Brimob, Camkan Jangan Pernah Khianati Orang Tua

Suryadi

Penulis

Sabtu, 04 November 2023  /  12:54 pm

Suryadi, pemerhati budaya. Foto: Ist.

Oleh: Suryadi

Pemerhati Budaya

PASUKAN penindak pamungkas gangguan berintensitas tinggi Brimob Polri saat ini mempunyai anggota 45.000-an orang. Jumlah ini merupakan bagian dari seluruh 450.000-an anggota Polri.  

Mereka merupakan sosok manusia yang dilahirkan dari para orangtua, dan semua telah dan kelak pada waktunya menjadi orangtua pula. “Semua berawal dari rumah”, begitu kata ungkapan lama.  

Semua orangtua, secara umum, punya satu keinginan saja atas anak mereka, “Jadilah anak yang soleh. Ini nilai dasar yang ditanamkan orangtua. Maka, jangan khianati orangtua agar kita tak berkhianat pada negara,” kata Komandan Korps Brimob Polri, Komjen Pol. Drs. Imam Widodo, M.Han, Senin siang (30/10/23) di Gedung Gineung Pratidina, Mako Korps Brimob Kelapadua, Depok.

Kalimat bermakna filosofis itu ia sampaikan dalam acara syukuran menutup seluruh rangkaian seremoni penyambutannya menjadi pemimpin baru Korps Brimob. Ia merupakan sosok kedua pemimpin Korps Brimob dengan Bintang tiga di pundak, setelah Anang Revandoko (Akpol 1988B) yang memasuki usia pensiun 14 Oktober 2023.  

Ratusan Brimob, mulai dari perwira tinggi hingga tamtama saksama menyimak peringatan Imam. Sesaat kemudian, suasana cair ketika ia paparkan keserupaan pahit-getir dan “kejenakaan” di antara sesama anggota Brimob. “Kita lakukan tugas (BKO) dengan hobi, karena dengan hobi itu kita ikhlas untuk selalu siap diterjunkan di saat tugas memanggil,” urainya.  

Di hari yang sama, pagi hari ia bersama Wadan Korps Brimob baru, IJP Ramdani Hidayat, S.H. (Akpol 1990) menerima kenaikan pangkat setingkat dari Kapolri Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo dalam “Laporan Korps” di Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta.

Agaknya, tentang ayah-ibu, punya kesan sangat mendalam tertanam dan menjadi nilai dasar Imam menggeluti 31 tahun profesinya. “Itu selalu ia sampaikan kepada kami sejak saya ‘digeganakan’. Saat itu, Pak Imam masih Kombes,” ungkap seorang pamen Brimob di sela-sela acara.

Begitu mendalam tentang nilai dasar yang ditanamkan kedua orangtuanya, berikut bincang-bincang dengan Imam Widodo di sela-sela acara:

+ Kedua orangtua Mas Imam…?

-Tahun 2010 Ayah meninggal di usia 86 tahun. Tak lama kemudian Ibu menyusul di usia 83 tahun. Cukup sepuh.

Baca Juga: Pj Gubernur Sultra Andap dan Makna Gelar 'Mia Ogena Bhawangi Yi Sulawesi Tenggara'

+ Ayah juga Brimob atau militer?

-Bukan, Ayah saya petani buruh di Lawang, Malang, Jawa Timur. Ibu dan Ayah orang-orang yang sangat sederhana. Ayah saya nggak punya tanah, buruh. Kami tujuh bersaudara, sekarang tinggal tiga.

+ Begitu mendalam kesan Mas Imam terhadap kedua orangtua….

-Seperti kebanyakan orangtua, pasti tidak menginginkan macam-macam dari anak-anak mereka. Pertama-tama yang mereka tanamkan “Jadilah anak yang soleh”. Itu nilai dasar bagi kehidupan saya. Jangan khianati kedua orangtua, supaya tidak berkhianat terhadap negara.  

+ Soal profesi anak-anak…?

-Itu pilihan anak-anak. Seperti saya, dua anak saya persilakan pilih sendiri mau jadi apa. Ternyata tidak ada yang jadi Brimob atau polisi. (Diketahui, kedua putra-putri Imam, satu dokter dan satu lagi pilot).

Semua agama mengajarkan agar umatnya menghormati kedua orangtua. Di balik soleh ada makna yang patut direnungkan untuk diterapkan dalam kehidupan. Bisa dikatakan soleh, modalnya jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa-apa yang dipercayakan, dan cerdas. “Yakin semua agama mengajarkan dan menerima nilai-nilai dasar itu,” Imam memastikan.

Identitas Brimob    

Sejarah mencatat setiap 10 November bangsa Indonesia memeringatinya sebagai  Hari Pahlawan. Tanggal 10 November 1945 atau hanya sekitar 87 hari setelah Kemerdekaan RI yang diproklamasikan di Jakarta, menjadi puncak perlawanan rakyat yang beragam bersama para pejuang di Surabaya, untuk menolak kedatangan kembali penjajah Belanda.

Saat itu Belanda masuk  membonceng sekutu, menyusul kekalahan penjajah fasis Jepang dengan berpedoman, bahwa wilayah bekas jajahan dikembalikan kepada pemenang perang yang sebelumnya menguasai wilayah tersebut. Dalam hal ini Belanda, anggota sekutu yang menjajah Indonesia (Hindia belanda) sebelum Jepang masuk menjajah wilayah ini.  

Polisi Istimewa (PI), embiro Brimob melalui tahap perubahan terdahulu sebagai Mobil Brigade (Mobrig), punya peran sangat besar dan menentukan saat penolakan secara bersenjata untuk dijajah kembali.

Kesaksian sejumlah pejuang tentang hal itu sangat logis dan faktual, mengingat PI yang bermula dari Tokubetsu Satsutai di bawah kepemimpinan Bapak Brimob M Jasin adalah pihak penerima penyerahan senjata dari gudang-gudang persenjataan Jepang di Surabaya. Para pejuang di sana terdiri atas macam-macam suku di Indonesia, seperti halnya Jasin yang berasal dari Sulawesi Selatan (kini Sulawesi Tenggara).  

Kini Brimob merupakan bagian dari Polri. Posisinya sebagai pasukan pamungkas akan dikerahkan di saat-saat negeri dalam keadaan genting, namun masih masuk dalam klasifikasi penanganan Polri. Genting bisa lantaran gangguan dalam negeri berupa atau anarkisme brutal yang menuntut pengerahannya sebagai pasukan pamungkas Polri.

Secara umum kini mereka “terbagi menjadi dua dalam satu tubuh Brimob”, yakni Pasukan Pelopor dan Pasukan Gegana. Mereka tersebar,  baik di Mako Korp Brimob, Pasukan I, II, III, maupun di satuan-satuan di provinsi-provinsi seluruh tanah air.

Baca Juga: Polisi Melayani Sebuah "Legacy" bagi Polisi Pelanjut

Mereka yang menjadi anggota Brimob berasal dari Akademi Kepolisian (Akpol), sumber sarjana, bintara, dan tamtama. Polri memiliki Pusat Pendidikan Brimob di Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur. Bila sudah menjadi anggota Brimob, tersedia Satuan Latihan (Satlat) yang saat ini dikomandani Kombes Pol. Rantau Isnur Eka, S.I.K., M.Han dengan wakilnya seorang dokter, AKBP Bambang Wijiasmoro.

Dalam catatan AKBP dr. Bambang Wijoasmoro, di awal-awal sebelum menjadi anggota Brimob, mereka menjalani pendidikan lebih dahulu di Watukosek. Di sini mereka dilatih kemampuan dasar seperti menembak, renang laut, navigasi, taktik dan teknis tempur hutan. Selain itu, juga dasar perlawanan teror (wanteror), penanggulangan huru hara (PHH), Pencarian dan Pertolongan (SAR), intelijen Brimob, dan penjinak bom (jibom).

Setelah lulus dan pembaretan di Watukosek, personel mendapat penugasan di lingkup satuan tugas  operasional. Di situ mereka sebagai kekuatan Polri untuk menanggulangi gangguan kamtibmas berintensitas tinggi untuk keamanan dalam negeri (kamdagri).

Di keseharian, mereka tetap melaksanakan latihan pemeliharaan kemampuan (latharpuan) di satuan berbasis kemampuan yang sudah dimiliki. Selain itu, mereka secara berkala mengikuti pendidikan pengembangan kemampuan di Satlat Brimob sesuai jadwal program dan permintaan dari personel yang bersangkutan. Ini juga   disesuaikan dengan kebutuhan Satuan.

Seluruh anggota Brimob harus siap ditugaskan ke mana saja dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sampai di sini, patut dipahami bahwa Brimob adalah Polri. Pesan Dankor Brimob, Imam Widodo, “Jangan khianati orangtua, supaya tidak berkhianat terhadap negara.” (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS