi Kesenjangan Kesejahteraan

Komisi II pun mendorong Badan Keahlian DPR untuk menggelar public hearing guna menyerap pandangan dari akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil. Tujuannya adalah menyusun dasar filosofi, yuridis, dan sosiologis yang kuat terhadap wacana revisi UU ASN.

Ia juga menambahkan bahwa pembahasan belum sampai ke panitia kerja atau badan legislasi karena masih dalam tahap pendalaman awal. Prosesnya diharapkan terbuka dan melibatkan semua pemangku kepentingan agar tidak menimbulkan kekacauan hukum di kemudian hari.

Sementara itu, pengamat hukum administrasi negara mulai menyuarakan kekhawatiran atas potensi tumpang tindih antara kewenangan pusat dan daerah, terutama jika UU ASN digunakan untuk mengambil alih kewenangan daerah dalam pengangkatan ASN.

Di sisi lain, pemerintah berdalih bahwa UU ASN bertujuan menciptakan tata kelola ASN yang profesional, adaptif, dan responsif terhadap perubahan zaman. Dengan memberikan peluang bagi ASN untuk menduduki jabatan strategis, pemerintah berharap tercipta kesinambungan antara birokrasi dan kebijakan politik negara.

Namun, harapan tersebut hanya bisa tercapai apabila pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan Pasal 58 UU ASN serta ketentuan turunannya menjadi bagian penting yang perlu diawasi secara cermat. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS