9 Syarat Menjadi Imam dalam Salat Berjamaah

Haerani Hambali

Reporter

Rabu, 15 Desember 2021  /  1:58 pm

Imam adalah orang yang memimpin dalam salat berjamaah. Foto: Repro Orami.co.id

KENDARI, TELISIK.ID - Tidak semua orang boleh menjadi imam dalam salat. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi imam salat  berjamaah.

Rasulullah SAW bersabda, "Yang mengimami suatu kaum (jemaah) itu hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (Al-Qur'an) nya. Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya tentang as-Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam'. Dalam riwayat lain disebutkan: "Yang paling tua usianya. Janganlah seorang maju menjadi imam salat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya." (HR. Muslim).

Melansir Orami.co.id, secara istilah, imam adalah orang yang memimpin dalam salat berjamaah. Imam dalam salat dimaknai sebagai orang yang salatnya diikuti orang lain dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam syariat. Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abdin dalam kitab Hasyiyah.

Jika imam bisa memimpin salat dengan baik, maka baginya dan para makmum pahala yang sempurna. Akan tetapi jika imam ada kesalahan, maka kesalahan tersebut ditanggung oleh imam sendiri dan bagi makmum pahala yang sempurna.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Jika para imam yang salat dengan kalian itu benar maka pahala bagi kalian semua, akan tetapi jika mereka melakukan kesalahan, bagi kalian pahalanya, kesalahannya hanya ditanggung oleh para imam tersebut.”

Berikut ini syarat menjadi imam dalam salat berjamaah, dikutip dari detik.com.

1. Beragama Islam

Seorang imam harus beragama Islam. Tidak sah salat yang imamnya orang kafir. Orang yang menjadi makmum dari imam yang kafir harus mengulang salatnya.

Imam Syafi'i dalam Kitab al-Mughni al-Muhtaaj mengatakan:

"Jika diketahui dengan jelas bahwa seorang imam itu kafir atau dari jenis perempuan, maka wajib untuk mengulang salatnya."

2. Berakal sehat

Salat tidak akan sah jika dipimpin oleh orang yang memilliki gangguan jiwa (gila), ling-lung, ataupun orang yang tidak sadar, seperti dalam keadaan mabuk.

Dijelaskan oleh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu.

“Tidak sah salat yang dilakukan di belakang mereka (orang linglung dan mabuk) berdua, sebagaimana tidak sah salat mereka juga.”

3. Baligh

Istilah baligh dalam Islam merujuk pada seorang Muslim yang sudah dewasa. Secara umum batasan umur baligh perempuan dan laki-laki adalah 17-18 tahun.

Atau ketika laki-laki sudah mengalami mimpi basah dan perempuan sudah mengalami haid.

4. Laki-laki

Menurut Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, tidak sah hukum saat fardhu berjamaah bila dipimpin oleh seorang wanita atau khunsa (berkelamin ganda) sementara makmumnya ada yang laki-laki. Namun, sah bagi seorang wanita bila dipimpin oleh wanita lainnya atau juga seorang khunsa.

Hukum tersebut disepakati oleh tiga mazhab selain mazhab Maliki. Sebab mazhab Maliki melarang keras seorang wanita atau khunsa menjadi imam, siapapun itu makmumnya.

Baca Juga: Tidak Halal Seorang Muslim Mendiamkan Saudaranya Lebih dari 3 Hari

5. Suci dari hadats

Mayoritas ulama sepakat, tidak sah salatnya Imam yang berhadats atau terkena najis.

Namun, jika seorang imam tidak mengetahui bahwa dirinya berhadats saat salatnya sudah selesai, maka tidak batal.

Syarat menjadi imam ini berlaku juga untuk makmum. Perintah untuk bebas dari najis kerap disebutkan Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Ma'idah Ayat 6, Allah berfirman:

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur."

6. Bagus Bacaan dan Paham Rukun Salat

Diutamakan imam yang pandai membaca Al-Quran, karena itu menjadi salah satu syarat sah salat. Seorang imam juga harus menerapkan rukun-rukun salat.

Hal ini ditegaskan oleh hadis yang diriwayatkan Abi Mas`ud Al Badri Radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Yang (berhak) menjadi imam (suatu) kaum, ialah yang paling pandai membaca Kitabullah. Jika mereka dalam bacaan sama, maka yang lebih mengetahui tentang sunnah. Jika mereka dalam sunnah sama, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka dalam hijrah sama, maka yang lebih dahulu masuk Islam (dalam riwayat lain: umur). Dan janganlah seseorang menjadi imam terhadap yang lain di tempat kekuasaannya (dalam riwayat lain: di rumahnya). Dan janganlah duduk di tempat duduknya, kecuali seizinnya."

7. Bukan Makmum dari Imam Lain

Menurut mazhab Syafi'i, tidak sah salat seseorang jika ia mengangkat orang lain untuk menjadi imamnya. Sementara orang tersebut masih menjadi makmum kepada imam lain.

8. Utamakan yang Lebih Tua

Orang yang lebih tua itu lebih khusyuk dalam salat, sehingga lebih utama.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Salatlah kamu sekalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku melakukan salat. Hendaklah salah seorang dari kamu melakukan adzan untuk kamu sekalian, dan hendaklah orang yang paling tua di antara kamu mengimami kamu sekalian.”

Baca Juga: Para Suami Wajib Tahu, 2 Waktu Tak Boleh Melakukan Hubungan dengan Istri

9. Bukan Musafir

Diutamakan umat Muslim yang bermukim di sekitar masjid atau tempat salat. Artinya, bukan musafir.

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Janganlah sekali-kali seseorang laki-laki mengimami orang laki-laki lain pada keluarga laki-laki lain tersebut dan janganlah seseorang laki-laki duduk pada tempat duduk yang khusus bagi laki-laki lain, kecuali dengan izinnya.” (C)

Reporter: Haerani Hambali

Editor: Fitrah Nugraha