Boyan Salt, Penemu Teknologi Pembersih Sampah di Lautan

Haidir Muhari

Reporter

Jumat, 25 Desember 2020  /  4:42 pm

Boyan Salt, Pendiri dan CEO The Ocean Cleanup. Foto: Repro Contiki.com

DELFT, TELISIK.ID - Pria yang baru berusia 26 tahun itu telah berhasil menemukan teknologi pembersih sampah di lautan.

Boyan Salt, pria kelahiran Delft, Belanda pada 27 Juli 1994 itu merupakan pendiri dan Chief Executive Officer dari The Ocean Cleanup. The Ocean Cleanup adalah organisasi nirlaba yang fokus pada lingkungan hidup dan mengembangkan teknologi canggih pembersih sampah plastik di laut.

Sampah plastik adalah masalah yang merundung dunia. Dewasa ini hampir dapat dipastikan di mana ada komunitas manusia, disitu akan ada sampah plastik.

Sampah plastik tidak hanya membludak di daratan, tetapi juga merambah lautan. Sampah plastik itu mengambang dan tertampung di lautan.

Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) seperti dilansir dari sekolahrelawan.com, Indonesia menyumbang sampah yang dibuang ke laut sekira 3,2 juta ton per tahun.

Tak hanya itu, diketahui bahwa ada 60-90 persen sampah di laut rupanya mengandung plastik. Hal yang lebih memperihatinkan, sekitar 8 juta ton plastik mencemari lautan di dunia setiap tahunnya. Bahkan diprediksi di tahun 2050, jumlah plastik di laut akan melebihi jumlah ikan yang ada.

Baca juga: Jadav Payeng, Seorang Diri Menanam Hutan

Dilansir dari wikipedia.org, ketertarikan Salt pada penanganan plastik di mulai saat usianya 16 tahun. Saat itu ia menyelam di Yunani dan menjumpai lebih banyak menemukan plastik daripada ikan.

Ia lalu memutuskan untuk menyelidiki lebih serius perihal polusi plastik di laut. Ia menemukan bahwa laut mempunyai kemampuan alami yang mampu membersihkan sampah. Hal itu ia presentasikan di TEDx di Delft pada tahun 2012.

Konsep pembersihan sampah yang ia tawarkan adalah memanfaatkan kemampuan alami dari laut untuk secara pasif menangkap dan mengumpulkan plastik di laut. Ia lalu merancang teknologi yang bisa membersihkan sampah di laut.

Salt mengungkapkan bahwa teknologi adalah agen perubahan yang paling kuat. Teknologi mendampingi manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya.

"Teknologi adalah agen perubahan yang paling kuat. Ini adalah penguat kemampuan manusia kami," dilansir dari Wikipedia.org.

"Sementara agen perubahan lainnya mengandalkan perombakan blok bangunan masyarakat yang ada, inovasi teknologi menciptakan yang sama sekali baru," lanjutnya.

Dilansir dari aqua.co.id, pada 8 September 2018, Ocean Cleanup berhasil mengoperasikan sistem pembersihannya, yang diberinama Interceptor 001. Alat ini di area Great Pacific Garbage Patch (GPGP). Seperti diketahui GPGP adalah sebuah “pulau” sampah raksasa yang terbentang di antara Hawaii dan California, Amerika Serikat.

Baca juga: Ilmuwan Kelas Dunia, Bagus Putra Muljadi Pernah IPK 2,7

Interceptor 001 ini bergerak mengarungi lautan dan mengumpulkan sampah plastik dengan memanfaatkan gerakan alami ombak. Bentuknya seperti huruf U dengan panjang 600 meter dan memiliki jaring sedalam 3 meter. Jaring inilah yang berfungsi menangkap sampah-sampah plastik yang ada di laut, mulai dari jala bekas seberat ribuan ton hingga kepingan mikroplastik.

Setelah beroperasi empat bulan, pada Januari 2019, Interceptor 001 dikembalikan ke darat karena adanya patahan. Bayon dan tim Ocean Cleanup lalu menyempurnakan desain dan kemampuan alat tersebut dan bertransformasi menjadi Interceptor001/B.

Slat mengatakan, teknologi ini mampu membersihkan lebih banyak sampah hingga 50 persen, dalam periode yang relatif lebih cepat. Dari 10 tahun menjadi 5 tahun. Alatnya ini bisa membersihkan sampah 55 ton per harinya.

Alumni Universitas Teknologi Delft itu karya-karyanya telah diakui melalui banyak penghargaan. Ia menjadi penerima termuda untuk penghargaan tertinggi di bidang lingkungan oleh PBB, yaitu Champions of the Earth yang diterimanya pada tahun 2014. Selain itu ia juga memiliki sejumlah hak paten.

Penghargaan lain yang diterimanya sebagai berikut:

1. HM King Harald dari Norwegia menganugerahi Slat the Young Entrepreneur Award pada 2015.

2. Masuk dalam daftar "30 under 30" 2016 versi Forbes.

3. Pada Februari 2017, Reader's Digest menunjuk Slat European of the Year.

4. Majalah Belanda Elsevier menganugerahinya Nederlander van het Jaar 2017 (Dutchman of the Year 2017).

5. Leonardo da Vinci International Art Award dan Penghargaan Euronews "Pengusaha Eropa Tahun Ini" tahun 2018. (C)

Reporter: Haidir Muhari

Editor: Fitrah Nugraha

TOPICS