Anugerah Peradaban Baru, Notifikasi Mengganggu Konsentrasi

Neldi Darmian L

Penulis

Sabtu, 24 Juli 2021  /  1:03 pm

Neldi Darmian L, Mahasiswa Akuntansi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Foto: Ist.

Oleh: Neldi Darmian L

Mahasiswa Akuntansi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

TEKNOLOGI Informasi dan Komunikasi (TIK) hadir sebagai anugerah baru dengan kemudahan dan keistimewaan instan yang dilahirkan, memperluas jangkauan, mempermudah kerja-kerja koordinasi-informasi secara cepat dan masih banyak lainnya yang bagi penulis merupakan dosa besar bila keuntungan itu kita tidak sebut sebagai manfaat peradaban baru saat ini.

Nicholas Car dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berjudul The Shallows menjelaskan bahwa teknologi merupakan bagian dari perubahan, perubahan yang mampu mengikis dan membentuk kembali karakter peradaban.

Manusia sebagai bagian dari pengguna teknologi rasanya telah dipaksa untuk manut pada sebuah penemuan luar biasa yang dia ciptakan sendiri. Peradaban baru ini lahir dengan tujuan yang rancang oleh manusia namun kemajuannya telah mampu mengendalikan sampai pada pengaruh yang sangat luar biasa yaitu memindahkan kerja otak serial manusia ke otak pararel.

Ihwal ini dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, Teknologi Informasi dan Komunikasi rasanya telah membuat otak kita bekerja secara simultan. Contoh dekatnya bagaimana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mampu mengajak kita untuk terus up-to-date, notifikasi datang silih-berganti yang itu dampaknya kita jadi kehilangan konsentrasi, otak serial kita jadi terganggu.

Mengenal Otak Serial dan Otak Pararel

Otak serial merupakan sebuah kata sifat dalam kerja-kerja secara umum otak manusia. Otak serial dalam prinsip kerjanya berfokus pada satu sub. bidang dalam mengerjakan satu kegiatan kerja. Karakter ini dapat dilihat dari generasi X. Karakter generasi ini dinilai sebagai generasi yang bekerja secara terstruktur/runut.

Generasi X merupakan generasi yang lahir pada tahun 1965 hingga 1980. Kendatipun begitu, generasi ini sebenarnya lahir di tengah laju awal kemajuan teknologi dan informasi, yang pada masa itu masih sangat baru namun karakter otak serial tampaknya turunan dari karakter generasi sebelumnya yaitu generasi Baby Boomers (1946).

Meskipun demikian, pada dasarnya otak manusia akan bekerja baik bila dijalankan secara serial atau satu pekerjaan dan tidak bersamaan/tidak simultan. Namun asumsi ini tidak bertahan lama dan di bantah langsung dengan hadirnya peradaban baru.

Otak pararel atau Penulis istilahkan sebagai pekerjaan secara berganda/dilakukan secara simultan. Otak pararel bekerja secara bersamaan dengan dua atau tiga pekerjaan beriringan. Karakter ini bisa kita lihat dan saksikan pada generasi internet atau biasa di sematkan kepada generasi Z (1998-2010).

Generasi Z dapat secara wajar dan alami ketika menggunakan kerja otak pararel. Sebut saja ketika dia mengerjakan tugas sekolah bila dia sebagai siswa/i.

Dalam mengerjakan tugas yang itu membutuhkan fokus berlebih namun tak jarang dia manfaatkan sembari mendengarkan musik. Fungsinya jelas yaitu untuk mengikis kebosanan dalam mengerjakan tugas.

Baca juga: Varian Baru Pajak yang Mencekik Rakyat

Baca juga: Ransomware, Evolusi Pemerasan di Era Digital

Tak bisa kita pungkiri ini adalah karakter peradaban baru, gerusan yang akan membentuk karakter yang dapat berbeda secara signifikan dengan karakter generasi-generasi sebelumnya.

Bagian ini pun telah di bahas dalam buku The Great Shifting yang di tulis oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Prof. Rhenald Kasali. Dia menuliskan bahwa perpindahan ini sebagai perubahan yang berdampak secara besar-besaran dan ini adalah perpindahan abadi.

Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah karakter peradaban baru ini dapat baik bila kita terapkan?  

Bagi penulis ini adalah anugerah peradaban baru. Penulis memiliki asumsi bahwa perkembangan peradaban baru ibaratnya sebagai pisau bermata dua, yakni bila dimanfaatkan dengan baik ia akan menjadi anugerah dan bila tidak di manfaatkan dengan baik dia akan menjadi bencana.

Dapat menjadi bencana bila kita yang hari ini berada dalam lingkaran kemajuan teknologi dan informasi begitu antipati dan tidak berterima dengan perubahan yang terjadi. Dan dapat pula menjadi anugerah bila kita mampu memanfaatkan peradaban baru ini dengan mengikuti perubahan yang terjadi namun tetap in command, artinya kita tetap memegang kendali dan jangan biarkan kita terhanyut dan di kendalikan oleh teknologi.

Penulis pun menilai positif apa yang telah di upayakan pemerintah demi mendukung pengembangan SDM yang berguna menunjang pemahaman literasi digital di era saat ini. Dengan membentuk gerakan nasional literasi digital atau biasa disebut dengan Siberkreasi.

Literasi memang sarat bila di artikan secara luas, terlebih bila di kaitkan dengan era saat ini. Ketergantungan dan kebutuhan terhadap teknologi dan terjangan informasi yang kian deras, harapannya bisa di bendung dengan tujuan dan manfaat dari gerakan Siberkreasi.

Bila kita melihat kembali ke belakang. Derap dan laju perkembangan peradaban selalu menghadirkan sesuatu yang sangat luar biasa. Dalam tulisan Dr. Ninok Leksono, Redaktur Senior Kompas. Misalnya, membutuhkan waktu berabad-abad untuk kita berpindah dari budaya berkuda ke mesin uap.

Dibutuhkan dua setengah abad untuk berpindah dari mesin uap ke pesawat terbang. Tetapi dari baling-baling pesawat terbang ke pesawat jet, kita hanya butuh tiga dekade dan dari pesawat jet ke jet supersonic lebih cepat lagi yaitu hanya satu setengah dekade. Luar biasa bukan.

Perubahan otak manusia yang dipaksa bekerja secara simultan oleh peradaban baru cenderung sama sebagai kerja prosesor komputer. Namun era saat ini telah memaksa kita untuk perubahan itu.

In command atau tetap dalam kendali kita itu adalah yang terpenting. Perubahan dapat diraih sebagai anugerah bila kemajuan ini masih tetap dalam ruang kendali kita. (*)