Begini Syarat dan Prosedur Muluskan Pengurusan Izin Tambang Galian C
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 20 Juni 2024
0 dilihat
Galian C, penambangan material seperti tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, dan granit. Foto: Repro Istockphoto
" Kegiatan pertambangan galian C mencakup penambangan material seperti tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, dan granit, dan memiliki peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia "
KENDARI, TELISIK.ID - Kegiatan pertambangan galian C mencakup penambangan material seperti tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, dan granit, dan memiliki peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Salah satu dasar hukum utama yang mengatur kegiatan pertambangan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, atau yang lebih dikenal sebagai UU Minerba.
Untuk lebih merinci pelaksanaan dari undang-undang tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan PP ini, komoditas pertambangan dikelompokkan dalam lima golongan utama: mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara. Masing-masing golongan memiliki karakteristik dan aturan tersendiri dalam pengelolaannya.
Meskipun perhatian publik lebih banyak tertuju pada pertambangan mineral logam seperti emas dan tembaga serta komoditas batubara, komoditas batuan juga memiliki peran penting.
Baca Juga: Harga Emas Antam Tembus Rp 1.349.000
Material batuan seperti andesit, tanah liat, dan kerikil sangat dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur, termasuk jalan raya, perumahan, dan gedung perkantoran,dilansir Telisik.id dari Situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis (20/6/2024).
Terminologi bahan galian golongan C yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009, menjadi batuan. Sehingga, penggunaan istilah bahan galian golongan C sudah tidak tepat lagi dan harus diganti dengan istilah batuan.
Pemberian Izin Usaha Pertambangan Batuan
Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) batuan berdasarkan PP No. 23 Tahun 2010 dilakukan melalui permohonan wilayah. Permohonan wilayah berarti setiap pihak yang ingin memiliki IUP harus menyampaikan permohonan kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangan mereka.
Pembagian kewenangan dalam pemberian izin ini adalah sebagai berikut:
- Menteri ESDM bertanggung jawab atas permohonan wilayah yang berada lintas provinsi atau wilayah laut lebih dari 12 mil dari garis pantai.
- Gubernur bertanggung jawab atas permohonan wilayah yang berada lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi atau wilayah laut antara 4 hingga 12 mil.
- Bupati/wali kota bertanggung jawab atas permohonan wilayah yang berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut hingga 4 mil.
Pemberian IUP dilakukan melalui dua tahapan utama: Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).
I. Pemberian WIUP Batuan
Badan usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah untuk mendapatkan WIUP batuan kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya.
Sebelum memberikan WIUP, menteri harus mendapat rekomendasi dari gubernur atau bupati/wali kota, dan oleh gubernur harus mendapat rekomendasi dari bupati/wali kota.
Permohonan WIUP yang telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur serta membayar biaya pencadangan wilayah dan pencetakan peta, memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dalam paling lama 10 hari kerja setelah menerima permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan WIUP.
Keputusan menerima disampaikan kepada pemohon WIUP disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP. Keputusan menolak harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.
II. Pemberian IUP Batuan
IUP terdiri atas dua jenis: IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
II.a Pemberian IUP Eksplorasi Batuan
IUP Eksplorasi diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya. IUP Eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan WIUP dan memenuhi persyaratan.
Menteri atau gubernur menyampaikan penerbitan peta WIUP batuan yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada gubernur atau Bupati/Walikota untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi.
Gubernur atau bupati/wali kota memberikan rekomendasi paling lama 5 hari kerja sejak diterimanya tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral batuan. Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta batas dan koordinat dalam waktu paling lambat 5 hari kerja.
Setelah penerbitan peta WIUP mineral batuan harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dan wajib memenuhi persyaratan.
II.b Pemberian IUP Operasi Produksi Batuan
IUP Operasi Produksi diberikan oleh bupati/wali kota, gubernur, atau menteri sesuai kewenangannya. IUP Operasi Produksi diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi yang memenuhi persyaratan.
Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai peningkatan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi produksi.
Dalam jangka waktu 6 bulan sejak diperolehnya IUP Operasi Produksi, pemegang IUP wajib memberikan tanda batas wilayah pada WIUP. Bila pada lokasi WIUP ditemukan komoditas tambang lainnya yang bukan asosiasi mineral yang diberikan dalam IUP, pemegang IUP Operasi Produksi memperoleh keutamaan mengusahakannya dengan membentuk badan usaha baru.
Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota paling cepat 2 tahun dan paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya IUP.
Pemegang IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan 2 kali dan harus mengembalikan WIUP Operasi Produksi serta menyampaikan keberadaan potensi dan cadangan mineral batuan kepada menteri, gubernur, atau bupati/wali kota.
Baca Juga: Segini Jumlah Kuota Haji Indonesia 2025
Ketentuan Pidana
Dikutip dari hukumonline.go.id
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 juga mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran ketentuan dalam kegiatan usaha pertambangan. Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar
Selain itu, pemegang IUP yang menampung, memanfaatkan, mengolah, mengangkut, atau menjual mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP juga diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP yang telah memenuhi syarat dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Sedangkan pejabat yang mengeluarkan IUP bertentangan dengan undang-undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya dapat diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200 juta.
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP atas pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, atau pencabutan IUP. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS